Berita Sumut

Jaksa Keberatan Ramli Hadirkan Mahmud Muliadi Saksi Ahli


Medan,

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan korupsi tukar guling atau ruislag lahan Kebun Binatang Medan (KBM) keberatan terhadap Mahmud Muliadi yang dihadirkan terdakwa Ramli Lubis sebagai saksi ahli karena tidak memiliki surat keterangan yang menyatakan dirinya sebagai saksi sahli.

Keberatan itu dikemukakan Rehulina Purba sesaat Majelis Hakim diketuai Sugiyanto akan mengambil sumpah dua orang saksi ahli yang dihadirkan terdakwa mantan Sekda Kota Medan di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (03/03/2011).

Dua orang saksi ahli yang dihadirkan terdakwa ke persidangan adalah M Abduh mantan staf pengajar di Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai saksi ahli Hukum Administrasi Negara dan Mahmud Muliadi staf pengajar di USU sebagai saksi ahli Hukum Pidana. Di persidangan, M Abduh memperlihatkan surat keterangan sebagai ahli, sementara Mahmud Muliadi tidak.

“Kami keberatan Majelis Hakim atas kehadiran Dr Mahmud Muliadi SH MHum sebagai saksi ahli dalam persidangan ini karena tidak memiliki surat keterangan dan hanya berdasarkan desertasi saja sebagai ahli,” ujar Rehulina Purba didampingi RO Panggabean dan Dharmabella.

Namun keberatan Tim JPU ini tidak diterima Majelis Hakim. ”Tanpa ada surat yang menyatakan sebagai saksi ahli pun, Majelis tetap menerima kehadiran yang bersangkutan memberikan pendapat atau keterangan dalam persidangan ini karena bukan izin yang mau kita dengar tetapi keahliannya,” ujar Sugiyanto.

Dipersidangan, saksi ahli Mahmud Muliadi tampak lebih netral dalam memberikan pendapat menanggapi pertanyaan penasehat hukum terdakwa maupun Tim JPU. Bahkan, saksi ahli ini lebih banyak mengatakan bahwa pertanyaan yang diajukan kedua belah pihak menyangkut hukum administrasi negara.

Demikian juga saat terdakwa menanyakan apakah perbuatan mantan Walikota Medan Abdillah yang menandatangani MoU dengan pihak ketiga terkait ruislag merupakan perbuatan melawan hukum, saksi menjelaskan bahwa penandatanganan MoU itu merupakan ranah administrasi negara.

Dalam kesempatan itu, saksi juga menyatakan dapat memahami kegundahan atau kekecewaan terdakwa Ramli karena orang yang diduga ikut bertanggungjawab dalam ruislag tersebut tidak dijadikan sebagai saksi, tersangka maupun terdakwa seperti dirinya.

“Bapak tenang saja dalam menghadapi ini. Hukum rimba tidak perlu ada seperti yang Bapak sampaikan. Kalau Bapak benar pasti akan benar, percayakan saja kepada pengadilan,” katanya.

Usai persidangan, Mahmud Muliadi yang dimintai pendapatnya seputar keberatan JPU mengatakan, saksi ahli tidak harus memiliki surat keterangan karena tidak ada lembaga yang menerbitkan sertifikasinya.

“Ketentuan itu tidak ada. Jadi tidak harus memiliki surat keterangan seperti lembaga arbitrase, misalnya. Anda bisa bayangkan jika dalam surat mengaku ahli tetapi pada prakteknya tidak. Kemana-mana saya selalu memperlihatkan CV saja,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan seputar surat keterangan yang dimiliki M Abduh yang dikeluarkan USU, Mahmud Muliadi mengatakan surat itu terbit apabila diminta melalui instansi. “Permintaan saya sebagai saksi ahli kan secara pribadi bukan melalui instansi,” katanya.

Rehulina Purba yang dimintai pendapatnya usai persidangan mengatakan untuk menyatakan seseorang memiliki keahlian tentu harus ada surat keterangannya. “Bagaimana kita tahu dia ahli kalau tidak ada surat keterangannya,” ujarnya. (BS-021)
Sumber : Beritasumut

Disangka Korupsi Obat, Mantan Cawabup Nisel Ditahan
Wednesday, 02 March 2011 20:22
E-mail Print PDF

Medan, (beritasumut.com)

Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (Nisel) Rahmat Alyakin Dachi (40) warga Jalan Baloho Indah, Kelurahan Teluk Dama, Kecamatan Teluk Dalam, Nisel, ditahan Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Rabu (02/03/2011) sore.

Penahanan mantan Calon Wakil Bupati Nisel ini untuk mempermudah proses lanjutan pemeriksaan kasus dugaan korupsi pengadaan obat dan perbekalan kesehatan sebesar Rp3.751.226.408 mlliar bersumber dari APBD Nisel TA 2007.

Kasi Penyidik Pidana Khusus Kejatisu Jufri menjelaskan, keterlibatan tersangka dalam kasus ini beranjak dari proses pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadap ketiga tersangka yang berkas pemeriksaannya telah dilimpahkan ke Kejari Gunung Sitoli.

Ketiga tersangka yang berkasnya telah dilimpahkan ke Kejari Gunung Sitoli yakni Kristian Hondro sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Abrektus Manalu selaku Ketua Panitia Pengadaan dan Direktur PT Safeta Rianda Kendy Damanik. Dalam kasus ini ditemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp2.073.934.041.

“Pelaksanaan pengadaan obat dan alat kesehatan dengan cara penunjukan langsung dan rekanan yang ditetapkan adalah PT Safeta Rianda. Kegiatan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan berpedoman kepada keputusan Bupati Nias Selatan No 050/110/K2007 Tanggal 10 Mei 2007 tentang penetapan harga bahan konstruksi, upah, ongkos angkut dan sewa gedung pada kegiatan proyek pembangunan Semester I di Kabupaten Nias Selatan TA 2007,” ungkapnya.

Lebih lanjut Jufri menegaskan, seharusnya kegiatan pelaksanaan pengadaan obat-obatan tersebut berpedoman kepada Keputusan Menteri Kesehatan RI No 521/MENKES/SK/SK/VII/2007 Tanggal 24 April 2007. Dalam SK tersebut telah ditetapkan harga tertinggi obat apabila dijual oleh pabrik/pedagang besar farmasi kepada apotek, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan yaitu harga kelompok tabel HNA + PPN.

Sedangkan harga jual apotek, rumah sakit, dan sarana pelayanan kesehatan tertera dalam kolom HET lampiran SK Menteri tersebut. Harga obat generik tidak boleh dijual di luar batas harga yang telah ditentukan oleh SK Menkes termasuk harga kena potongan pajak.

Selain dalam pelaksanaannya mengacu kepada SK Bupati Nisel, obat yang didistribusikan PT Safeta Rianda juga tidak lengkap sebagaimana tertera dalam surat perjanjian kontrak No 640/0215/A/APBD/DINKES/X/2007 Tanggal 11 Oktober 2007. Meski tidak lengkap, panitia menyatakan obat lengkap sebagaimana isi BAP pekerjaan dengan Nomor 640/071/obat/2007 Tanggal 19 November 2007 dan SP2D Nomor 20/BL-LS/Bank Sumut/2007 Tanggal 23 November 2007.

Akibat panitia pengadaan berpedoman kepada standar harga obat yang dikeluarkan oleh Bupati Nisel, Pemkab Nisel dalam kasus ini dirugikan sebesar Rp2.073.934.041.

Seharusnya jika dihitung sesuai dengan harga Menkes, anggaran pengadaan obat hanya sebesar Rp1.126.191.814. Karena berpedoman kepada Keputusan Bupati Nisel, anggaran pengadaan obat menjadi sebesar Rp3.591.978.000. Setelah dipotong pajak sebesar Rp391.852.145, rekanan akhirnya menerima sebesar Rp3.200.125.855.

Buntutnya terdapat selisih harga sebesar Rp2.073.934.041 yang merupakan nilai total kerugian negara berdasarkan hasil audit BPK RI Perwakilan Sumut No 185/XVIII.MDN/01/2011 Tanggal 20 Januari 2011.

Sementara itu, tersangka yang langsung dibawa ke Rutan Tanjung Gusta Medan tidak memberikan pernyataan sehubungan kasus dugaan korupsi yang menimpa dirinya. (BS-021)

Comments

Komentar Anda