Editorial, Seputar Madina

Kemelut DPRD, Kepentingan Daerah Dan Harapan Kepada Bupati

Kemelut di DPRD Madina bisa dikatakan sudah membahayakan daerah. Sebab, kemelut tersebut sudah pada stadium menghambat agenda-agenda persidangan dewan, agenda yang sangat penting bagi kelanjutan perjalanan Kabupaten Madina.
Beberapa kali Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Madina gagal bersidang akibat dua kutup kekuatan kelompok di gedung dewan saling menyerang, saling mengganjal. Selesai maslah Bamus, muncul lagi persoalan kegagalan paripurna LKPJ 2011, beruntung dapat dibuka pada kamis lalu setelah mencukupi quorum.
Lalu, apakah paripurna LKPJ ini akan berakhir sukses? Jika iya, masih banyak agenda yang wajib dilakukan meliputi pembahasan PAPBD 2012, RAPBD 2013, KUA-PPS, paripurna reses. Belum lagi persoalan laporan Pansus Palmaris yang belum diketahui kapan diparipurnakan.

Ingat, waktu hanya tiga bulan sebelum 31 Desember 2012, itu artinya DPRD harus menggenjot agenda PAPBD 2012, KUA-PPS, RAPBD 2013 sebelum tahun baru. Jika DPRD gagal, maka Madina akan menghadapi kesulitan di 2013. Meski APBD 2013 akan memakai pagu APBD 2012, masalah tetap akan banyak yang timbul.
Asistensi pagu-pagu APBD 2013 akan semakin sulit dan membutuhkan energi ekstra, belum lagi banyaknya kemungkinan sorotan dan hambatan dari berbagai komponen terkait akan banyaknya persoalan yang timbul akibat tersendat-sendatnya perjalanan penganggaran. Dus, Madina akan mendapat rapor merah dan kemunduran dalam tataran penilaian dari sisi sinergitas dan kemandegan pemerintahan dan politik.

Kita tidak pada posisi memvonis siapa kutup yang benar dan yang salah di DPRD Madina. Kita hanya melihat bahwa kemelut itu jangan sampai merugikan daerah, menghambat kepentingan rakyat. Perbedaan adalah wajar dalam dinamika politik, tapi jika sudah menjadi kemelut yang berkepanjangan akan sangat merugikan Madina.
Meski kemelut tersebut lebih banyak disebabkan faktor eksternal, namun pada satu sisi, polemik tersebut bisa dinilai sebagai kelemahan Ketua DPRD Madina Imran Khaytami yang tidak mampu merangkul dan mengkondusifkan lembaga legislatif. Sebab, polemik berawal dari munculnya mosi tidak percaya kepada ketua DPRD Madina.
Faktor eksternal bisa diamati dari tataran munculnya ketidakpuasan sebagian anggota DPRD terutama PKS, PPP, Hanura terhadap kinerja eksekutif dan mencoba menyusun kekuatan dalam upaya meningkatkan posisi tawar bagi perubahan arah pemerintahan kepada yang lebih baik.

Pada sisi lain, kemelut DPRD bisa membahayakan bupati, sebab terganggunya kelancaran penganggaran dan legislasi akan merunyamkan perjalanan pemerintahan. Imbas-imbas yang diakibatkan kemelut DPRD akan membuat repot pemerintahan yang pada akhirnya menurunkan kinerja eksekutif dan bermuara pada melorotnya citra kepemimpinan bupati.
Oleh karena itu, bupati dimungkinkan melakukan mediasi dalam upaya menghentikan polemik DPRD. Sebagai unsur Muspida, bupati sah-sah saja memediatori pihak-pihak yang bertikai di DPRD untuk mencari titik temu dan kesepahaman dalam bingkai kedaerahan. Bupati tentunya diharapkan bisa merangkul semua kutb di DPRD Madina, menjauhkan pola-pola politik belah bambu.

Kita yakin, mediasi yang dilakukan bupati memiliki harapan berhasil sukses. Kunci itu ada di tangan bupati jika dilihat dari konstlasi yang ada, baik dari sisi internal maupun eksternal DPRD. Selain itu, harapan kepada ketua DPRD untuk menyelesaikan polemik internal DPRD ini juga dinilai sudah tak memungkinkan lagi karena ketua DPRD merupakan salah satu unsur polemik itu sendiri.

Dan bupati juga sebenarnya berada dalam posisi berkepentingan terhadap kekondusifan DPRD, karena selain untuk kelancaran pemerintahan daerah, polemik berkepanjangn di DPRD juga bisa saja “situasi” yang bisa menghancurkan Hidayat Batubara selaku bupati. Karena bisa saja salah satu partai yang saat ini dekat dengan Hidayat lah yang menyusun skenario rangkaian polemik itu untuk kepentingan jangaka panjang patainya.

Dalam hal ini, bupati diharapkan untuk lebih hati-hati menyikapi polemik DPRD. Terlalu dekat dengan salah satu kutub bertikai seraya menjauhkan diri dari kutub lain di DPRD (politik belah bambu) akan sangat berbahaya.
PKS, PPP,PKB itu adalah partai pengusung Hidayat-Dahlan. Terlalu dekat dengan Golkar sah-sah saja, menjadi ketua Demokrat sah-sah saja. Yang penting, bupati harus bisa merangkul semuanya.(dahlan batubara)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.