ULU PUNGKUT (Mandailing Online) – Kentang Hutanagodang sejak dahulu kala sudah menjadi tanaman budidaya pavorit petani Ulupungkut, Mandailing Natal (Madina) dan menjadi kentang yang sangat digemari konsumen.
Hanya saja, sejak dekade terakhir, volume produksi kentang yang memiliki cita rasa gurih ini terus merosot.
“Belakangan minat masyarakat di Ulupungkut ini bertanam kentang mulai surut. Padahal pasarnya sangat menjanjikan” ungkap Mursal, petani kentang di Hutanagodang, Ulu Pungkut, pekan lalu.
Mursal tak mengetauhi data ril luas produk kentang saat ini di Ulu Pungkut. Sementara berdasar data Badan Pusat Statistik Madina, luas tanam dan panen kentang du Ulu Pungkut tahun 2011 seluas 9,00 hektar dengan produksi sekitar 208,98 ton per tahun.
Luas tanaman kentang itu menurun sejak tahun 2007. pada 2007 misalnya, lusa tanaman kentang di Kecamatan Ulu Pungkut seluas 30 hektar, tahun 2008 seluas 42 hektar, tahun 2009 seluas 43 hektar, tahun 2010 seluas 7 hektar.
Menur Mursal, ada beberapa faktor yang menyebabkan minat petani menurun dalam bercocok tanam kentang. Seperti kondisi lahan yang harus berpindah-pindah.
Pasalnya kata Mursal, sesuai dengan pengalamannya, lahan kentang hanya bisa di kelola untuk 3-4 kali masa panen. ” Lebih dari itu, hasil tanaman kentang akan mengalami penurunan hasil produksi. selain itu, kentang juga akan terserang berbagai penyakit” jelas Mursal.
Selain itu tambahnya, belakangan ini muncul penyakit yang menyebabkan tanaman kentang busuk muda atau berbuah tidak sesuai dengan ukuran normalnya. Biasanya penyakit ini datang ketika umur kentang berkisar antara 1 sampai 2 bulan.
“Ciri – cirinya akan terlihat pada saat umur kentang berkisar antar satu sampai dua bulan. Daunnya akan terlihat seperti mengeriting dan berlayuan. Akibatnya umbi kentang bisa mengalami busuk muda. Jikapun tak busuk, buahnya pasti kerdil. Bila tanaman kentang tetap sehat hingga umur 2 bulan, tentunya tidak akan terserang penyakit lagi hingga masa panen ” terang Mursal.
Sebetulnya kata Mursal, pihaknya sudah beberapa kali melakukan konsultasi dengan PPL dinas Pertanian Kab. Mandailing Natal. Namun hingga saat ini, belum ada solusi yang di keluarkan untuk mengatasi permasalahan penyakit ini.
Selain itu permasalahan hama babi hutan dan monyet yang saban hari terus mengalami kenaikan populasi menjadi ancaman serius bagi para petani kentang. Petani harus rela merogoh uang hingga jutaan rupiah untuk melakukan pemagaran lahan.
“Hama monyet mungkin masih bisa sedikit di atasi karna rombongan monyet itu biasanya datang pada siang hari. Jadi, kami masih berada di kebun. Namun untuk hama babi yang beraksi pada malam hari, terpaksa kami harus melakukan pemagaran, agar babi tidak bisa masuk. Untuk kebun ini saja, yang saya perkirakan paling berkisar seperlima hektar ini, sudah lebih dari satu juta rupiah membeli jaring untuk pagar” aku Mursal, sambil menunjukkan pagar kebun miliknya.
Mursal mengaku untuk masa tanam ini, ia hanya menanam kentang dengan 150 kg bibit. Saat ini usia tanamannya sudah 1 setengah bulan lebih, dan baru bisa di panen setelah kentang minimal berumur 3 bulan 1 minggu. Untuk 1 kg bibit kata Mursal, biasanya akan menghasilkan 10 hingga 15 kg kentang.
“Untuk produksi panen kali ini diperkirakan sekitar 1,5 ton saja, bila dilihat dari jumlah bibit yang ditanam. Masyarakat di sini belum mampu melakukan pengelolaan lahan kentang hingga hitungan hektar. Lagi pula pengelolaan kami masih sangat tradisional” ujar Mursal. (pen/dab)