Artikel

Ketika Cinta Ditolak, Iman Ditabrak?

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik

Cinta ditolak, dukun bertindak!

Begitulah kalimat yang dulu sempat popular bagi pejuang cinta yang menabrak akal sehatnya demi mengejar atau juga melampiaskan sakit hati pada lawan jenisnya. Namun saat ini, dukun tidak lagi diminati. Karena mungkin, kerjanya terlalu bertele-tele apalagi jika sampai merogok kocek yang hingga kendor. Belum lagi bicara manjur tidaknya semburan ataupun kalimat-kalimat sakti ala dukun untuk melumpuhkan lawan jenisnya.

Semakin canggih teknologi komunikasi, semakin manusia ingin melakukan segalanya serba cepat dan instan. Dengan demikian, hasil langsung bisa diperoleh tanpa menunggu proses yang panjang. Begitu juga dengan urusan cinta ini. Jika ingin diterima, maka semua cara dilakukan selain melibatkan dukun, misalnya perzinahan atau pemerkosaan. Dengan dalih cinta dan janji pertanggungjawaban, perilaku bejat tidak lagi dianggap maksiat melainkan hak asasi sebelah pihak. Kenalan di sosial media, janjian ketemu, terjadilah pelampiasan syahwat.

Begitu juga saat cinta ditolak dan ada pihak yang merasa tersakiti atau dilukai perasannya. Dukun tidak lagi mempan, maka aksi nekat semakin marak. Seperti fakta peristiwa yang baru – baru ini terjadi di daerah di Cianjur. Dilansir dari CNN Indonesia.com,  Minggu, (02/05/2021) lelaki bernama Dede (32) nekat membakar mantan pacarnya hidup-hidup karena motif sakit hati. Ia lalu kabur setelah menyiram mantan pacarnya dengan pertalite dan membakarnya hidup-hidup hingga mengakibatkan luka bakar 100 persen. Korban dikabarkan mengalami luka serius dan kritis.

Lain lagi di daerah Bantul. Nani Aprilliani (25) mencampurkan racun sianida ke makanan. Motif takjil sate beracun ini pun karena Nani sakit hati dengan Tomy yang sudah menikahi wanita lain. Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri Budi Sulistiyono menambahkan bahwa racun sianida tersebut dipesan oleh Nani melalui aplikasi online, pada 28 Maret 2021. Dalam riwayat pembelian melalui e-commerce itu pesannya sodium sianida. Ironisnya, takjil sianida mengenai seorang bocah hingga tewas. (detikNews, Senin, 03 Mei 2021)

Sudah tentu kedua peristiwa tersebut membuat masyarakat geger dan merasa ngeri. Apalagi, kasus-kasus balas dendam dengan motif perasaan atau cinta nyaris sering terjadi hingga mengorbankan nyawa pacarnya. Ironis bukan? Lalu, mengapa fenomena mengerikan ini seperti menjamur dan tidak kunjung selesai? Karena masyarakat pasti tidak ingin korban terus jatuh tanpa pencegahan dari semua pihak dengan kerjasama yang baik.

Penyebab nekatnya pelaku untuk menyakiti orang lain pada hakikatnya adalah dendam atau sakit hati. Ketika dua perasaan itu bertemu, lalu setan berbisik terus menerus, sementara iman tidak kunjung di up-grade, maka tidak heran jika perbuatan manusia menjadi liar dan di luar kontrolnya. Sebab iman adalah pengontrol terbaik untuk setiap perbuatan manusia.

Iman yang dimaksud tentunya bukan sembarang iman. Melainkan iman yang mampu membawa manusia menumbuhkan rasa takutnya kepada pemilik alam semesta, manusia dan kehidupan. Iman yang mampu menjawab persolan hidup dengan tuntas memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai fitrah manusia. Itulah sebenar-benar iman.

Bicara soal cinta dan perasaan tidak bisa lepas dari perkara iman. Sebab, imanlah yang akan menjawab bagaimana dan kemana arah cinta itu harus dibawa. Bagi seoarang muslim, jawaban iman itu adalah syariat. Karena konsekuensi keimananya terhadap Allah swt menuntut ketaatannya kepada hukum-hukum Allah. Lalu, adakah Islam mengatur cara menyalurkan cinta/perasaan tanpa mengandung dendam yang menutupui iman seseoarang? Jawabannya tentu saja iya. Karena Islam adalah agama sempurna dan mampu menjawab semua persoalan hidup manusia.

Cinta/persaan suka terhadap lawan jenis dalam perspektif Islam adalah fitrah manusia. Sebagai salah satu potensi hidup yang diberikan Allah sebagai bukti kekuasaan-Nya untuk manusia agar dapat melangsungkan keturunan yang bernasab mulia dan terhormat dengan pernikahan. Oleh karena itu, Islam tidak pernah melarang seseorang untuk menyukai lawan jenisnya dan menikahinya. Bahkan Rasulullah saw menganjurkan keduanya untuk segera menikah jika ada rasa saling suka yang mendorong untuk menyegerakan pernikahan.

Sangat berbeda dengan aplikasi dan pemahaman cinta/perasaan dalam pandangan sekulerisme-liberal. Penganut keyakinan ini memahami bahwa perasaan/cinta adalah hak setiap orang untuk diumbar menurut cara yang dianggap mampu melampiaskan cinta/perasaan tersebut. Halal dan haram ditabrak tanpa merasa bersalah. Itulah akar masalahnya. Gaya hidup sekuler-liberal masyarakat di negeri ini telah megantarkan manusia pada kerusakan pergaulan dan tatanan sosial.

Islam mengajarkan pernikahan, tetapi liberalisme-sekuler mengarahkan untuk berhubungan tanpa ikatan pernikahan alias sex bebas (free sex), termasuk pacaran. Ketika salah satu pihak merasa dikhianati, disakit atau dilukai, maka rasa amarah, kebencian, dan dendam akan muncul. Bahkan bisa memuncak hingga nekat menghiangkan nyawa. Iman ditabrak karena cinta ditolak.

Andai aturan Islam dipakai dan dijadikan sebagai hukum di tengah-tengah masyarakat, maka kedua peristiwa tersebut dan sejenis lainnya akan dapat dicegah sedini mungkin. Karena pergaulan lawan jenis akan diatur sesuai aturan Penciptanya. Proses menuju pernikahan akan digalakkan dengan khitbah, ta’aruf, akad dan walimah.

Bisa jadi saat pertemuan pertama tidak ada rasa. Namun seiring terjadinya proses taaruf demi saling mengenal dengan segala aturanya, tidak menutup kemungkinan muncul chemistry diantara keduanya yang sedang proses taaruf. Dan menjadi jalan untuk mepercepat keduanya untuk dihalalkan oleh walinya. Tabi’at perasaan itu sangat mudah untuk berubah. Karena ia berkembang sesuai rangsangan yang ia terima dari luar. Pertemuan, pandangan, dan obrolan adalah faktor- fakor yang bisa mempengaruhi besar munculnya perasaan terhadap lawan jenis. Oleh karena itu, Islam menetapkan aturan bagaimana memenuhi naluri tersebut dengan benar. Islam hanya membenarkan interaksi jinsi laki-laki dan perempuan hanya dalam kontkes pernikahan bukan pergaulan bebas seperti pacaran.

Jika proses pengenalan (ta’aruf) dilaksanakan dengan benar sesuai aturan Islam, andaipun belum berjodoh, maka tidak akan ada pihak yang memendam rasa kebencian apalagi berniat melakukan perbuatan keji dan munkar seperti dendam dan membunuh. Begitulah cara Islam mencegah terjadinya kejahatan yang hari ini terlihat semakian marak di bawah ideologi  liberal hanya karena alasan sakit hati ditinggal pacar. Jika mereka tidak pacaran, tentu kejadian mengerikan dan aksi berbahaya lainnya tidak akan terjadi.

Oleh karena itu, jalan satu-satunya untuk menghentikan kasus-kasus irrasional atas nama cinta/perasaan di kalangan masyarakat adalah dengan mencampakkan sekuleriseme liberal dan menerapkan aturan Islam sebagai hukum yang mengatur interaksi diantara laki-laki dan perempuan. Wallahu a’alam bissawab

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.