Berita Nasional

Korupsi Indonesia sudah gawat

korupsi

JAKARTA – Korupsi harus diakui bukan saja makin masif dan sistemik, tetapi juga makin telanjang dan bahkan sudah merambah urusan agama, sebagaimana kasus korupsi pengadaan Al Quran yang ikut menyeret politisi senayan dari Fraksi Golkar Zulkarnaen Djabar. Karena itu, tidak cukup memerangi korupsi melalui pendekatan politik dan hukum saja tetapi juga melalui sebuah gerakan kultural.

Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Jaleswari Pramohawardani, secara substantif korupsi pengadaan Alquran tidak ada bedanya dengan kasus korupsi yang lain, kecuali secara psikologis karena Alquran merupakan identitas keagamaan.

“Di sinilah fakta yang kita sebut betapa korupsi itu sudah makin mengerikan, karena secara psikologis masyarakat menilai kok sampai soal buku suci Al Quran pun dikorupsi. Lebih dari itu memang harus diakui korupsi di negara kita sudah makin sistemik dan telanjang koq. Pantas sudah dia kita sebut sebagai sebuah kejahatan luar biasa,” ujarnya, saat menjadi narasumber dalam sebuah diskusi di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, hari ini.

Ia menambahkan, di tengah korupsi yang makin sistemik dan mengakar, butuh pendekatan kebudayaan, hal mana menurut dia justru tidak banyak diberi ruang di tengah masyarakat.

“Ini yang justru banyak ditinggalkan masyarakat kita yaitu pendekatan kebudayaan. Padahal ini sangat efektif dan terutama karena dia sendiri mengakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia sendiri. Kita mungkin bisa hitung berapa banyak halaman koran dan tayangan televisi yang mengangkat soal-soal kebudayaan termasuk strategi memerangi korupsi. Itu kurang sekali,” tandasnya.

Ia tidak menafikan strategi politik dan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi tetap harus ditingkatkan, tetapi tanpa melupakan pendekatan kebudayaan.

“Faktanya politik dan penegakan hukum bahkan oleh KPK pun sudah banyak disusupi oleh kepentingan politik juga kan? Hitung-hitungan koruptor sekarang, paling-paling kalau dihukum masuk penjara dua atau tiga tahun lalu keluar lagi hartanya masih banyak kok. Padahal kalau pandekatan kebudayaan itu sifatnya jangka panjang karena menyentuh soal sikap dan karakter seseorang untuk tidak melakukan korupsi,” jelasnya.

Dari sekian pendekatan kebudayaan itu, kata dia, adalah keteladanan pemimpin yang menjadi faktor paling utama.

“Bagaimana seorang Presiden bicara antikorupsi kalau ternyata ia sendiri korupsi misalnya atau bahkan melindungi koruptor? Bagaimana pula anggota DPR bicara antikorupsi kalau mereka sendiri korupsi. Intinya adalah keteladanan. Ini salah satu pendekatan kebudayaan yang bisa kita lakukan, selain kita bicara soal pendidikan,” jelas anggota Dewan Penasihat The Indonesian Intitute tersebut.

Koordinator Divisi Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, menilai maraknya kasus korupsi hingga masuk ranah keagamaan seperti suap dalam pembahasan anggaran Al Quran di Kementrian Agama sudah sangat mengkhawatirkan.

Bahkan, Ade menyatakan Indonesia sudah masuk situasu gawat darurat dalam penanganan penyakit kronis. “Orang tidak hanya takut pada manusia, tapi Tuhan pun dia pertaruhkan untuk dapat keuntunan bagi pribadi maupun kelompok mereka,” jelas Ade usai diskusi DPD RI, Jakarta, hari ini.

Dia melihat korupsi terjadi karena kombinasi dari banyak problem, mulai dari persoalan politik sampai problem penganggaran dan birokrasi. “Problem politik saya kira, korupsi-korupsi macam ini memperlihatkan kondisi politik yang tidak sehat, terutama dari partai,” lanjutnya.

Problem anggaran tersebut, lanjut Ade, memperlihatkan bahwa mekanisme penganggaran di Indonesia masih membuka celah-celah bagi siapa pun, terutama mereka yang punya kekuasaan, untuk mengambil uang rakyat.

Sementara itu, problem birokrasi tampak dari bagaimana kementerian dan DPR tidak mengabdi terhadap kepentingan rakyat, tapi mengabdi pada kepentingan pengusaha.(mediaindonesia)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.