Oleh : Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik
Langkah pemerintah menyatakan Front Pembela Islam (FPI) sebagai ormas terlarang memicu polemik. Prokontra pun mengemuka menyikapi pembubaran ormas yang dipimpin Habib Rizieq Shihab itu. Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik menilai cara pemerintah “menggebuk” FPI membahayakan hak konstitusi warga negara Melalui Twitternya, Rachland mendilai pemerintah telah mengambil kewenangan hakim untuk mengadili dan memutuskan pelarangan FPI.
Oleh karena itu setelah FPI, lanjut dia, organisasi apa pun bisa dibubarkan sesuai dengan keinginan pemerintah. Rachland mengatakan bahwa cara pemerintah menggebuk FPI membahayakan hak konstitusional semua warga negara. Pemerintahan Jokowi mengambil ke tangannya sendiri kewenangan hakim untuk mengadili dan memutuskan. Organisasi apa pun kini bisa dibubarkan dan dilarang bila tak sesuai selera penguasa. Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitternya, @RachlanNashidik, Kamis (31/12/2020). Sebelumnya, dalam salah satu cuitannya, Rachland berpendapat kebebasan berserikat adalah hak asasi manusia dan dijamin konstitusi. (sindonews.kamis, 31/12020)
Sangat disayangkan dengan keputusan pemerintah membubarkan Ormas Islam Front Pembela Islam (FPI). Keputusan super kilat tanpa melakukan proses hukum dan pengadilan. Pencabutan izin organisasi bersifat dadakan. Padahal, seharusnya ada prosedur yang harus dijalani demi mendapatkan bukti kebenaran terhadap tuduhan bagi terdakwa/tersangka.
Pencabutan izin Ormas Islam secara sepihak dan dadakan bukanlah baru pertama terjadi di rezim sekarang. FPI adalah Ormas Islam kedua setelah HTI korban pertama. Pasca disahkannya Perppu penggebuk yang berpotensi sewenang-wenang. Artinya, Ormas Islam lain yang beraktifitas sama dengan HTI maupun FPI, yaitu dakwah, tinggal menunggu waktu saja kena gebuk oleh rezim.
Wacana pembubaran Ormas FPI sudah ada sebelum rezim Jokowi. Karena Ormas ini dianggap ekstrem dan radikal. Aksi-aksi sweeping yang dilakukan oleh FPI terhadap aktifitas maksiat dianggap sangat menganggu para pemilik usaha maksiat tersebut. Seperti bar, kasino, rumah asusila, dan juga warung remang-remang. Apalagi aktifitas sweeping tersebut sangat gencar menjelang ramadhan.
Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan alasan yang dianggap legal menggebuk Ormas Islam seperti FPI. Termasuk melancarkan banyak fitnah dan informasi hoax. Seperti mengeluarkan jargon-jargon anti Pancasila, anti NKRI, membahayakan keamanan negara, dan banyak lagi.
Padahal, ormas Islam yang eksis di Indonesia apalagi FPI, faktanya banyak membantu pemerintah. Terlibat terjun bahu-membahu dalam menangani bencana nasional seperti tsunami,banjir,kebakaran, dan sebagainya. Tidak hanya sifatnya praktis, tapi juga preventif untuk menjaga masyarakat agar tidak terjerumus jatuh pada kerusakan yang lebih parah dengan dakwah. Mengajak masyarakat sama-sama mengoreksi penguasa jika salah dalam mengambil kebijakan yang berpotensi bisa mendzalimi rakyat. Lalu, dimana salah Ormas Islam?
Penguasa di rezim sekarang terlihat begitu bersyahwat untuk menggebuk siapapun yang bertentangan dengan kebijakannya. Bukan hanya Ormas Islam, individu perorangan pun tidak luput dari stick gebuk rezim. Pemerintah terus menunjukkan taringnya bagi siapapun baik Ormas maupun individu jika tidak menerima atau sejalan dengan kebijakannya.
Banyak sudah pengamat yang mengatakan bahwa rezim sekarang adalah rezim anti Islam. Karena terus berulah pada Ormas Islam yang dianggap menganggu dan berbahaya. Padahal, bahaya yang dimaksud adalah bahaya bagi eksistensi jabatan dan kebijakan mereka yang berkuasa. Sebab kekuasaan yang mereka genggam sekarang telah jauh disalahgunakan. Mulai dari korupsi yang merajalela, menciptakan politik dinasti, oligarki, hingga menggadaikan tanah negeri untuk asing atas nama investasi. Dan pemerintah merasa gerah jika ada kelompok atau krititik individu yang berani membongkar rencana jahat mereka untuk masyarakat dan bangsa ini.
Mungkin rezim tidak sadar, seperti yang disampaikan oleh Rachland Nasidik bahwa penggebukan terhadap Ormas Islam telah membahayakan konstitusi negara. Betapa tidak? Negara yang konon menjungjung hak asasi manusia dengan hukumnya yang humanis, ternyata tidak sesuai kenyataan di lapangan. Fakta menunjukan sebaliknya. Rezim yang ada sangat refresif dan dzalim.
Kejadian yang menimpa FPI hari ini dan HTI kemarin atau siapapun berikutnya, telah nyata menunjukkan bahwa sistem pemerintahan yang dibangun berdasarkan hukum buatan manusia akan tumpang tindih dan keadilan hanya mimpi. Sikap refresif, sewenang-wenang dan dzalim adalah kenyataan yang terlihat.
Semoga masyarakat menyadari bahwa rezim yang mengadopsi sekulerisme dan kapitalisme adalah rezim yang anti Islam dan prestasi yang bisa dibanggakan darinya hanyalah menggebuk Ormas Islam! Layakkah dibanggakan dan dipertahankan? Tentu jawabannya adalah tidak.
Saatnya masyarakat, khususnya kaum muslimin sebagai mayoritas menyadari bahwa, mempertahankan rezim dan sistem demokrasi kapitalis hanyalah memperpanjang umur kedzaliman terhadap Islam. Sejatinya tidak boleh lagi diam seperti setan bisu ketika semuanya telah terlihat jelas atas apa yang menimpa Islam dan kaum muslimin! Tidaklah negeri ini akan mendapat berkah dari Allah SWT jika kewajiban yang diperintahkan kepada manusia ditutup jalannya oleh penguasa.
Sudah waktunya Indonesia membuang sekulerisme dan mengadopsi sistem Islam demi perbaikan segala problemtika yang ada. Seperti janji Allah SWT bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin. Dan rahmat itu akan terlihat dan terasa jika syariat Islam ditegakkan secara kaffah. Wallahu a’lam bissawab.***