PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Kebutuhan sayur mayur dan buah di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) masih lebih banyak dipasok dari luar daerah seperti Bukit Tinggi, Tapsel dan Karo. Nilai transaksi oleh para pedagang pemasok mencapai sekitar 6 milyar per bulan.
Jika petani lokal mampu memproduksi dan menyuplai ragam sayur mayur, maka uang sebesar itu tidak perlu melayang ke luar daerah.
Itu diungkapkan Wakil Bupati Madina Drs Dahlan Hasan Nasution kepada puluhan petani di Desa Hutapuli, Kecamatan Siabu, pekan lalu didampingi Kepala dinas pertanian dan peternakan Madina Taufik Zulhandra Ritonga.
Untuk itu, sejauh ini Pemkab Madina terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi kerakyatan, misalnya penyuluhan bagi para petani agar lebih kreatif dan produktif dalam menjalankan usaha taninya.
Sebab, kata Dahlan, hal yang paling kecil di lingkungan sendiri apabila dibiarkan sudah memeroleh keuntungan yang cukup besar bagi orang lain padahal masyarakat sendiri yang terkadang tidak serius mengerjakannya.
”Misalnya sayur-mayur, bayangkan saja bapak-ibu sekalian kita sudah menghabiskan uang ke daerah lain hanya untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah kita sehari-hari, untuk sebulan 6 miliar, atau sekira 72 miliar setahun. Itu jumlah yang sangat besar kita hamburkan hanya karena kemalasan kita sendiri,” ucap Dahlan.
Kata Dahlan, pada dasarnya Madina termasuk alam yang subur dan makmur dan diyakini bisa mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera dan untuk mewujudkan itu tidak hanya tugas dan pekerjaan pemerintah saja tetapi masyarakat juga harus berpartisipasi dengan pemerintah.
“Saya kasihan melihat masyarakat kita sekarang, hanya untuk kebutuhan daun singkong, kangkung, sawi, dan jenis palawija lainnya kita harus mengeluarkan uang. Padahal dari kesuburan tanah Madina sepantasnya bisa memproduksi sayur-mayur untuk dijual ke luar daerah tetapi yang ada sebaliknya,” ungkapnya.
Cara yang lebih tepat, kata Dahlan, adalah bagi masyarakat petani agar tidak mengosongkan lahan pertaniannya dan mengisinya dengan tanaman lain yang tidak merusak tanaman pokok. “Seperti di sawah kan bisa ditanami sayur di sepanjang pinggir lahannya, dan begitu juga di kebun. Kita jangan berpikir lagi sebagai konsumen tetapi harus bisa menjadi produsen di bidang kita masing-masing demi kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi kita semua,” pesannya.
Di tempat terpisah, salah seorang petani. Nurul (45) mengaku sadar kalau selama ini dia sendiri sudah lama tidak lagi menanami sayur-mayur seperti yang disampaikan wabup tersebut. Padahal sekitar 5 tahun lalu dia bisa memeroleh uang ratusan ribu rupiah setiap minggu dari tanaman sayur di pinggir sawahnya.
”Ada juga sedikit kendala karena selama ini banyak lahan kami yang tidak bisa digunakan lagi, karena itulah kami tidak mengerjakannya lagi selama bertahun-tahun. Padahal apabila terus dikerjakan tetap bisa menghasilkan uang,” katanya.(mt)