Artikel

Omnibus Law Hancurkan Izin Lingkungan Hidup

Oleh : Siti Khadijah Sihombing
Tinggal di Barus, Tapanuli Tengah

 

Beberapa pekan lalu kita dikejutkan dengan pengesahan RUU Omnibus Law. Walaupun seluruh rakyat menolak pengesahan UU ini namun embahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja tetap dikebut dan telah sah menjadi undang-undang dalam sidang paripurna parlemen kemarin, Senin (5/10). (katadata.co.id)

Pasal-pasal yang bermunculan sangat kontroversial, terutama soal ketenagakerjaan. Tetapi, isu lingkungan hidup dalam RUU Cipta Kerja pun tidak kalah mencengangkan. Berkoar-koar mengatakan akan menjamin kelestarian alam, tetapi beberapa pasal justru bertolak belakang dengan hal tersebut dengan dalih menggenjot investasi.

UU Cipta Kerja secara garis besar menghapus, mengubah, dan menetapkan aturan baru terkait perizinan berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pemberian izin lingkungan kini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak dapat lagi mengeluarkan rekomendasi izin apapun. Hal ini tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 yang menyebutkan analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal menjadi dasar uji kelayakan lingkungan hidup oleh tim dari lembaga uji kelayakan pemerintah pusat. (katadata.co.id)

Tim itu terdiri atas unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan ahli bersertifikat. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Keputusan ini akan menjadi syarat penerbitan perizinan berusaha dari pemerintah.

Hal ini bertolak belakang dengan aturan sebelumnya. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 menyebutkan dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangan. Jika tidak ada rekomendasi Amdal, maka izin lingkungan tak akan terbit. (katadata.co.id)

Parahnya lagi, kini analisis dampak lingkungan hanya untuk proyek berisiko tinggi. Tetapi, dasar mereka untuk menentukan proyek berisiko rendah atau tinggi juga belum terang benar aturan yang ingin ditetapkan.

Hal inilah yang mendapat kritik dari sejumlah pegiat lingkungan hidup. Bagaimana tidak?! Sebab para pegiat lingkungan sangat memperhatikan bagaimana nasib rakyat kedepannya. Tetapi hari ini para penguasa negeri tak pernah peduli kepada rakyat.

Sungguh miris nasib rakyat hari ini. Kehidupan mereka tak lagi mendapat perhatian dari penguasa. Mereka harus memiliki kekuatan untuk dapat bertahan hidup dan harus kuat dalam memepertahankan hak mereka.

Ini semua adalah buah dari sistem kapitalisme yang mana semua yang terjadi dalam kehidupan ini pasti dihitung keuntungan dan kerugiannya.

Penguasa tak lagi mendengarkan kata-kata rakyat. Sebab yang terpenting bagi penguasa adalah nasib para korporasi yang ingin melakukan investasi. Rakyat kecil hanya di anggap sampah dan menyusahkan. Mereka juga tak mampu memberikan keuntungan untuk penguasa. Rakyat kecil hanya di jadikan sasaran empuk untuk memdapatkan keuntungan.

Begitulah watak dari sistem kapitalisme ini. Sebab kapitalisme adalah sistem yang berakidahkan sekuler maka tak heran jika mereka menjunjung kebebasan baik kebebasan bertingkah laku maupun kebebasan kepemilikan. Jadi wajar saja sistem kapitalisme ini tak akan mampu sejahtera rakyat. Sebab para penguasa dalam sistem kufur imi hanya menginginkan kekayaan saja.

Sebenarnya rakyat bukan butuh UU baru tapi rakyat butuh sistem baru. Sistem yang mampu memberikan kesejahteraan dan menyelesaikan persoalan rakyat dengan baik. Yaitu sistem islam.

Sistem islam adalah sistem yang berasal dari sang Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan manusia. Jadi tak akan ada sistem yang lebih baik dari islam.

Lihat saja bagaimana pemimpin dalam sistem islam, mereka mengayomi rakyat dengan berlandaskan alquran dan assunnah.

Dalam sistem islam kepemilikan itu diatur dan dibagi menjadi 3 yaitu kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu.

Kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.

Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Rasul saw. juga bersabda:

ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Jadi, sudah jelas bahwa kekayaan alam adalah kepemilikan umum jadi semua hasilnya akan diberikan kepada rakyat. Sedangkan tanah hak milik rakyat adalah kepemilikan pribadi jadi negara tak berhak mengambil paksa kecuali untuk pembangunan layanan publik seperti pelebaran jalan, pembangunan rumah sakit dan lain-lain, tetapi ini semua harus diberi ganti rugi kepada rakyat bersangkutan tanpa mendzolimi mereka sedikit pun.

Lahan yang rakyat punyai tak akan diganggu gugat oleh pemerintah apalagi untuk kepentingan para investor asing yang akan merusak ekosistem lingkungan hidup.

Kita semestinya sadar dan bersegera menjalankan semua ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam. Penerapan seluruh syariah Islam tentu membutuhkan peran negara. Pasalnya, banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Tanpa peran negara yang menerapkan syariah Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana terjadi saat ini. ***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.