Oleh: Yuni Yartina
Aktivis Muslimah
Papua, ujung negeri yang saat ini tengah berkonflik dengan adanya KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) masih harus menambah penderitaan. Enam orang dikabarkan meninggal akibat kelaparan. Khususnya menimpa wilayah Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Dampak dari adanya badai El-Nino mempengaruhi produktivitas panen. Masyarakat di daerah yang terdampak akhirnya kelaparan karena gagalnya panen yang merupakan makanan pokok mereka. Bantuan pun sedikit terhambat karena mempertimbangkan penyusupan oleh KKB, sehingga penyaluran bantuan dilakukan dengan sangat hati-hati. Akses pedalaman Papua harus menggunakan pesawat terbang sehingga perlu mobilisasi masyarakat untuk mengambil bantuan dengan jalan kaki ke titik yang ditentukan. Pemerintah Kabupaten mencoba menurunkan bantuan kekeringan ini untuk mencegah terulangnya musibah kelaparan hingga meninggal dunia. (Kompas.com, 30 Juli 2023).
Sungguh ironi kondisi ini harus terjadi, ditengah berlimpahnya sumber daya alam dalam negeri. Terlebih Papua yang begitu kaya akan hasil alamnya. Tentu, sudah terkenal pula di sana terdapat PT. Freeport yang pada tahun 2018 Bapak Presiden Jokowi Dodo meminta agar tidak ada lagi yang beranggapan bahwa Freeport milik Amerika Serikat, karena Indonesia telah memiliki mayoritas sahamnya sebesar 51,23%. Lantas, inilah yang masih terjadi di Papua, bencana kelaparan.
Negeri kita telah merdeka hampir 78 tahun, namun masih terjadi ketimpangan ekonomi dan pembangunan. Yang lebih mengherankan, Papua merupakan wilayah yang kaya. Inilah akibat jika urusan ekonomi dan politik dipengaruhi kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Penerapan sistem ekonomi yang bersandar pada prinsip kapitalistik membuat kekayaan tidak terdistribusi merata, sehingga seringkali kita melihat ada orang yang memiliki harta kekayaan berlimpah ruah dan satu sisi lain ada orang yang sangat kekurangan hingga mati kelaparan. Pengaruh ekonomi kapitalis menjadikan kepemilikan yang harusnya menjadi milik umum, bisa bebas dikuasai oleh individu dan korporat. Ini berujung pada rakyat kecil yang semakin tercekik, sementara pemilik modal besar semakin berjaya dengan bisnisnya.
Jika kita mempelajari Islam secara dalam, akan kita dapati bahwa Islam sebenarnya memiliki aturan terkait ekonomi dan politik. Tidak seperti yang dipahami sekarang dengan prinsip sekuler, Islam hanya sekedar dijadikan sebagai agama yang merupakan ritual ibadah saja.
Islam memiliki mekanisme untuk menjadikan rakyat sejahtera. Jangankan kelaparan, jika rakyat sejahtera, untuk mencari rakyat yang berhak menerima zakat saja akan kesulitan. Percaya atau tidak, ini pernah terjadi di masa pemerintahan Islam yang pernah berlangsung selama 14 abad lamanya. Lantas bagaimana mekanismenya ?
Pertama, Islam melarang kekayaan yang merupakan milik umum, dikuasai oleh individu/korporasi apalagi asing. Hal ini membuat hasil kekayaan umum akan optimal dirasakan oleh semua rakyat, tidak hanya segelintir orang. Berdasarkan hadist Nabi shalallahu alaihi wassalam: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Kedua, Islam akan meratakan distribusi ekonomi dan pembangunan dengan landasan bahwa semua rakyat memiliki hak untuk dilayani. Sehingga, anggaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di setiap wilayah, tanpa memandang besar atau kecil pendapatan wilayah tersebut.
Ketiga, Khalifah (sebutan pemimpin dalam sistem khilafah, pemerintahan Islam) memiliki kesadaran penuh bahwa setiap rakyat harus mendapatkan pelayanan yang sama dari segi kebutuhan pangan, akses transportasi, pendidikan, kesehatan dan kemajuan teknologi. Sehingga ketakutannya kepada Allah sangat besar ketika ada yang merasa dilalaikan dari kewajibannya.
Pernah dikisahkan, Khalifah Umar bin Khattab selalu berkeliling sehabis shalat Subuh menelusuri gang-gang kecil. Hingga beliau mendengar sebuah percakapan di balik satu rumah. Di dalamnya ada seorang anak yang meminta makan kepada ibunya. Khalifah mendengar sang ibu memasak sesuatu, namun hingga waktu lama saat beliau kembali melewati rumah tersebut, tak kunjung masak juga dan masih terdengar suara anak merengek. Hingga Khalifah Umar mengetuk pintu rumah tersebut dan bertanya apa yang dimasak oleh sang ibu dan mengapa tak kunjung masak. Ternyata sang ibu sengaja memasak batu karena tidak ada makanan untuk diolah sembari menunggu sang anak ngantuk dan tertidur (hingga lupa akan laparnya). Khalifah Umar sangat merasa berdosa, dan langsung bergegas membawakan bahan makanan yang beliau angkat sendiri. Ajudan beliau ingin membantu namun beliau dengan emosional mengatakan bahwa “ini adalah kewajibanku! Aku telah lalai membiarkan ada umat yang kelaparan”. Sungguh gambaran pemimpin yang bijaksana hanya bisa dilahirkan oleh sistem kepemimpinan yang benar, bersumber dari aturan Sang Pencipta. Wallahu’alam bish shawwab.