Masyarakat kota Panyabungan, Mandailing Natal setiap bulan Ramadhan selalu ramai mengunjungi tempat-tempat penjualan menu buka puasa (parbuko), baik yang di pinggir jalan maupun di pasar dadakan.
Yang paling ramai dikunjungi oleh masyarakat adalah Pasar Baru Panyabungan untuk membeli toge dan pakkat (pusuk ni otang) sebagai makanan yang tidak pernah tinggal jika waktu berbuka tiba.
Toge Panyabungan yang paling terkenal dulunya adalah toge “Taing Tumpat“ yang sampai saat ini masih juga dicari-cari masyarakat yang ingin membeli toge di pelataran parkir Pasar Baru Panyabungan. Padahal Taing Tumpat sudah beberapa tahun lalu meninggal dunia, dan memang keluarganya masih meneruskan usaha yang ditekuni sejak kecil bersama orangtuanya.
Penulis ingat betul kemasyhuran toge Taing Tumpat di era tahun 2000-an yang lalu. Nama Taing Tumpat semakin kesohor dimana pada waktu itu Bupati Madina H. Amru Daulay setiap kedatangan tamu dari luar Kabupaten Mandailing Natal selalu memesan toge Taing Tumpat yang merupakan salah satu makanan khas Panyabungan selain kipang.
Sewaktu Gubsu T. Rizal Nurdin yang berkunjung ke Kabupaten Madina, sempat bertanya kepada penulis, “apa sebenarnya yang istimewa dari Toge Taing Tumpat?”. Penulis menjawab bahwa cara memasak dengan memakai kayu bakar adalah kuncinya. Sebab memasak cendol, lupis, gula dan santan yang menggunakan kayu bakar menyebabkan rasa dan aromanya sangat jauh berbeda dengan yang dimasak pakai kompor.
Dalam kesempatan itu juga, Pak Gubsu juga bertanya, “kenapa pembuat toge lain juga tak memakai kayu bakar?” Itulah, sebagaian besar pedagang toge yang ada di Kota Panyabungan, menganggap penggunaan kayu bakar lebih boros. Padahal, disitulah salah satu ciri khas yang dimiliki oleh toge Taing Tumpat yang namanya populer kemana-mana. Setelah Gubsu mendapat penjelasan dari penulis waktu itu, beliau langsung menyantap toge yang telah disajikan di pendopo Bupati Madina.
Almarhumah Taing Tumpat telah lama meninggal dunia, tetapi usaha toge-nya hingga sekarang, termasuk Ramadhan 1436 H ini, pembeli masih mencari dan bertanya, dimana tempat jualan toge Taing Tumpat sekarang? Salah seorang warga pun menanggapi, “Itu di sudut jalan ini, tapi Taing Tumpat sudah lama meninggal dunia dan yang meneruskan jualannnya adalah adik dan saudara-saudaranya. Memang kualitas togenya sampai sekarang tak berobah, rasa dan aromanya masih seperti dulu”.
Begitulah, ketika penulis Jum’at pekan lalu (19/6) belanja ke pelataran parkir Pasar Baru Panyabungan, nampak pembeli masih antri menunggu di sekitar tempat jualan toge keluarga Taing Tumpat.
Penulis : Iskandar
Editor `: Dahlan Batubara