Panyabungan, Berkaitan semakin dekatnya jadwal pembahasan RAPBD Kabupaten Mandailing Natal Tahun Anggaran 2011, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Madina Ali Mutiara Rangkuti, mengingatkan pemerintah daerah, DPRD maupun KPU Madina dalam hal percepatan pemungutan suara ulang Pemilukada Madina sesuai dengan amanah putusan Mahkamah Konstitusi.
“Semua pihak harus fokus dalam mempersiapkan hal tersebut. Tidak ada satupun alasan, baik alasan hukum formil, politik, maupun anggaran, untuk menunda-nunda atau memperlambatnya,” tegas Ali Mutiara di Panyabungan, Jumat (10/12/2010).
Seputar masih banyaknya perdebatan tentang pasangan calon yang berhak ikut serta dalam pemungutan suara ulang, Ali Mutiara mengatakan, sampai saat ini ia belum melihat adanya putusan hukum yang mengikat secara tegas tentang adanya perubahan akan hal tersebut. Sehingga semua pasangan calon berhak ikut serta dan masyarakat tidak perlu resah.
“Hal terpenting yang harus menjadi pemikiran pemerintah dan masyarakat, adalah bagaimana menciptakan sebuah kondisi yang kondusif bagi daerah untuk menyelenggarakan pemungutan suara pada pemilukada yang akan datang, baik dari aspek stabilitas daerah maupun anggaran. Khusus mengenai anggaran, saya ingin tegaskan bahwa tidak ada harga yang pantas untuk sebuah momentum aktualisasi kedaulatan rakyat. Untuk itu saya berharap bahwa kebijakan APBD 2011 harus diarahkan untuk mempercepat pemungutan suara pemilukada,” paparnya.
Tentang kemungkinan adanya lagi money politics dalam pemungutan suara ulang yang akan datang, Ali mengungkapkan, sejak awal, sebelum pemungutan suara yang lalu, ia sudah pernah sampaikan bahwa terjadinya praktik money politics kerap tidak hanya berawal dari kemauan dari pasangan calon Bupati/Wakil Bupati, namun didukung oleh masih dominannya partisipasi politik masyarakat yang tidak sehat.
“Untuk itu, saya kembali berharap agar kebijakan anggaran ke depan tidak hanya diarahkan kepada penyelenggaraan pemungutan suara, namun dengan bekerjasama dengan infrastruktur sosial yang ada, baik media maupun lembaga swadaya masyarakat, KPU dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya-upaya penyehatan partisipasi publik dalam pemilukada. Sosialisasi anti money politics harus menjadi perhatian,” tandas Ali Mutiara.
Di tempat yang berbeda, Direktur Program Peningkatan SDM dan Partisipasi Publik CSAID (Centre for Studies and Aid Information of Development) Ridwansyah Lubis, menegaskan bahwa pentingnya sosialisasi anti money politics, tidak boleh diaktualiasikan dengan sekadar kampanye spanduk dan poster yang berisikan jargon-jargon anti money politics.
“Kita harus melihat money politics secara lebih substantif, dengan melihatnya sebagai bentuk gerakan apatisme masyarakat secara massal terhadap pemerintahan dan pembangunan yang selama ini berjalan. Masyarakat akan menolak money politics selama masyarakat ‘mengakui’ peran pemerintah secara efektif dalam perubahan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian masyarakat tidak akan menjual hak politiknya demi lembaran uang receh, dengan mempertaruhkan masa depan hidupnya secara kolektif,” tanggap Ridwan.
Untuk itu, sosialisasi anti money politics nantinya, diharapkan dapat melibatkan banyak komponen masyarakat, dan dilakukan dalam bentuk yang lebih efektif untuk membangun kesadaran masyarakat. Dalam pola jangka panjang, penyadaran masyarakat ini harus aktualisasikan oleh pemerintah daerah yang akan datang, dengan tidak lagi mengabaikan berbagai bentuk aspirasi publik, harap Ridwan. (BS-026)
Sumber : Berita Sumut