PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Hingga kini petani di Madina (Mandailing Natal) belum serius menggeluti budidaya jagung.
Padahal, trend industri dan pakan ternak yang meningkat telah memberi peluang makin tingginya pasaran jagung sebagai bahan baku.
Ketua Perhimpunan Petani Jagung Indonesia (Hipjagin) Madina, Drs.Motinggo Buse Nasution kepada waratawan, Rabu (17/4) mengungkapkan animo petanoi terhadap budidaya jagung masih dikalahkan tanaman lain seperti padi dan sayuran lainya serta tanaman keras, sehingga produksi jagung masih rendah.
Rendahnya minat pada jagung, juga menjadikan lahan-lahan kering lebih banyak ditanami jenis tanaman keras, seperti karet dan kakao.
Menurutnya, dari dulu, petani menanam jagung tidak pola tetap, melainkan musiman atau berada diantara musim panen dan musim tanam padi.
Pola ini menyebabkan usaha budiya jagung tidak bisa berkembang. Sebab, pola yang tanam yang musiman ini menyebabkan sirkulasi pasaran jagung rendah di Madina menyebabkan pasarannya jadi tak menentu.
Padahal, katanya, bertanam jagung bisa menghasilkan dua sisi dengan pola tumpang sari, dimana petani tidak saja mendapat hasil dari jagung, tetapi juga memperoleh hasil tambahan dari tanaman penumpang.
“Saya yakin jika saja ada program untuk tumpang sari tanaman jagung dan sejenis lainnya, itu akan berhasil,” jelasnya.
Peluang pasar untuk jagung menurut Mutinggo, saat ini sangat bagus dilihat dari harga yang naik dari Rp. 3.000 menjadi Rp.3.500 per kilo gram jagung kering. (mar)