Artikel

Potensi Pemuda Rantau yang Diabaikan Pemda Madina

Oleh : Nanda Sri Wahyuni Pulungan

Anak muda adalah aset negara. Kita percaya bahwa anak muda masih mempunyai banyak energi, ide-ide segar dan mau belajar. Mereka berani mengambil resiko dan tidak ragu mencoba hal-hal baru.

Sudah saatnya, Mandailing Natal membuka mata, pikiran dan hati seluas-luasnya bahwa selamanya bumi Gordang Sambilan tidak akan pernah berkembang jika masih terus menerus menutup diri. Menutup diri dari teknologi yang semakin canggih, pusat perbelanjaan yang ramah lingkungan, kesehatan yang diprioritaskan dan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pemuda Madina, notabenenya didominasi oleh para kaum perantau. Merantau ke luar kota untuk mendapat pendidikan dan meningkatkan kualitas diri. Pasalnya, di kota ini belum ada kampus yang menjanjikan pendidikan terbaik bagi para anak mudanya. Hanya ada satu kampus yaitu STAIN Madina.

Mandailing Natal banyak melahirkan putra putri daerah yang mempunyai segudang prestasi tapi minum apresiasi.

Mengapresiasi dan memfasilitasi adalah hal yang sangat penting bagi masing-masing pelajar ditengah hidup dengan ekonomi pas-pasan. Sebagian besar pemuda Madina memiliki keinginan yang sama untuk mengharumkan nama, budaya, kekayaan alam, pendidikan dan kesehatan di Madina. Namun, mereka selalu berpikir puluhan kali ketika sudah sukses dan menyelesaikan studi apakah harus pulang ke kampung halaman? Maka saat ini adalah momen yang tepat untuk melihat kembali peran anak muda dalam percaturan kehidupan sosial-politik, kesehatan dan pendidikan di Mandailing Natal (Madina). Mengapa?

Pertama, perlunya mengapresiasi anak muda yang merantau dengan berbagai hal yang membuatnya merasa dihargai dan dibutuhkan perannya untuk kemajuan Madina. Kita bisa membuat sebuah acara yang mengumpulkan dan membuat forum diskusi seluruh anak muda  yang sedang kuliah di berbagai PTN yang tersebar di Indonesia. Membuat data semua prestasi dan mengumumkannya dengan bangga bahwa apapun yang mereka perjuangkan tidak ada yang sia-sia. Madina membutuhkan anak muda. Hanya ajang apresiasi, yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh pemerintah atau para anggota DPD KNPI Madina. Dan lebih baik jika ditambahkan dengan adanya beasiswa.

Kedua, perlunya membuat platform digital yang resmi dan di-update secara berkala untuk transparansi pemerintah dan info-info Madina. Dan yang melek teknologi hanyalah anak muda. Yang bisa mengetahui pemblokiran, mencegah tersebar hoax di medsos dan yang hadir di tengah-tengah masyarakat adalah anak muda. Bahkan, masih banyak masyarakat desa dan para orang tua yang tidak memiliki hp dan tidak tahu menahu tentang apa-apa. Apalagi di masa pandemi virus corona ini, diharapkan yang bisa menyebarkan informasi adalah anak muda karena lebih paham orang-orang terdekatnya masing-masing. Dibandingkan berkoar-koar di sepanjang jalan tidak ada yang peduli. Pemerintah saat ini, hanya asal jadi, asal ada saja kegiatannya, masuk berita dan koran, tanggung jawab lepas. Seharusnya, berbaur dengan masyarakat, lihat apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Bukan hanya sehabis pemilu yang terdengar kasus korupsi.

Ketiga, berdayakan mahasiswa dan para anak muda dengan sebaik-baiknya. Anak muda ada dalam segala disiplin ilmu. Dari segi kesehatan, kita bisa membuat pengabdian masyarakat seperti sosialisasi kesehatan, cek tensi gratis dan lain-lain. Kerahkan anak muda untuk turun tangan dan percayakan kepada mereka. Dari segi pendidikan, selama pandemi tidak bersekolah bisa membuat komunitas naposo nauli bulung untuk mengajar anak-anak di daerah sekitar.

Banyak hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk perubahan Madina yang lebih baik. Jika bapak dan ibu yang sedang duduk di kursi pemerintahan hanya meneruskan jobdesk  dari kepengurusan sebelumnya tanpa ada memberikan perubahan, lebih baik anggarkan pendapatan negara untuk acara-acara kecil yang merakyat dan melibatkan warga secara utuh. Itu lebih memberikan dampak jika dilakukan terus menerus dengan evaluasi-evaluasi yang dimusyawarahkan.

Pendeknya, bahwa Madina sebagai daerah yang plural adalah keniscayaan. Oleh karena itu, mengelola pluralitas masyarakat dengan melibatkan anak muda adalah jalan terbaik untuk Madina yang lebih madani. Budaya tidak membentuk manusia. Manusialah yang membentuk budaya. Mari kita bentuk budaya baru. Walaupun tidak sempurna, Madina layak diperjuangkan.***

Nanda Sri Wahyuni Pulungan adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran USU.

Tetapi dia juga menulis karya sastra, terutama pusi. 

Beliau sudah menerbikan dua buku kumpulan puisi : “Hujan di Semenanjung Gersang” (2018) dan  “Usah Kau Kenang Lagi” (2019).

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.