(Mengenang Z Pengaduan Lubis)
Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing
Sebenarnya gagasan untuk mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing sudah muncul 14 tahun yang lalu ketika kami mendirikan Yayasan Pengkajian Budaya Mandailing (YAPEBUMA) dengan mengumpulkan kurang lebih 90 orang mahasiswa Mandailing dan didukung oleh beberapa orang donator yang benar-benar mencintai kebudayaan Mandailing dan ingin mengangkatnya kembali ke permukaan dengan berbagai cara.
Untuk mendukung berdirinya Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing, YAPEBUMA sudah membeli dua hektar tanah yang terletak di perbatasan antara kawasan Mandailing Julu dan kawasan Mandailing Godang. Lokasi tersebut sengaja kami pilih, agar kalau sudah berdiri Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing yang dicita-citakan itu tidak akan menimbulkan persoalan di antara masyarakat Mandailing di kedua kawasan tersebut.
Karena kami ingin agar Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut dirasakan sebagai kepunyaan bersama oleh orang-orang Mandailing Julu dan Mandailing Godang mau pun orang-orang Mandailing di kawasan Batang Natal.
Tapi sayang sekali, selama 14 tahun ini ternyata masih belum terbuka jalan untuk mengujudkan cita-cita kami mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing di lokasi yang sudah lama kami sediakan itu. Kendala utama yang menjadi penghalang ialah ketiadaan dana yang diperlukan.
Selama ini kelihatannya warga masyarakat Mandailing boleh dikatakan masih belum menyadari urgensinya merevitalisasi kebudayaan Mandailing yang sudah cukup lama dan cukup banyak mengalami erosi. Oleh karena itu, warga masyarakat Mandailing masih enggan menyumbangkan dana untuk keperluan membangun satu Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing.
Sebenarnya sudah urgen sekali keadaannya untuk segera mendirikan Pusat Revitalisasi Mandailing, terutama karena gelombang globalisasi yang makin kuat melanda kita akan mempercepat terjadinya erosi terhadap kebudayaan Mandailing. Dan kalau kebudayaan Mandailing terkikis habis oleh gelombang globalisasi itu nanti, berarti terkikis habislah identitas kita semua sebagai orang Mandailing.
Dalam hal ini, para pakar pengkaji masa depan, banyak yang sependapat bahwa hanya masyarakat yang berusaha keras mempertahankan kebudayaannya yang berakar pada tradisi yang akan dapat bertahan di masa depan dalam menghadapi gelombang pengaruh globalisasi yang kini sudah mulai datang melanda segala-galanya di seluruh dunia. Gelombang globalisasi itu mengancam keselamatan masyarakat yang tidak bisa lagi bertahan karena tidak mempunyai kekuataan cultural atau kekuatan budaya yang berakar pada tradisi.
Barangkali, insya-Allah sekaranglah waktunya, pada akhir abad ke 20 ini akan dapat diujudkan cita-cita untuk mendirikan pusat revitalisasi kebudayaan Mandailing itu, jika warga masyarakat Mandailing secara bergendengan tangan dengan Pemda (pemerintah daerah) Madina (Mandailing-Natal) bersedia memberikan segala bantuan yang diperlukan untuk itu.
Yaitu setelah dikemukakan berbagai hal mengenai cita-cita untuk mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut dalam forum seminar yang terhormat ini untuk diketahui secara luas oleh warga masyarakat Mandailing, terutama para cendekiawan dan hartawan Mandailing.
Jika Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing itu sudah berhasil kita bangun, dia akan menjadi milik bersama semua warga masyarakat Mandailing. Dan akan kita gunakan untuk kepentingan seluruh warga masyarakat Mandailing, baik yang berada di Tano Rura Mandailing negeri asal kita, maupun yang berada di wilayah Pasaman, atau di negeri perantauan dalam negeri dan juga yang berada di Malaysia dan tempat-tempat lain di seluruh dunia.
Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut akan kita pergunakan dengan baik untuk menghidupkan kembali kebudayaan Mandailing dengan pengertian seperti yang telah diuraikan terdahulu. Terutama dengan melakukan berbagai pelatihan, lokakarya maupun cara-cara dan metode yang lainnya.
Mereka yang sudah memperoleh keahlian dan ketrampilan di pusat revitalisasi tersebut akan disebar ke seluruh wilayah Mandailing dan ke tempat-tempat lain di mana mereka bisa mengembangkan kegiatan untuk menghidupkan kembali kebudayaan Mandailing.
Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut akan kita jadikan sebagai Community Base Resource Management yang berfungsi sebagai tempat untuk mengelola berbagai sumber daya yang dapat memberi manfaat yang kongrit bagi warga masyarakat Mandailing.
Untuk pengembangan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut kita akan memcari jalan untuk mendapat dukungan dan kerja sama dengan berbagai fihak, termasuk fihak luar negeri yang tertarik dengan usaha-usaha untuk pembinaan kebudayaan tradisional. Dalam hal ini kita akan tetap mempertahankan sikap dan prinsip yang idependen dan non-politis.
Sebagai langkah pertama yang konkrit untuk memulia pembangunan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing, kami dari pengurus Yayasan Pengkajian Budaya Mandailing (YAPEBUMA) menyatakan dengan ikhlas bahwa tanah seluas dua hektar milik YAPEBUMA, yang terletak di pinggir jalan raya lintas Sumatera antara desa Maga dan Laru di tengah lingkungan alam yang indah pemandangannnya dan segar udaranya dapat kami serahkan sebagai hibah untuk tempat pembangunan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing.
Dan kami para pengurus YAPEBUMA menyediakan diri untuk mengelola segala kegiatan yang dilakukan di Pusat Revitalisasi Kebudayaan tersebut apabila sudah selesai dibangun. Berbagai hal atau sarat-sarat yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya keadaan yang tidak diinginkan terhadap proyek tersebut, kami dari pihak pengurus YAPEBUMA senantiasa bersedia merundingkan atau membicarakannya dengan pihak-pihak yang akan ikut serta mendukung pembangunan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut.
Melalui kesempatan ini kami menyampaikan harapan dan himbauan agar seluruh warga masyarakat Mandailing yang mampu dan Pemda Kabupaten Madina bersedia dengan suka rela menyumbangkan dana yang kita perlukan untuk membangun Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing di lokasi yang sudah kami sebutkan tadi.
Untuk menjamin kelancaran kegiatan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut secara berkesinambungan tentu diperlukan sumber dana yang tetap. Dalam hal ini kami menyarankan agar para pengusaha warga Mandailing secara bergotong-royong menyediakan satu sumber dana berupa sebidang kebun karet atau sesuatu yang lain yang hasilnya secara berkesinambungan dapat di pergunakan untuk biaya yang diperlukan oleh Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut.
Kalau kegiatan dalam proyek tersebut sudah dapat menghasilkan produksi yang dapat dijual ke pasaran, hasilnya akan digunakan sepenuhnya untuk membiayai proyek tersebut. Kami yakin, kalau Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut dapat kita dirikan, maka proyek tersebut akan merupakan suatu karya masyarakat Mandailing yang monumental yang tercatat dalam sejarah Mandailing sejak awal abad ke-21 yang tak lama lagi akan kita masuki.
Dan insya-Allah dengan adanya Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing yang dapat kita banggakan sebagai identitas kita akan muncul kembali ke tengah masyarakat pada abad ke-21 dan seterusnya. Dan tidak mustahil Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing tersebut nanti akan dijadikan model (contoh) oleh kelompok-kelompok etnis lainnya di Sumatera Utara yang ingin mendirikan pusat revitalisasi kebudayaan masing-masing.
Sebagai tambahan dapat kami kemukakan bahwa dalam suatu kesempatan berdialog dengan Bapak Bupati Madina pada bulan Juli yang lalu, kami sudah memberanikan diri memohon kepada beliau agar Kotanopan yang tidak terpilih sebagai ibukota Kabupaten Madina diberi kesempatan untuk jadi pusat pendidikan dan kebudayaan masyarakat Mandailing. Permohonan tersebut kami dasarkan kepada kenyataan bahwa pada masa yang lalu Kotanopan memang sudah dikenal sebagai pusat pendidikan di wilayah Mandailing.
Pada masa penjajahan pemerintah Belanda sendiri sudah memilih Kotanopan sebagai tempat mendirikan HIS. Dan kenyataan menunjukkan bahwa di berbagai tempat di sekitar Kotanopan sampai saat ini masih cukup banyak terdapat peninggalan kebudayaan tradisional Mandailing terutama yang berupa bangunan-bangunan tradisional yang asli.
Ketika permohonan tersebut kami sampai kepada Bapak Bupati, Insya-Allah dengan spontan beliau pada prinsipnya menyetujuinya. Dalam hubungan ini, kalau kita mendirikan Pusat Revitalisasi Kebudayaan Mandailing di lokasi yang sudah kami sebutkan tadi, maka proyek tersebut secara kongkrit akan menjadi awal dari terbentuknya pusat pendidikan dan kebudayaan yang telah kami sebutkan tadi.
Dan ini semua adalah milik bersama dan untuk kepentingan bersama seluruh warga masyarakat Mandailing. Dengan demikian maka dapat diibaratkan bahwa Panyabungan adalah Jakartanya Madina dan Kotanopan akan menjadi Yogjakartanya. (Dijadikan bahan naskah pada SARASEHAN KEBUDAYAAN MANDAILING 1 JUNI 2013 di Jakarta)