MEDAN, (MO) –Pemerintah Provinsi Sumatera yang menduduki ranking ketiga dari 33 pemprov dalam penyelewengan uang Negara sesuai temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) memperburuk citra Pemprov Sumut secara kelembagaan.
Dalam kasus korupsi saja, sudah ada Gubernur Sumut non aktif, Syamsul Arifin terpaksa masuk penjara termasuk sejumlah kepala daerah di Sumut yang juga telah dikerangkeng dalam kasus korupsi seperti mantan Walikota Siantar RE Siahaan dan lainnya.
Menurut analis anggaran, Elfenda Ananda menanggapi temuan BPK tersebut, Pemprov Sumut harus instropkesi diri terkait rilis BPK tersebut.
Hal tersebut membuat citra buruk bagi Pemerintahan Provinsi Sumetera Utara ( Pemprov Sumut) “ Pemprov harus intropeksi diri dengan kenyataan ini, karena Sumut sebenarnya bukan pengguna APBD terbesar,” ujar mantan Sekretaris FITRA Sumut tersebut kepada Waspada Online, tadi malam.
Elfenda juga menyebutkan perlu pengawasan ketat terhadap pengeluaran anggaran di Sumut sehingga indikasi kebocoran anggaran bisa dicegah.
“Perlu peran pengawasan baik dari instansi terkait dan DPRD Sumut dalam pengeluaran anggaran sehinga tidak terjadi kebocoran,” ujar Elfenda.
Mantan Sekretaris Fitra Sumatera Utara ini meyebutkan, penegak hukum baik kepolisian dan kejaksaan harus bertindak untuk mengungkap hal tersebut.
“ Temuan BPK harus digunakan lemabga hukum untuk menjadi temuan awal dalam melakukan penyidikan terkait indikasi kebocoran dana yang membaut Sumut menjadi rengking ketiga terkorup di Indonesia,” ujar Elfenda.
Sedangkan menurut anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Brilian Muktar, kalau data yang dikeluarkan Fitra tersebut disebabkan Sistem pemerintahan yang tidak benar, Inpektorat tidak berjalan dengan benar dan SKPD belum berjalan dengan benar serta ketegasan Plt Gubsu dalam memimpin bawahannya belum berjalan benar.
“Gubernur harus tegas mengefetifkan lembaga pengawas internal termasuk memerintahkan SKPD pengguna anggaran untuk transparan dan terbuka dalam pengelolaan keuangan,” ujarnya, malam ini kepada Waspada Online.
Namun, Brilian Muktar mengklaim bahwa korupsi di sumut sudah mulai berkurang dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk itu lanjutnya, supaya Sumut kedepannya tidak menjadi provinsi yang masuk tiga besar terkorup di Indonesia Plt Gubsu harus tegas terhadap inspektorat, SKPD supaya bisa merapikan pembukuan daerah.
Dia juga menilai, bahwa data Sumut ranking ketiga terkorup hanya berdasarkan analisis APBD, sementara untuk mengatakan daerah tersebut merupakan daerah terkorup bukan hanya dari APBD saja namun bisa dari berbagai hal.
Merujuk pada laporan BPK tersebut, berikut daftar 15 provinsi dengan potensi kerugian negara terbesar:
1. DKI Jakarta dengan nilai potensi kerugian negara Rp 721 ,5 miliar (715 kasus)
2. Aceh dengan nilai potensi kerugian negara Rp 669 ,8 miliar (629 kasus)
3. Sumatera Utara sebesar Rp 515 ,5 miliar ( 334 kasus)
4. Papua sebesar Rp 476 ,9 miliar (281 kasus)
5. Kalimantan Barat sebesar Rp 289 ,8 miliar (334 kasus)
6. Papua Barat sebesar Rp 169 miliar (514 kasus)
7. Sulawesi Selatan sebesar Rp 157 ,7 miliar (589 kasus)
8. Sulawesi Tenggara sebesar Rp 139 ,9 miliar (513 kasus)
9. Riau sebesar Rp 125 ,2 miliar (348 kasus)
10. Bengkulu sebesar Rp 123 ,9 miliar (257 kasus)
11. Maluku Utara sebesar Rp 114 ,2 miliar (732 buah)
12. Kalimantan Timur sebesar Rp 80,1 miliar (244 kasus)
13. Sumatera Selatan sebesar Rp 56,4 miliar (239 kasus)
14. Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 52, 825 miliar (307 kasus)
15. Sulawesi Tengah sebesar Rp 52, 823 miliar (294 kasus)
(was)