Medan,
Sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yakni Universitas Sumatera Utara (USU), Institut Pertanian Bogor (IPB), Unair, Unhas, Unand dan ITB menggugat putusan Mahkamah Agung yang menghukum IPB, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan Menteri Kesehatan untuk mengumumkan hasil penelitian IPB tentang susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii.
Hal ini dikatakan Kepala Humas USU Bisru Hafi kepada wartawan di Medan, Rabu (10/05/2011), yang membenarkan bahwa USU bersama PTN lainnya di Indonesia telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu 4 Mei 2011, dengan Nomor Registrasi 196.
Bisru mengatakan gugatan ini merupakan perlawanan hukum agar di masa datang para dosen dalam melakukan penelitian tidak terganggu dan terinterfensi dari pihak manapun. “Jangan sampai putusan MA nantinya meminimalisasi tingkat penelitian para dosen,” ujarnya.
Bisru juga mengemukakan bahwa penelitian merupakan bagian dari Tri Darma Perguruan Tinggi yang wajib dilaksanakan oleh setiap insan akademik di Perguruan tinggi. “Dosen itu harus melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian, jadi jangan putusan MA itu mengganggu mereka nantinya,” ujarnya.
Bisru mengatakan gugatan tersebut berpedoman pada UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan UU No 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Polemik ini bermula ketika ketika para peneliti IPB menemukan adanya kontaminasi Enterobacter Sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu formula yang beredar Tahun 2003 hingga 2006. Hasil riset itu dilansir Februari 2008. Namun, IPB tidak bersedia menyebutkan merek susu yang dimaksud. Begitu juga dengan pihak Kemenkes.
Menkes pun digugat di PN Jakarta Pusat untuk mengumumkan susu yang mengandung bakteri tersebut. Bahkan putusan di tingkat kasasi telah memerintahkan agar Kementerian Kesehatan segera mengumumkan susu yang mengandung bakteri tersebut.
Seperti dikutip dari putusan MA, majelis hakim yang diketuai oleh Ketua MA Harifin Tumpa memberikan 3 pertimbangan atas putusannya. Pertama, hasil penelitian ini yang tidak dipublikasikan mengakibatkan keresahan dalam masyarakat karena dapat merugikan konsumen.
Kedua, suatu penelitian yang telah dilakukan yang menyangkut suatu kepentingan masyarakat harus dipublikasikan agar masyarakat lebih waspada. Dan ketiga, tindakan tidak mengumumkan hasil penelitian adalah merupakan tindakan yang tidak hati-hati yang dilakukan Tergugat (Menkes, IPB dan BPOM).
Pihak universitas berharap kasus ini menjadi perhatian pemerintah dalam menyikapi posisi dosen sebagai pelaku penelitian dan juga kaitannya dengan hajat hidup orang banyak. (BS-021)
Simber : beritasumut