MEDAN,-Staf peneliti Balai Bahasa Medan Anharuddin Hutasuhut mengatakan, hingga kini belum ada bahasa ibu atau yang lebih dikenal dengan bahasa daerah di wilayah Sumatera Utara yang punah.
“Jangankan punah, yang terancam punah saja belum ada. Ini tidak terlepas dari konsistennya masyarakat di Sumut menjaga nilai-nilai budaya leluhurnya, karena kalau bukan kita siapa lagi yang harus melestarikan budaya kita sendiri,” katanya di Medan, Rabu.
Ia mengatakan, masih tetap lestarinya bahasa daerah di Sumut tidak terlepas dari konsistennya etnis-etnis di daerah itu melakukan berbagai upacara adat dan kesenian daerah.
Selain itu juga tidak telepas dari sudah adanya mata pelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah dasar, juga karena masih cukup banyaknya buku-buku berbahasa daerah diterbitkan serta adanya media baik radio maupun cetak yang berbahasa daerah.
“Juga tidak terlepas dari peran orang tua yang selalu mengajarkan kepada anaknya tentang bahasa daerah itu. Salah satunya dengan selalu tetap bertegur sapa dengan bahasa daerah di rumah antara orang tua dengan anak-anaknya,” katanya.
Di Sumut terdapat delapan etnis asli yakni etnis Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Melayu, Nias, Mandailing dan Angkola. Setiap etnis memiliki bahasa daerahnya masing-masing kecuali Mandailing dan Angkola yang memiliki bahasa daerah yang sama, yakni Bahasa Mandailing.
Etnis Karo pada umumnya berasal dari Kabupaten Tanah Karo sebagian Deli Serdang dan Langkat, etnis Simalungin di Kabupaten Simalungun, Nias di Kepuluan Nias, serta Melayu di Medan, Langkat, Deli Serdang, Batu Bara, Tanjung Balai dan Serdang Bedagai.
Kemudian Toba di Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, etnis Pakphak di Dairi dan Pakphat Barat, serta Etnis Mandailing di Mandailing Natal dan etnis Angkola di Tapanuli Selatan, Padang Lawas dan Padang Lawas Utara.
“Di Mandailing Natal, selain Bahasa Mandailing, di daerah itu juga terdapat satu bahasa daerah lainnya yakni Bahasa Siladang yang penuturnya juga Etnis Mandailing. Artinya etnis Mandailing memiliki dua bahasa yakni Bahasa Mandailing dan Siladang,” katanya.
Mengenai Bahasa Siladang, lanjutnya, memang pernah diisukan terancam punah akibat semakin sedikit penutur bahasa tersebut. Namun setelah dilakukan penelitian secara komprehensif, ternyata penutur bahasa tersebut masih cukup banyak.
Tahun 2009 Balai Bahasa Medan (BBM) melakukan penelitian tentang Bahasa Siladang tersebut, ternyata penuturnya masih cukup banyak yakni lebih dari dua ribu orang, begitu juga dengan generasi mudanya juga cukup aktif menggunakan bahasa itu.
“Suatu bahasa dapat dikatakan terancam punah kalau penuturnya kurang dari 500 orang. Sementara penutur Bahasa Siladang lebih dari dua ribu orang, jadi belum dapat dikatakan terancam punah,” katanya.
Sumber : Kompas com