Oleh: Winarno Tohir
Ketua Umum KTNA Nasional
Kemajuan pertanian Amerika Serikat (AS) terutama di bidang tanaman biji-bijian seperti jagung, kedelai, wheat, sorghum, dan padi, tidak terlepas dari kebijakan dan dukungan pemerintah yang konsisten terhadap petani. Kebijakan dan dukungan diberikan dan dinikmati langsung oleh petani dengan tujuan utama adalah untuk menjaga agar usaha pertanian tetap menarik, menguntungkan, dan petani terhindar dari resiko kerugian dalam kondisi apapun. Dengan kebijakan dan dukungan tersebut kegiatan pertanian di AS dapat terus berkembang dan bersaing di pasar internasional.
Salah satu kebijakan AS untuk memajukan pertanian adalah mengadakan Farm Bill. Farm Bill adalah salah satu produk legislasi AS yang disahkan oleh Kongres AS setiap 5 tahun. Undang-undang ini mengalokasikan anggaran untuk membantu petani dan program-program di sektor pertanian AS, mencakup bantuan tunai langsung ke petani (direct payment), pembangunan kawasan pertanian dan pemasaran internasional.
Farm Bill yang disahkan pada tanggal 18 Juni 2008 yang berlaku hingga tahun 2012 dan menggantikan Farm Bill sebelumnya yaitu Farm Bill 2002. Farm Bill 2008 atau lebih dikenal dengan The Food, Conservation, and Energy Act of 2008 mencakup 15 program diantaranya adalah commodity price and income supports, farm credit, trade, agricultural conservation, research, rural development, energy, dan foreign and domestic programs seperti food stamps dan program perbaikan nutrisi lainnya Pada Tabel 1 disajikan judul masing-masing program dan cakupannya dan alokasi anggaran dari masing-masing program tersebut.
Alokasi anggaran terbesar kedua setelah program Nutrisi (Title IV) adalah adalah program Komoditas (Title I). Pada Farm Bill 2008 program ini mendapatkan alokasi anggaran sebanyak $42 milyard atau sekitar 15% dari total dana Farm Bill.
Program komoditi ini secara umum terdiri atas 3 bentuk pembayaran ke petani: (1) pembayaran langsung (direct payments) tahunan yang penetapannya tidak berkorelasi dengan tingkat produksi dan harga, (2) counter-cyclical payments yang dikeluarkan apabila harga jatuh di bawah harga yang sudah ditargetkan sebelumnya, dan (3) marketing assistance loans yang menyediakan pendanaan sementara (interim financing) dan, jika harga komoditi jatuh dibawah harga yang disepakati dalam kontrak pinjaman, menjadi tambahan bantuan pendapatan (additional income support). Program Komoditas ini menjadi semacam jaring penyelamat (safety net) untuk melindungi petani dari kejatuhan harga komoditi pada saat panen dan membantu meningkatkan pendapatan petani.
Subsidi harga dan bantuan pendapatan, dikemas dalam Title I (Program Komiditas), diberikan pemerintah ke petani didasarkan pada pertimbangan bahwa pasar tidak mampu menyeimbangkan antara besarnya pasokan dan permintaan. Pada saat panen melimpah sementara permintaan tetap, harga komoditi pertanian menjadi sangat rendah dan kondisi ini tidak baik bagi kesejahteraan petani dan keberlanjutan system produksi pertanian. Demikian pula yang terjadi di tingkat petani, petani tidak dapat merespon secara cepat dan proporsional apabila terjadi perubahan harga misalnya dengan mengurangi produksinya jika harga panen jatuh. Jatuhnya harga panen akibat kelebihan produksi akan merugikan petani karena biaya sudah terlanjur dikeluarkan sementara petani pun sudah harus menyiapkan tanaman untuk musim tanam berikutnya dimana tingkat harga pada musim panen berikutnya itupun tidak jelas.
Untuk itu, maka penyediaan subsidi harga dan pendapatan ini diberikan untuk menstabilkan tingkat pendapatan petani dengan mengalihkan sebagian resiko tersebut diatas dari petani ke pemerintah. Resiko tersebut antara lain ketidak stabilan harga komoditas jangka pendek dan perbaikan kapasitas dalam jangka panjang. Tujuannya adalah menjaga daya saing ekonomi sektor pertanian dengan demikian dapat bersaing secara global dalam menghasilkan pangan dan serat.
Subsidi ini awalnya dimulai pada tahun 1930-an ketika terjadi resesi ekonomi berat (great depression) di AS. Tujuan awalnya adalah untuk mengontrol tingkat pasokan komoditas dan pengelolaan stock sehingga tingkat pendapatan petani dapat terjaga pada level yang menguntungkan, namun kemudian telah berubah pendekatannya menjadi semacam bantuan tunai langsung (direct income support payments).
Sebagai contoh, Target Price (TP) untuk jagung ditetapkan dalam Farm Bill 2008 sebesar $2,63/bushel, direct payment untuk jagung sebesar $0,28/bushel, dan loan rate sebesar $1,95/bushel. Jika harga pasar diatas $2,35/bushel ($2,63 – $0,28) maka petani tidak menerima bantuan counter-cyclical dan loan deficiency program (LDP). Jika harga pasar antara $1,95 dan $2,35/bushel, maka petani menerima bantuan counter-cyclical payment namun tidak untuk LDP. Jika harga pasar jatuh di bawah $1,95/bushel, maka petani akan menerima kedua jenis bantuan, countre-cyclical payment sebesar $0,40/bushel dan LDP yang besarnya adalah selisih antara loan rate ($1,95) dengan harga pasar. Sedangkan pembayaran langsung (direct payment) sebesar $0,28/bushel akan tetap diterima petani seberapapun harga pasar pada saat itu.
Pada tahun 2010/2011 luas lahan yang ditanami jagung di AS sekitar 88,2 juta acres (36 juta ha). Jika tiap petani jagung mengelola lahan sekitar 200 acres (80 ha) maka diperkirakan terdapat sekitar 441.000 petani individu atau keluarga yang terlibat kegiatan produksi jagung. Hasil yang dicapai pada tahun 2010/2011 dari areal jagung yang berhasil dipanen seluas 81,4 juta acres (33 juta ha) dihasilkan sebanyak 12,437,920,000 bushel jagung atau setara dengan 315 juta ton. Dengan demikian subsidi yang diterima petani dari direct payment program untuk jagung adalah sebesar $3,5 Milyar (total produksi jagung dalam bushel x $0.28) atau sekitar $125.000 per individu dan menjadi $250.000 jika suami dan istri petani bekerja full time di diproses produksi jagung. (Sinar Tani/Editor : Ahmad Soim)