Oleh : Moechtar Nasution
Peredaran narkoba di Sumut sudah mencapai tingkat yang mengkhawatikan bahkan Wakil Gubernur HT.Ery Nuradi dalam satu kesempatan pernah menyebutkan sudah berada di lampu merah. Pernyataan orang nomor dua ini bukan tanpa alasan mengingat peredaran narkoba sudah menyentuh seluruh sektor kehidupan masyarakat tanpa terkecuali. Mulai dari pejabat yang tertangkap mengkonsumsi narkoba hingga ke ibu rumah tangga yang mengedarkan narkoba. Lima hari yang lalu, Kodam I/ Bukit Barisan telah memberhentikan dua anggotanya dari dinas keprajuritan TNI-AD karena dinyatakan bersalah atas keterlibatan dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba.
BNNK Deli Serdang masih dalam minggu ini menangkap oknum PNS DPRD Deli Serdang yang sedang menyabu dirumahnya. Bacalah berita dari kota Medan dimana Polsek Medan Helvetia menangkap tiga pengedar ganja yang anehnya dua diantaranya memiliki hubungan menantu dan mertua. Dari kota Binjai disebutkan Tim Buru Sergap Satuan Reserse Narkoba Polres Binjai juga menangkap oknum PNS Pemko Binjai yang kedapatan sedang pesta sabu. Polres Madina juga berhasil menangkap pengedar sabu belum lama ini di kecamatan Siabu berdasarkan informasi masyarakat.
Boleh disebut tidak ada lagi profesi yang tidak terkontaminasi dengan narkoba dan hampir tidak ada lagi daerah yang tidak dimasuki narkoba mulai dari ibukota Propinsi hingga kedesa terpelosok sekalipun. Kabupaten/ kota yang dulu dianggap steril nyatanya hari ini tidak berdaya menghadapi ekspansi narkoba, dan bahkan ada juga yang sudah bermetaforfosis menjadi daerah penghasil narkoba jenis sabu dan ekstasi.
Khusus tempat kultivasi narkoba jenis ganja paling menonjol berada di kabupaten Mandailing Natal yang terkenal sekali dengan kawasan “Tor Sihite” kecamatan Panyabungan Timur. Alhasil tingkat penyalahgunaan semakin meningkat dari hari kehari meracuni anak bangsa. Hati kita menjadi miris membaca berita seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Medan yang menjual ganja untuk membiayai kuliahnya.
Lebih miris lagi jika kita simak statement Drs Dahlan Hasan Nasution Bupati Madina yang menyatakan selain instansi pemerintah, sekolah-sekolah juga menunjukkan keterlibatan pemakai narkoba berdasarkan test urine yang dilaksanakan. Bahkan secara tegas Bupati menyatakan bahwa Madina saat ini dalam keadaan Darurat Narkoba (Waspada 20/3)
Lihat juga kawasan Kampung Kubur Medan yang diduga merupakan salah satu pusat peredaran narkoba. Diduga mereka mulai membentuk kelompok terorganisasi berbasiskan masyarakat sehingga menjadi tidak heran jika kemudian mereka juga mengadakan perlawanan apabila aparat keamanan dianggap mulai “mengganggu” aktifitas bisnis ini. Dan konon katanya penggeberakan oleh aparat keamanan harus selalu dengan kekuatan penuh untuk mengantisipasi perlawanan bandar narkoba. Kawasan ini sudah mulai berproses dan menunjukkan pola yang mengadopsi organisasi para mafia luar negeri dengan memanejemen kegiatan bisnis narkoba ini secara rapi dan modern.
Kita harus bisa memastikan bahwa kampung Kubur tidak akan menjadi pusat narkoba Sumatera Utara dimasa yang akan datang. Kita juga harus bisa memastikan bahwa kawasan Tor Sihite – Panyabungan Timur tidak akan lagi menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya ganja. Tentunya dibutuhkan ketegasan aparat untuk membasmi ini secara berkesinambungan dan bukan hanya sekedar lips service belaka.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, tanggung jawab pemberantasan narkoba ini sama sekali tidak bisa kita lemparkan hanya kepada aparat semata namun kita semua harus bersama-sama memikulnya. Butuh penanganan yang lebih serius dimasa yang akan datang dengan menjadikannya sebagai isu bersama dikalangan masyarakat.
Dari jumlah pengungkapan kasus narkoba, dipastikan Sumatera Utara sudah memasuki keadaan “darurat narkoba” karena bukan hanya lagi menjadi tempat transit semata, namun juga menjadi tempat peredaran narkoba bahkan menjadi tempat produksi narkoba jenis sabun ekstasi dan ganja. Tingginya angka penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara juga diungkapkan Badan Narkotika Nasional melalui hasil survey yang menyebutkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba berada diatas angka rata-rata nasional yakni 3 % sementara untuk nasional hanya berada pada angka 2 %.
Kenaikan angka melebihi rata-rata nasional ini jelas bukan tanpa sebab dan lahir begitu saja. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi sehingga Sumatera Utara berada dalam posisi “lampu merah” antara lain dikarenakan posisinya yang secara geografis berada dekat provinsi NAD yang merupakan tempat kultivasi ganja terbesar di Indonesia, selain juga sangat dekat dengan negara Singapura dan Malaysia.
Sehingga tidak heran banyak kemudian sindikat narkoba internasional yang masuk kedaerah Sumut ini dengan memanfaatkan keberadaan penduduk lokal sebagai perantara atau juga terlibat langsung sebagai pemain. Karena faktor geografis ini juga banyak kemudian tercipta “pelabuhan alam” yang dijadikan sebagai pintu masuk bagi narkoba, dan ini dikategorikan aman mengingat sangat jarang diketahui aparat keamanan.
Dari data BNN, Wagubsu menyebut hingga bulan Februari 2014 terdapat 600.000 orang pengguna narkoba aktif di Sumut.(Waspada, 14/2/2014). Angka ini sebenarnya jumlah yang banyak dan tentu saja akan semakin bertambah banyak. Logikanya seiring dengan perubahan dan tantangan zaman maka akan semakin banyak pula manusia yang mengalami penyimpangan termasuk penyalahgunan narkoba. Release yang dipublikasi oleh Gerakan Anti Narkotika (Granat) tahun 2012 menyebut bahwa pecandu narkoba di Indonesia telah mencapai angka lima juta orang.
Fakta yang sangat mengejutkan padahal tahun 2011 masih pada angka 3,8 juta orang sesuai dengan hasil penelitian kerjasama Badan Narkotika Nasional dengan Universitas Indonesia. Tingginya pertumbuhan pecandu narkoba ini mengisyaratkan sesungguhnya bangsa ini berada dalam kondisi “emergency” yang bisa mengancam identitas bangsa. Jika pertahun saja mengalami peningkatan sebanyak 1,2 juta orang berarti tidak butuh waktu yang lama lagi supaya dominan masyarakat Indonesia terkontaminasi narkoba.
Dari tahun ketahun terjadi peningkatan angka pencandu narkoba dan yang paling menyedihkan lebih dominan diisi oleh anak muda yang masih bisa produktif. Dalam laporannya pada acara Hari Anti Narkoba Internasional 2013, Kepala BNN Anang Iskandar menyebutkan sesuai dengan temuan (United Nation Office on Drugs Crime/UNODC) diperkirakan terdapat 300 juta orang yang berusia produktif antara 15-60 tahun yang mengkonsumsi narkoba dan kurang lebih 200 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat penyalahgunaan narkoba. Presiden Jokowi sendiri pernah mengungkapkan ada 50 orang yang mati di Indonesia setiap hari akibat narkoba.
Terlepas dari kontroversi hukuman mati yang dijalankan rezim Jokowi bagi narapidana narkoba, pantaslah rasanya kita acungkan jempol bagi konsistensi sikap Pemerintah sekarang yang tidak mengenal kompromi terhadap narkoba kendatipun disisi lain terkadang hubungan bilateral negara menjadi taruhannya.
LOST GENERATION DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Satu hal yang menjadi kerisauan Wagubsu HT.Nuriadi dan Bupati Madina Drs Dahlan Hasan Nasution adalah banyaknya generasi muda yang terjerumus kedalam narkoba, Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional pengguna narkoba lebih dominan anak muda, usia yang masih produktif dan kelak diharapkan akan menjadi pemegang estafet kepemimpinan. “Kalau mereka saja sudah terkontaminasi, mau bagaimana bangsa kita kedepan” ujar Wagubsu.
Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat masa depan bangsa nanti akan ditentukan oleh anak muda hari ini, Jika semuanya berantakan sedari awal, lantas apakah impian kita untuk mencetak generasi emas Indonesia akan tercapai..? Harus ada komitmen, keseriusan dan kesungguhan negara untuk mengawal proses pencapaian ini. Memerangi narkoba butuh kerjasama lintas sektoral sehingga tuntas agar tidak menimbulkan korban jiwa, menghancurkan keluarga serta menjadi ancaman serius bagi ketahanan bangsa. Kesepakatan yang tidak hanya berada didalam kertas namun harus teraplikasikan ketataran empiris.
Tentu saja good will pemerintah akan menjadi lokomotif perang terhadap narkoba ini. “Lost generation” akan menjadi nyata jika kita masing-masing berjalan parsial karena menghadapi narkoba ini butuh kerjasama yang kuat dan bersinergi seperti ikatan sapu lidi yang kokoh. Menurut laporan badan dunia PBB (United Nation Office on Drugs Crime/UNODC) dipastikan produksi opium, kokain, methamphetamine didunia semakin meningkat dan ini berpengaruh positif bagi semakin suburnya penyalahgunaan narkorba di Indonesia. BNN menemukan 24 jenis narkotika baru di Indonesia dari 251 zat psikoaktif jenis baru baik alami maupun sintesis . Anda tentunya masih ingat dengan penangkapan artis papan atas di negeri ini yang setelah diperiksa memakai zat jenis baru yang dikenal dengan nama Methylone.
Saya teringat semasa pemberantasan judi diwilayah Sumut yang gencar-gencarnya dilaksanakan semasa Irjend. Pol. Soetanto menjabat sebagai Kapolda. Ketika itu mahasiswa dibawah komando Irwan H. Daulay sangat bersinergi sekali dengan kepolisian dan masyarakat untuk mengganyang segala bentuk perjudian.
Contoh kecil yang bisa dijadikan sebagai tauladan adalah keterlibatan alim ulama dan pemuka masyarakat secara massif di Mandailing Natal. Tokoh ulama yang sangat kharismatik H. Ismail Lubis atau yang lebih dikenal dengan panggilan Oji Atas melalui organisasi Forum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar tidak sungkan-sungkan melakukan penggerebekan langsung kesarang-sarang perjudian dan beliau ini berani membayar masyarakat yang berani menangkap pelaku perjudian. Inilah kisah heroik orang tua yang berjuang karena tidak ingin daerahnya terkotori dengan perjudian ketika itu.
Seharusnya perjuangan beliau ini bisa menjadi cemeti dan penyemangat bagi generasi muda dewasa ini untuk lebih pro aktif dalam pemberantasan narkoba. Disinilah peran serta masyarakat digugat, bukan hanya dengan sebatas memberikan informasi tentang peredaran narkoba semata namun lebih dari itu masyarakat juga dituntut menjadi pelaku aktif bagi pemberantasan narkoba dimulai dari lingkungan terkecil yakni rumah tanggga hingga kemasyarakat.
Pembentukan satuan tugas mutlak dilakukan, pun begitu juga dengan pembentukan kader-kader anti narkoba yang harus terus ditambah secara kuantitas dan dibekali dengan kualitas. Kemitraan dengan perguruan tinggi/ sekolah terutama akademisi dan guru penting dilaksanakan paling tidak bisa memasukkan pengenalan narkoba sebagai muatan lokal atau mata kuliah khusus dan atau juga bisa diintegrasikan kedalam mata ajar yang berkaitan seperti Pendidikan Pancasila.
Masih banyak hal lainnya yang bisa dilakukan termasuk menggalang kalangan pemuka agama untuk menjadikan materi narkoba sebagai bahan khutbah/ pengajian. Hal yang sama juga berlaku untuk pemeluk agama lainnya. Demikian juga halnya dengan kalangan profesi, memiliki tanggung jawab yang sama juga untuk melakukan pemberantasan narkoba sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Semua memiliki peran yang penting dalam pemberantasan narkoba, tanpa memandang status sosial, pandangan politik, ekonomi, religi, jabatan, gender dan lain sebagainya. Inilah yang diharapkan bisa menjadi garda terdepan dimasyarakat dalam pemberantasan narkoba. (bersambung)