Artikel

DEBAT PILKADA MADINA MINIM SUBTANSI

Oleh : Ali Isnandar, SH
Penggiat HAM di KontraS Sumut

Dalam  rangka  menyelenggarakan  Pilkada  2020,  KPUD  Madina  memfasilitasi  Debat  Publik Calon Bupati dan Wakil Bupati Madina Tahun 2020 dengan Tema “Menyelesaikan Persoalan Daerah,  Memajukan  Daerah,  dan  Menanggulangi  Covid-19”  yang  telah  dilaksanakan  pada Jumat, (13/11/20) lalu di Convention Hall Pia Hotel, Pandan, Tapanuli Tengah serta disiarkan langsung melalui media televisi.

Dalam  Debat  Publik  tersebut  terlihat  masing-masing  Paslon  menghadiri  acara  debat.  Ada  3 (tiga) Paslon dalam Pilkada Madina kali ini, yakni; Paslon nomor urut 01 HM Ja’far Sukhairi Nasution – Atika Azmi Utammi yang diusung oleh Partai PKB, PKS dan Hanura; Paslon nomor urut 02 Drs Dahlan Hasan Nasution – H Aswin Parinduri yang diusung oleh Partai Golkar, PPP, PDI-P, Perindo,  Nasdem, PKPI, Partai  Berkarya; dan  terakhir  Paslon nomor urut  03 Sofwat Nasution – Zubeir Lubis yang diusung oleh Partai  Gerindra, PAN, dan Demokrat.

Sebagaimana  Debat  Publik  pada  umumnya,  masing-masing  Paslon  menyampaikan  visi-misinya secara bergantian. Supaya terdengar meyakinkan tidak  lupa  visi-misi  tersebut dibumbui dengan janji-janji manis dan program-program yang akan dilaksanakan ketika nantinya telah terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati.

Mengikuti  debat  publik  tersebut,  saya  memberikan  rangkuman  dari  semua  program  yang dijanjikan ketiga Paslon pada saat debat berlangsung, diantaranya; program strategi pemasaran hasil  pertanian/perikanan,  program  infrastruktur,  program  pengembangan  UMKM,  program pemaksimalan pelayanan kesehatan, dan program peningkatan SDM guru.

Tetapi dari semua  program  yang  telah disampaikan, menurut penulis ada beberapa hal  yang luput  dari  perhatian  Paslon  sehingga  mengkaburkan  subtansi  persoalan  Madina  yang sesungguhnya.

Pertama,  Persoalan  Konflik  Agraria.  Sebagaimana  diketahui  bahwa  Madina  sampai  saat  ini belum  bebas  dari  Konflik  Agraria.  Diantara  bebarapa  titik  konflik,  setidaknya  ada  2  (dua) konflik  tanah  yang  mencuat  sepanjang  tahun  2020  di  Madina,  yakni:  1)  Konflik  tanah masyarakat  Batahan    dengan  PT.  Palmaris  dan  PTPN  IV  yang  berujung  aksi  unjuk  rasa;  2) Konflik Lahan Plasma masyarakat Singkuang dengan PT. RPR yang sampai saat ini belum ada penyelesaian.  Persoalan  agraria  di  Madina  butuh  langkah  konkrit  dari  Pemerintah  Daerah kedepannya.

Kedua,  Persoalan  Lingkungan  Hidup.  Beberapa  bulan  lalu  Madina  dihebohkan  dengan  aksi penambang liar di sepanjang Sungai Batang Natal. Penambangan dilakukan dengan alat berat. Akibat aktifitas tambang aliran sungai terlihat keruh bahkan hingga kehilir. Selain itu, terdapat beberapa titik rawan banjir  di Kab. Madina, seperti di  Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, dan Kec. Natal. Hal ini luput dari pembahasan debat publik.

Ketiga, Persoalan Pariwisata. Potensi wisata di Madina memang tidak diragukan lagi, selain keberadaan  hutan  sebagai  tempat  petualangan  dan  penelitian  terlebih  hamparan  pasir  pantai dan  pulau-pulau  kecil  yang  dapat  dijadikan  sebagai  daya  tarik  wisatawan.  Potensi  ini  tidak dilirik oleh Paslon.

Keempat,  Persoalan  Tenaga  Listrik.  Jika  Paslon  Pilkada  Madina  ingin  sedikit  menelusuri kebawah  akan  didapat  keluhan  masyarakat  terkait  keberadaan  listrik  yang  sering  padam, keadaan  di  rumah-rumah  menjadi  sangat  gelap  gulita,  situasi  demikian  tentu  akan mempengaruhi aktifitas masyarakat yang sudah ketergantungan pada listrik. Terkait ini, belum terlihat adanya solusi konkrit yang ditawarkan ketiga Paslon Pilkada Madina.

Kelima, Persoalan Ketenagakerjaan. Kiranya sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Madina sudah  sepatutnya  menaruh  rasa  prihatin  terhadap  nasib  buruh  yang  bekerja  di  berbagai perusahaan  di  Madina.  Hal  ini  bukan  tanpa  alasan  dikarenakan  masih  ada  perusahaan  yang mengkebiri hak-hak buruh, sebut saja misalnya PT. RMP yang diduga tidak membayar upah karyawan. Namun nyatanya isue buruh hilang dari pembicaraan Paslon.

Luputnya pembahasan dari kelima point diatas, menunjukkan bahwa ketiga Paslon gagal dalam mendeteksi persoalan masyarakat yang sesungguhnya. Hampir tidak terdengar adanya ucapan yang  menjurus  pada  langkah  strategis  untuk  mengatasi  kelima  peroblem  tersebut.  Sehingga dapat dikatakan debat Pilkada Madina minim dari persoalan subtansi.

Persoalan minimnya subtansi ini barangkali disebabkan karena ketiga Paslon kurang menggali ke masyarakat, sehingga data yang diperoleh tidak berkaitan dengan fakta sosiologis, dengan demikian argumentasi yang disampaikan dalam debat lebih berkutat pada teori-teori  abstrak dan pengulangan visi-misi serta janji-janji program yang berlainan dari kebutuhan masyarakat.

Visi-misi  serta  program  pembangunan  yang  diusung  memang  tergantung  pada  penilaian subjektif  dari  Paslon  itu  sendiri  untuk  menentukan  apa  yang  menjadi  prioritasnya.  Tetapi setidaknya  dengan  adanya  Pilkada  ini,  korban  perampasan  tanah,  korban  pencemaran lingkungan,  petani,  buruh,  mempunyai  harapan  untuk  memperoleh  hak-haknya.  Sangat disayangkan harapan itu tidak terlihat dari rencana program yang telah disampaikan.

Debat  Publik  tidak  hanya  sekedar  menyebarluaskan  profil,  visi,  dan  misi  Paslon  kepada masyarakat, adapun tujuan lainnya adalah untuk menggali lebih dalam dan luas atas setiap tema yang diangkat dalam kegiatan debat publik. Selaku masyarakat Madina, penulis masih menaruh harapan besar  agar siapapun nantinya yang bakal memimpin Madina lima  tahun  mendatang bersedia  mengakomodir  persoalan-persoalan  normatif  seluruh  masyarakat.  Terutama menyangkut kelima poin yang sudah disampaikan di atas.***

Penulis adalah warga Mandailing Natal, Penggiat HAM di KontraS Sumut / Mahasiswa S2 Pascasarjana Ilmu Hukum Jurusan Hukum Tata Negara USU

 

 

 

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.