Berita Nasional

DPR Wacanakan Wajib Militer di Indonesia

JAKARTA – Anggota DPR RI mewacanakan soal wajib militer di Indonesia. Hal tersebut termaktub dalam Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan (Komcad) yang tengah digodok di Gedung Kura-Kura. Komisi I DPR memandang penting kesigapan masyarakat ketika negara berada dalam kondisi genting.

“Kalau terjadi perang, masa kita diam? Kita harus bantu negara. Contoh Singapura, sopir taksi tahu harus berbuat apa saat perang. Komcad mengatur itu,” kata anggota Komisi I DPR, Hayono Isman, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/5).

Politikus Partai Demokrat ini menyampaikan, masyarakat tak bisa dilatih militer saat negara telah diserang. Menurutnya, latihan yang diatur dalam UU Komcad merupakan bentuk persiapan jika sewaktu-waktu Indonesia mendapat serangan. Dalam menyusun UU tersebut, pihaknya mengambil referensi dari beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura.

Meski demikian, dirinya berjanji tak akan melakukan kunjungan kerja ke negara-negara tersebut kecuali benar-benar diperlukan. “Tidak harus (kunker), tinggal buka website untuk ketahui peraturan perundang-undangan. Kecuali ada hal bersifat prinsip menyangkut negara tersebut menjalankan komcad,” ujarnya.

Untuk diketahui, Pasal 6 Ayat 3 RUU Komcad menyatakan bahwa Kompenen Cadangan disusun dalam bentuk satuan tempur yang disesuikan dengan struktur organisasi angkatan sesuai masing-masing matra. Berikutnya dalam Pasal 8 Ayat 3 menyatakan, pegawai negeri sipil, pekerja, dan atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota komponen cadangan.

Pemerintah Jamin Komcad tak Rekrut Separatis
Pemerintah menepis anggapan Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara (RUU Komcad) bakal membuka peluang latihan gratis bagi kelompok separatis.

“Insya Allah, hal-hal yang begitu tidak akan terjadi,” tutur Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Keamanan, Mayjen Hartind Asrin, saat dihubungi, Rabu (22/5). Ia mengatakan, jika RUU ini disahkan, proses rekrutmen anggota Komcad nantinya akan dilakukan secara ketat.

Para calon anggota Komcad diharuskan mengikuti serangkaian ujian, mencakup tes kesehatan, psikologi, dan mental ideologi. Khusus untuk tes yang disebutkan terakhir, kata dia, para peserta akan diuji pemahamannya tentang Pancasila, UUD 1945, dan nasionalisme. “Jadi, dari situ akan terbaca apakah peserta memang layak untuk diangkat sebagai anggota komponen cadangan atau tidak,” ujarnya.

Proses penjaringan anggota Komcad, jelasnya, dimulai dari penyebaran undangan ke tiap-tiap komando daerah militer (kodam), pengumuman rekrutmen, pendaftaran, rangkaian tes, dan pengumuman kelulusan. Rencananya, kata Hartind lagi, sasaran rekrutmen anggota komcad ini adalah WNI berusia 18-45 tahun. Sementara untuk tahap pelatihannya akan dilakukan di tiap-tiap resimen induk daerah militer (rindam).

Hartind menambahkan, di Malaysia, program serupa telah berlangsung sejak 1990-an. “Di (Malaysia) sana ada Askar Wataniah. Formatnya persis sama dengan anggota komponen cadangan yang sekarang kita ajukan,” jelasnya. Seperti diketahui, RUU Komcad masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini. Salah satu isi RUU tersebut adalah tentang kewajiban masyarakat sipil untuk ikut serta dalam usaha pertahanan negara.

Wamil Ada di UUD 1945
Pemerhati sejarah militer Indonesia, Erwin Jose Rizal mengatakan, publik tidak perlu khawatir dengan adanya aturan wajib militer (wamil). Sebab pada prinsipnya wamil merupakan perintah konstitusi.

“Rumusan ini ada di Pasal 27 UUD 1945. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut dalam upaya bela negara,” kata Erwin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/5). Erwin menjelaskan, pasal 27 UUD 1945 dirumuskan oleh para politisi sipil yang aktif dalam gerakan demokrasi era 1920-an. Mereka mencapai kematangan politik pada era revolusi fisik 1945.

Salah satu tokoh sipil yang berperan dalam rumusan ini adalah Abis Kusno Tjokrosuroyo. Dia merupakan politisi kawakan Syarikat Islam yang juga adik dari HOS Tjoroaminoto. “Dia yang memimpin rumusan wajib bela negara di UUD 1945,” katanya.

Aturan wajib bela negara menurut Erwin lahir dari kasus runtuhnya kerajaan Otomaan di Turki. Ada inisiatif dari para pendiri bangsa untuk menjadikan bela negara sebagai kewajiban agama (jihad). Namun lantaran dasar negara sudah disepakati berdasarkan Pancasila maka istilah yang digunakan adalan bela negara bukan jihad negara.

“Ini bukti Islam turut mewarnai rumusan konstitusi Indonesia,” ujarnya. Berkaca dari kondisi itu, Erwin menyimpulkan kewajiban bela negara juga merupakan bagian dari proses demokratisasi. Menurutnya aturan bela negara merupakan bukti lompatan pemikiran lompatan pemikiran pendiri bangsa yang bersifat jangka panjang.

“Mereka bukan hanya mengatur hak sipil atas negara tapi juga kewajiban warga negara,” katanya. Dia menengarai, penolakan terhadap isu ini disebabkan ketidakmampuan pemerintah menjelaskan pengertian wamil. “Sehingga ada kesan ketakutan militer kembali menjadi alat kekuasaan seperti zaman Orde Baru.”

DPR berencana memasukan aturan mengenai wamil dalam Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan. Namun, belum ada kejelasan mengenai bentuk aturan tersebut. Karena RUU itu belum masuk pembahasan di Komisi I DPR. (kmc/int)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.