Artikel

Fenomena Perdukunan dan Peran Negara Penjaga Aqidah Umat

Oleh: Sri Wardani Hasibuan
Aktivis Dakwah

Di tengah arus zaman modern saat ini, yang seharusnya orang-orang berpikir ilmiah dan logis telah berkembang pesat dan menyebar ke seantero dunia. Budaya, tradisi serta kebiasaan-kebiasaan lama yang menyimpang yang dulu biasanya dilakukan, akan terkikis secara perlahan. Namun tidak dengan hal-hal yang berbau gaib, justru masih menjadi idaman bahkan di negeri bermayoritas agama Islam ini, Indonesia. Syirik dan praktik perdukunan seolah-olah menjadi solusi yang tidak dapat ditinggalkan dari berbagai kesulitan hidup masyarakatnya, mulai dari rakyat biasa hingga penguasa.

Jagat media sosial akhir-akhir ini ramai dengan konten-konten perseteruan antara seorang dukun yang dikenal dengan Gus Samsudin dengan Pesulap Merah atau Marcel Radhival, yang berhasil membuka mata masyarakat tentang tipu daya praktik perdukunan dengan membongkar triknya melalui kanal YouTube-nya.

Satu demi satu praktik perdukunan di bongkar olehnya, sehingga mengakibatkan keresahan di kalangan para dukun, salah satunya pemilik akun di TikTok yang bernama abahrahman8 yang sempat viral di media sosial instagram, karena dalam postingannya tersebut, ia memperlihatkan “sertifikat perdukunan” dari Majelis Brajamusti, yang bertuliskan pengijazah kepada tingkat mahaguru Abah Rahman lengkap dengan tanda tangan di sisi kanan-kiri ijazah dukun tersebut. Ia  meminta bantuan kekuatan gaib. Tujuannya, untuk melawan Pesulap Merah sebagai balasan atas  perbuatan Pesulap Merah kepada Gus Samsudin.(Suara.com, 7/08/2022)

Fakta ini tentu membuat kita bertanya-tanya, mengapa di negeri mayoritas beragama Islam ini kesyirikan serta praktik perdukunan yang sejatinya merusak aqidah umat ini masih tetap eksis, bahkan dibiarkan berkeliaran di dunia nyata maupun maya, layaknya hal yang wajar dilakukan dan disaksikan oleh masyarakat. Lalu dimanakah peran negara yang berkewajiban menjaga aqidah umat ?

Lemahnya Keimanan Umat

Sejak dahulu jauh sebelum datangnya Islam, praktik kesyirikan serta tradisi kepercayaan terhadap hal-hal gaib, salah satunya perdukunan telah ada. Namun, setelah Islam datang, tradisi itu perlahan menghilang, karena sejatinya Islam melarang adanya praktik kemusyrikan. Islam mengharamkan umatnya untuk mempersekutukan Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya yang artinya,
“Sesungguhnya, orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka; tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS Al-Maidah: 72)

Namun sayangnya, meskipun Islam telah datang ke negeri tercinta ini selama berabad-abad, namun tetap saja tradisi kemusyrikan dan praktik perdukunan eksis di tengah-tengah masyarakat. Banyak dari masyarakat mulai dari kalangan biasa hingga penguasa mendatangi dukun untuk menjadikannya sebagai solusi dari kesulitan hidupnya, baik itu meminta kesembuhan karena sakit, ingin kaya,  bahkan ketika ingin menjadi anggota legislatif atau pemimpin rakyat di berbagai tingkatan.

Jelas saja, hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Islam diambil bukan untuk mengatur secara keseluruhan kehidupan masyarakat, namun hanya sebatas simbol dan ibadah ritualnya saja, tak ragu inilah yang mengakibatkan lemahnya iman pada umat.

Adapun mereka, para dukun telah menjadikan hal ini sebagai kesempatan sebesar-besarnya untuk meraup keuntungan besar dari kebodohan sebagian umat yang masih percaya dengan hal gaib dan praktik syirik ini. Tentunya, mereka melakukan hal tersebut tidak sesederhana yang dipikirkan agar kedoknya tak mudah terbongkar, maka para dukun akan memoles diri mereka dengan embel-embel agama, agar terlihat syar’i sehingga dipercaya umat. Maka dari mereka ada yang menyebut dirinya dengan sebutan gus, orang pintar, kiai dan sebagainya.

Jika kita telisik, tentunya hal ini juga diakibatkan oleh paham kapitalistik, demi meraup harta dan pundi pundi kehidupan, mereka rela melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, baik berupa penipuan bahkan kesyirikan.

Peran Negara Menjaga Aqidah Umat

Fenomena yang terjadi seperti yang telah dijelaskan di atas bukanlah fenomena yang baru, namun sudah menjadi suatu hal yang mengakar di tengah-tengah masyarakat yang dilahirkan dari tradisi nenek moyang negeri ini. Kemudian ditambah dengan ambisi mengejar kepentingan dunia atau materi tanpa memikirkan halal dan haramnya.

Fenomena ini mencuat tentunya karena keberanian seorang Pesulap Merah untuk melawan dan mengungkapkan kebathilan para dukun yang didukung oleh fasilitas media sosial yang sudah menjadi sumber informasi dan kebutuhan masyarakat luas. Namun, apakah kita bisa mengharapkan perubahan yang signifikan dan tuntas dari pelanggaran aqidah berupa perdukunan ini ? Tentu tidak, karena kekuatan individu ataupun sekelompok orang dalam mencegah kemungkaran tidak akan berjalan dengan mulus karena akan mendapatkan perlawanan dari orang-orang yang berkepentingan dari kemungkaran tersebut, seperti perdukunan ini sering kali menjadi pendukung orang-orang yang mengejar jabatan dan pekerjaan yang dijadikan sebagai penasehat spiritual yang memberikan sugesti-sugesti yang berbau mistik dan iming-iming akan mendapatkan keberhasilan, keberuntungan, wibawa, pengasih, dan bahkan “karomah”.

Hal ini terjadi karena negara tidak hadir dalam menjaga aqidah umat. Karena negara ini terjebak pada asas sekulerisme yang ditanamkan sejak dini, mulai dari sistem pendidikan, pergaulan, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga muncullah orang-orang yang melandaskan tolak ukur perbuatannya hanya pada maslahat atau manfaat saja tanpa memikirkan bertentangan dengan aqidah atau tidak. Sehingga ketika kejadian-kejadian seperti ini terjadi, negara tidak mengambil peran untuk menuntaskan perihal perdukunan dan praktik kesyirikan yang sudah mengakar di tengah-tengah umat ini. Karena peran negara dalam menerapkan suatu sistem di tengah masyarakatnya akan membentuk pemahaman sesuai dengan apa yang diterapkan oleh negara. Jika negaranya tidak menerapkan Islam sebagai asasnya, tentu ini akan menjadi sumber dari kemungkaran-kemungkaran yang akan muncul di tengah-tengah umat dan akan menjadi mafhum dan kebiasaan.

Oleh karena itu, menyelesaikan permasalahan ini sehingga tuntas haruslah mengganti asas negara ini denga Islam, yang akan menanamkan aqidah Islam yang kuat dan lurus kepada masyarakat sehingga halal dan haram menjadi tolak ukurnya, dan syari’at Islam yang menjadi aturan kehidupannya. Sehingga ketika Islam diterapkan secara menyeluruh, akan tumbuh secara otomatis perasaan dan pemikiran yang Islami pada umat.

Jadi, ketika muncul perdukunan seperti ini ataupun hal-hal lain yang melanggar syari’at Islam akan muncul kesepakatan bersama bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang bathil atau salah, tidak ada perselisihan dan perdebatan tentangnya yang mengundang keributan di tengah-tengah masyarakat. Kemudian ditindaklanjuti oleh negara dengan memberikan pencegahan sekaligus sanksi yang pantas untuk kemungkaran tersebut, yang dalam hal ini praktik kesyirikan dan perdukunan.

Negara berkewajiban menutup semua hal yang dapat menjadi wasilah tumbuh suburnya praktik kesyirikan dan perdukunan ini, sehingga dimanapun masyarakat berada tidak ditemukan lagi praktik perdukunan. Adapun para dukun diberikan sanksi yang tegas dan sesuai dengan syari’at Islam.

Bagaimana solusi ini bisa diterapkan ? Tiada lain adalah dengan memunculkan kesadaran umum di tengah-tengah masyarakat tentang penerapan syari’at Islam secara kaaffah. Oleh karenanya, dibutuhkan peran kita bersama memberikan edukasi dan dakwah kepada masyarakat agar mendukung diterapkannya Syari’at Islam.***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.