Budaya

GURU PEMBURU

Cerpen: Rina Youlida Nurdina

Arfan anak murid yang duduk di bangku kelas lima SD, tergolong soleh dan rajin. Disiplin yang sudah mulai tertanam dalam dirinya merupakan buah dari didikan ayah bundanya.

Ayahnya bekerja sebagai salah satu pejabat pemerintah dan bundanya seorang guru di satu SMP terkemuka di kota. Dengan disiplin dan sifat mandiri yang sudah tertanam dalam diri, setiap hari Arfan membuatnya mampu mengurus dirinya sendiri mulai dari bangun tidur hingga menyiapkan diri untuk berangkat sekolah dan tak lupa sarapan dan membawa bekal yang selalu bundanya sediakan. Selanjutnya diantar sang ayah ke sekolah yang kebetulan searah jalan ke kantor.

Sebagai anak tunggal yang penuh kasih sayang dan dalam kehidupan keluarga yang berkecukupan, Arfan bangga dengan disiplin yang orangtuanya terapkan karena ia menganggap itu sangat berguna untuk dirinya kini dan nanti. Pada malam hari, bundanya tak pernah melewatkan waktu untuk membimbing Arfan belajar walau terkadang hanya satu jam saja belajarnya. Terbukti dengan prestasi yang Arfan raih di sekolah selalu sebagai juara kelas dan sudah beberapa kali ikut olimpiade utusan sekolah.

Beberapa bulan berlalu. Waktu untuk ujian akhir semester tinggal beberapa hari lagi. Arfan sudah mulai merasa ada yang aneh dan berubah yang ibunya alami di beberapa waktu belakangan ini. Ayah yang selalu sibuk dengan urusannya yang padat di kantor tak mampu memberi solusi dan jawaban yang menyenangkan hati Arfan saat bertanya, kenapa sang ibu berubah. Setiap ia bertanya pada bundanya kenapa sekarang bunda sudah jarang bembimbing belajar karena selalu terlihat sibuk dengan laptop dan hape, bundanya hanya menjawab “Bunda sedang berburu”.

Arfan berusaha memahami bundanya. Dalam kebingungannya, ia mencoba mengerti maksud dari berburu sebagai satu cara untuk mendapatkan sesuatu dengan cara-cara yang yang luar biasa yang butuh kecepatan tinggi dan senjata yang luar biasa. Dengan kepolosannya yang terbayang dibenaknya tentu bundanya sedang kerja keras belajar di laptop dan hape untuk peroleh hewan buruan di hutan. Tak sungkan ia juga bercerita dengan bangga pada teman-temannya di sekolah jika bundanya kini sudah menjadi seorang pemburu. Pujian demi pujian pun ia terima dari teman-temannya yang menganggap jika bunda Arfan sangat hebat dan keren.

Suatu hari, salah seorang teman Arfan yang kesal dengan sikap Arfan yang sangat membanggakan bundanya yang kini telah menjadi seorang pemburu mencoba menyakiti Arfan dengan sengaja menoyor kepala Arfan dan mengatakan jika Arfan hanya membual dan berbohong. Arfan yang tidak terima dengan perlakuan temannya itu langsung tersulut emosinya dan balas menghajar temannya dengan gaya smack down yang mungkin dia perolah dari tontonan di televisi. Akibat dari perkelahian mereka, akhirnya keduanya mendapat surat panggilan orang tua untuk dihadiri keesokan harinya.

Bunda Arfan kaget dengan surat panggilan yang ia terima, apalagi suratnya berisi informasi jika anaknya yang baik budi telah melakukan perkelahian di sekolah. Bunda tidak percaya jika anaknya itu bisa melakukan tindakan yang sama sekali belum pernah ia lakukan selama sekolah. Berbeda dengan ayahnya, yang justru merasa itu hal biasa dan santai saja dengan informasi tentang anaknya yang ia peroleh. Ayahnya justru merasa bangga dan menganggap jika itu adalah hal yang wajar bagi anak laki-laki. Ia menenangkan istrinya dan mengatakan jika Arfan harus kuat dan mampu menjaga dirinya walaupun ia hanya seorang anak tunggal dimana sebagian besar orang menganggap jika Arfan adalah anak manja yang lemah.

Bunda yang sangat sibuk dengan aktifitasnya di laptop hari ini ia kesampingkan dulu demi menghadiri surat dari sekolah. Sesampainya di sekolah, ibu dari temannya yang juga mendapatkan surat yang sama sudah duduk dengan raut muka kesal. Tentu saja ia kesal karena anaknya yang dihajar oleh Arfan mengalami memar di bagian wajah dan beberapa bagian tubuh lainnya.

Ibu wali kelas datang dan menyalami kedua orang tua murid itu dengan santun. Dengan panjang lebar ibu wali kelas menceritakan kronologi kejadian kemarin di sekolah yang mengakibatkan perkelahian kedua muridnya itu. Arfan dan temannya berantem juga turut duduk bersama dalam rungan dengan wali kelas dan orangtuanya.

Setelah ibu wali kelas selesai bercerita, bunda terlihat geleng-geleng kepala sambil tersenyum menatap anak tampannya Arfan. Tanpa ragu, bunda meminta maaf atas kekhilafan yang telah anaknya lakukan. Ia mengaku bersalah pada mereka semua karena telah memberikan informasi yang multi tafsir pada anaknya sehingga menjadi bahan cerita di sekolah jika bundanya sudah menjadi seorang pemburu.

Bunda kemudian menceritakan jika benar ia berkata pada Arfan bahwa ia sedang sibuk berburu, namun bukan untuk berburu hewan di hutan atau apapun itu yang ada di pemikiran sang buah hatinya Arfan. Ia menjelaskan jika saat ini guru-guru di seluruh Indonesia tengah disibukkan dengan perubahan cara kerja yang menuntut guru untuk melengkapi administrasi yang dibutuhkan untuk penilaian kinerja guru dan administrasi lainnya dari aplikasi yang bisa dikerjakan melalui media laptop ataupun smart phone.

”Jadi, yang saya buru adalah sertifikat, bukan hewan”, kata bunda Arfan dengan perasaan agak bergidik dalam hatinya.

Akhirnya terpecahankan sudah masalahnya, selanjutnya Arfan dan temannya juga saling bermaafan. Namun, namanya juga anak-anak, Arfan tetap mengaku jika bundanya adalah seorang pemburu walau hanya seorang pemburu sertifikat.*

Rina Youlida Nurdina adalah cerpenis / tinggal di Panyabungan, Mandailing Natal / guru Bahasa Indonesia

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.