Tjahjo Kumolo pertanyakan apakah hanya masalah kriminal atau ada ekses-ekses terkait, seperti ekses internasional, pilkada, atau masalah yang belum diselesaikan dengan baik. Menurut dia, pemerintah jangan cepat memberikan pernyataan bahwa peristiwa penembakan itu merupakan kriminal murni, namun perlu dicari latar belakang di balik peristiwa ini.
Berdasarkan hasil pencermatannya, konflik di Aceh ini terjadi karena ada rasa kekecewaan dari para tokoh di Aceh yang telah mendeklarasikan bersatunya Aceh dengan otsusnya. Rasa kecewa itu, baik menyangkut optimalisasi pembangunan yang belum optimal, menyangkut masalah pembelanjaan anggaran yang tidak bisa dinikmati masyarakat Aceh.
“Pemda dan DPRD Aceh harus mempertanggungjawabkan anggaran yang begitu besar di Aceh, termasuk bantuan dari negara sahabat yang ikut membangun Aceh,” kata Sekjen DPP PDIP itu.
Menurut dia, dengan dipilihnya langsung Gubernur khusus, otonomi khusus, syariah Islam adalah upaya meningkatkan ksejahteraan rakyat di Aceh, sehingga jangan sampai ada benih-benih perpecahan dan perlu ada “political will”. Perlu ada keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik di Aceh. Akar masalahnya harus dituntaskan dengan baik. “Karena kalau tidak, ibarat sebuah luka yang tak sembuh akan muncul luka-luka baru. Ada tanggungjawab dari pemerintah, terutama aparat keamanan untuk menjaga stabilitas nasional,” papar Tjahjo.
Terkait peredaran senjata di daerah konflik seperti di Aceh, kata dia, masih cukup banyak, bahkan ada sejumlah senjata baru. Ini menunjukan ada sumber kekuatan yang masuk di Aceh dengan pola-pola senjata. “Intelijen jangan sampai kecolongan lagi,” katanya seraya menambahkan DPR sebagai fungsi pengawasan, ingin menegaskan pemerintah untuk lebih konsisten dalam menegakan hukum.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan beberapa insiden penambakan di Aceh ada hubungannya dengan momen pilkada di wilayah itu pada 16 Februari 2012. Namun, dia menambahkan, saat ini aparat kepolisian sedang menyelidiki berbagai peristiwa penembakan di Aceh yang mengarah ke warga pendatang.
“Kalau kemarin-kemarin kita melihat itu seolah-olah berdiri sendiri tidak ada kaitannya dengan pilkada. Tetapi dengan adanya tindak kekerasan yang terus berlangsung, kemudian perobohan tiang listrik, ini mengingatkan kita kembali pada masa-masa konflik yang lalu,” kata Djoko.
Djoko menambahkan pihaknya belum mengetahui apakah ini merupakan kejahatan yang terorganisasi atau tidak. “Nanti akan diadakan rapat khusus. Yang jelas kita sangat prihatin dengan tindak kekerasan di Aceh,” ujarnya.
Seperti diketahui, akhir 2011 hingga awal 2012, intensitas kekerasan di Aceh meningkat. Setidaknya ada lima warga terbunuh pada dua hari menjelang pergantian tahun. Paling baru adalah robohnya menara jaringan listrik PLN di Kecamatan Baktiya, Aceh Utara pada Minggu (8/1) karena digergaji orang tak dikenal.(waspada)