Artikel

Islam Tidak Mengenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Oleh : Khadijah Nelly
Pemerhati Sosial dan Keluarga

Baru-baru ini dunia jagat maya dihebohkan dengan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh Rizky Billar kepada istrinya Lesti Kejora. Pada Rabu malam, 28 September 2022, Lesti diketahui melaporkan suaminya Billar ke pihak kepolisian atas dugaan kasus KDRT tersebut (Vivanews.com).

Kasus KDRT bukan hanya menimpa Lesti Kejora, ternyata ada juga sederet nama-nama artis yang pernah mengalami hal serupa. Dari kebanyakan mereka yang mengalami KDRT dalam hubungan rumah tangga akhirnya berujung dengan perceraian.

Parahnya lagi, kasus KDRT ini seperti hal biasa yang terjadi di kalangan masyarakat. Ini kasus yang menimpa hampir semua kalangan yang mesti dicari solusi penyelesaiannya.

Lantas bagaimana pandangan Islam mengenai KDRT?

Islam sebagai sistem hidup yang sempurna, telah sangat jelas mengajarkan bagaimana hubungan yang sehat anatara suami dan istri dalam berumah tangga. Segala hal yang kemudian menjadi perintah maupun larangan semata berasal dari dalil syar’i yang wajib diikuti oleh keduanya demi ketaatan kepada Allah SWT. Suami, yang dalam Islam disebut qowwam atau pemimpin, memiliki tanggungjwab yang besar terhadap keluarganya. Selain memastikan tercukupinya kebutuhan dasar bagi anggota keluarga, peran yang tidak bisa ditinggalkan oleh seorang suami adalah mendidik keluarganya agar tidak sampai melanggar hukum syara’.

Dalam proses mendidik inilah kemudian dikenal istilah pukulan suami kepada istrinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. Dalam qur’an surat an nisaa’ ayat 34.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (TQS An-Nisaa` [4] : 34)

Ayat ini menunjukkan suami berhak mendidik istrinya yang menampakkan gejala nusyuz dalam 3 (tiga) tahapan secara tertib sebagai berikut:

Pertama, menasihati istri dengan lembut agar kembali taat kepada suami, sebab menaati suami adalah wajib atas istri (lihat QS Al-Baqarah [2]: 228).

Kedua, memisahkan diri dari istri di tempat tidurnya, yakni tidak menggauli dan tidak tidur bersama istri, tetapi tidak boleh mendiamkan istri. Langkah kedua ini ditempuh jika tahap pertama tidak berhasil.

Ketiga, memukul istri. Langkah ini dilakukan jika tahap kedua tidak berhasil. Namun, meski Islam membolehkan suami memukul istrinya, Islam menetapkan pukulan itu bukan pukulan yang keras, melainkan pukulan yang ringan, yang disebut Nabi saw. sebagai pukulan yang tidak meninggalkan bekas (dharban ghaira mubarrih).

Dari sini bisa dipahami, bahwa Islam tidak mengenal yang namanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Semua bentuk hubungan antara suami dan istri adalah hukum syara’ yang diambil dari dalil-dalil syar’i. Ada sebuah hukum syara’ yang memberi kewenangan suami untuk mendidik istrinya, semua itu demi tidak jatuhnya sang istri pada pelanggaran hukum syara. Contoh ketidaktaatan istri (nusyuz), misalnya keluar rumah tanpa izin suami, tidak mau melayani suami, padahal tidak punya uzur (misal haid atau sakit), atau tidak amanah menjaga harta suami, dan sebagainya.

Namun tetap ada batasan seputar pukulan yang dimaksud. Para ulama banyak menguraikan bagaimana ukuran pukulan ringan tersebut. Pukulan itu tidak boleh menimbulkan luka, tidak boleh sampai mematahkan tulang atau sampai merusak/mengubah daging tubuh (misal sampai memar/tersayat), pukulan itu bukan pukulan yang menyakitkan, juga harus dilakukan pada anggota tubuh yang aman (misal bahu), bukan pada anggota tubuh yang rawan atau membahayakan (misalnya perut). Dan  jika menggunakan alat pun tidak boleh alat yang besar, seperti cambuk/tongkat, tetapi cukup dengan siwak (semacam sikat gigi) atau yang semisalnya.

Selain itu Islam juga menjelaskan haram hukumnya suami memukul/menampar wajah istrinya. Keharaman menampar istri sesuai dengan larangan dalam hadis Mu’awiyah al-Qusyairi ra., “Bahwa Nabi saw. pernah ditanya seorang laki-laki, ’Apa hak seorang istri atas suaminya?’ Nabi saw. menjawab, ’Kamu beri dia makan jika kamu makan, kamu beri dia pakaian jika kamu berpakaian, jangan kamu pukul wajahnya, jangan kamu jelek-jelekkan dia, jangan kamu menjauhkan diri darinya kecuali masih di dalam rumah.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Di sinilah pentingnya kaum muslimin untuk terus mengkaji Islam. Dengan terus mengkaji kita tidak akan salah paham tentang hukum-hukum yang ditetapkan. Justru hukum-hukum yang ditetapkan Islam ada untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh manusia. Bukan justru menganggap Islam sebagai wilayah privat yang tidak perlu hadir dalam urusan dunia. Maraknya KDRT justru ketika sistem kapitalis sekuler terus dipegang kokoh dengan dalih hak asasi manusianya, yang kadang justru kebablasan dalam aplikasinya.

Wallahualam bi ash showab.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.