Budaya

JANJI YANG TERLUPAKAN

Cerpen

JANJI YANG TERLUPAKAN

Karya : WAHYUNI LUBIS

 

 

Entah apa yang paling menyakitkan dari janji yang terlupakan. Awalnya saja yang meyakinkan. Namun akhirnya berahir juga dengan kata selamat tinggal.

Untukmu nama yang pernah kusebut dalam do’a. Kau sungguh ahli dalam luka. Dengan sengaja kau membuat hatiku patah untuk yang kedua. Aku tidak tau apa yang terlintas di benakmu dengan mudahnya kau ludahi semua janji kita. Ku kira kau serius dalam hubungan ini. Nyatanya aku kau anggap hanya sekedar persinggahan saja .

Sungguh ini di luar kuasa. Kau pergi di saat semuanya menjatuhkanku. Kau pergi di saat keadaan membenciku. Kau pergi di saat waktu memojokkanku. Hanya karna diamku sampai hati kau memvonisku  jika aku memang tidak pantas untuk hidupmu. Padahal jika kau pahami aku hanya ingin dimengerti olehmu. Aku hanya ingin kau berpihak padaku. Setidaknya aku punya alasan untuk tidak terlalu memikirkan mereka yang selalu menjatuhkanku.

Masih terngiang di ingatan, saat ku bertanya kenapa sikapmu berubah padaku. Ku kira kau akan memperbaiki cara berfikirku. Nyatanya dengan sigap kau umumkan pada khalayak ramai jika aku bukanlah wanita yang baik untukmu. Tanpa kau fikirkan bagaimana perasaanku saat itu. Bahkan saat ku meminta penjelasanmu, kau malah menganggap jika tangisku hanya sebagai candaan.

Ah….,aku tidak habis pikir. Entah berapa wanita lagi yang akan kau jadikan korban.

Untuk kata maaf pun tidak ada kau tinggalkan sebagai pertanda jika kau sudah mulai bosan. Kau hanya terdiam membisu dengan seribu bahasa yang tidak kumengerti. Dan tiba-tiba tanpa sebab musabab kau berlalu dan pergi.

Kau pergi tanpa meninggalkan pesan perpisahan. Kau menggores kembali luka yang belum kering itu. Kau ucap seribu janji dan dengan sengaja kau sendiri yang mengingkari.

Untuk yang kesekian kali, aku jatuh di lobang yang sama namun pada waktu yang berbeda.

***

Aku menyesal telah salah suguh  padamu. Seharusnya bukan hati yang kusuguhkan padamu. Kuhidangkan sebakul sayang. Tapi kau malah memberiku setangkai belati yang membuat sakit  hati.

Aku sempat bertanya padamu, apakah kau sungguh-sungguh mencintaiku. Dengan lihai, kau berkata “jika kau akan selalu bersamaku apapun keadaaannya dan seburuk apapun situasinya”.

Seperti itu kan pernyataan yang pernah terlontar dari bibir manismu. Nyatanya sekarang hanya tinggal ucapan yang mati begitu saja dan mayatnya dengan paksa kukubur dalam hati berbatunisankan kecewa.

Kau memang sulit untuk diterka. Setiap kata yang keluar dari mulutmu, tidak lebih dari dusta. Kau tanam janji berbuahkan luka. Hingga membuatku jadi merana.

Aku tidak tahu entah di bagian mana lagi harus kusebut namamu. Bahkan saat ku meletakkan namamu dalam aminku. Dengan sengaja kau leburkan semua anganku.

Semudah hari kemarin kau mengukir bahagia dan  sesederhana hari ini kau memberi luka. Singkat bukan? Tidak butuh waktu lama. Hanya sekejap kita kembali asing di hati masing-masing. Kau dengan tawa lepasmu dan aku dengan tangis piluku.

Satu yang mesti kau tahu – ku tegaskan padamu – jangan sebut namaku Rani jika aku tidak bisa melupakanmu Riki. Sudah cukup untuk hari ini. Bila esok kita berjumpa lagi, anggap saja jika kita tidak pernah saling menyayangi.

Bekas memar ini, akan kurawat dengan ikhlas hati. Tidak perlu cemas, aku tidak akan mengutuk pertemuan kita dahulu. Aku yang salah, karna telah menaruh angan terlalu tinggi padamu sehingga membuatku jatuh di bebatuan yang mengakibatkan hatiku retak berantakan.

Maafkan aku, jika dulu aku pernah menyebut namamu dalam aminku. Pergilah jika bagimu aku bukan pemberhentian. Tidak mengapa, aku di sini saja menunggu hujan reda. Maksudku bukan di kotaku tapi di kelopak mataku.***

WAHYUNI LUBIS adalah penyiar radio, tinggal di Mandailing Natal. Karya-karyanya dalam bentuk cerpen banyak diterbitkan di surat kabar dan media online.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.