Artikel

Jeratan Pinjol Kian Mencemaskan, Bagaimana Menyikapinya?

Oleh: Radayu Irawan, S.Pt

Tren pinjaman online (pinjol) kian mencemaskan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjol, terus naik. Tercatat pada Mei 2023 sebesar Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% dari tahun lalu.

Dari jumlah tersebut, sebesar 38,39% disalurkan kepada pelaku UMKM dengan penyaluran pelaku usaha perseorangan Rp15,63 triliun dan badan usaha Rp4,13 triliun. (Katadata, 14-7-2023).

Dilansir dari CNBC (03/07/2023) data statistik yang dipublikasi OJK, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi daerah paling banyak menyumbang kredit macet pinjol di Indonesia per Juni 2023. Angka TWP90 NTB diketahui mencapai 7,67%, alias di atas batas wajar OJK.

Di sisi lain, Pulau Jawa menyusul menjadi daerah dengan rata-rata kredit macet tinggi. Tercatat, angka TWP90 dari total outstanding pinjol per Juni 2023 di pulau Jawa mencapai 3,10%.

Adapun Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah kredit macet pinjol terbanyak di Pulau Jawa, dengan capaian TWP90 sebesar 3,60%. Menyusul, Jawa Timur memiliki rata-rata TWP90 terbesar kedua dengan angka 3,25%

Segaris dengan macetnya pelunasan pinjol, OJK menyatakan bahwa adanya tren baru di masyarakat, yaitu sengaja berutang pada pinjol ilegal dengan bermaksud tidak akan melakukan pelunasan. Hal seperti ini bisa berbahaya karena pinjol yang ilegal tidak mau tunduk pada aturan OJK sehingga mereka bisa bertindak semena-mena dan melakukan apa saja.

Mengapa fenomena pinjol kian mencemaskan? Apa yang menjadi akar persoalannya dan bagaimana pandangan Islam mengenai hal demikian?

Penyebab Pinjol

Sejatinya, masyarakat tidak akan melakukan peminjaman uang jika seluruh kehidupannya telah terpenuhi serta mindset yang dibentuk sesuai dengan syariat. Namun, apa yang hendak diharapkan, pengaruh sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang memengaruhi di negeri ini, tidak dapat menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Kebutuhan primer seperti kesehatan, keamanan dan pendidikan pun sulit untuk dijangkau oleh seluruh rakyat. Biaya kesehatan yang mahal hingga ada istilah, orang miskin tak boleh sakit. Begitu pula dengan biaya pendidikan yang hanya dapat dijangkau oleh segelintir orang-orang berduit. Tentu, secara terpaksa untuk memenuhi hal tersebut, rakyat yang sudah terjepit dengan pemikiran pendek, akan mencari jalan pintas demi menyambung hidup, yakni dengan pinjol.

Mindset masyarakat yang mendewakan hawa nafsu pun ikut terjebak dengan pinjol. Mereka menggunakan pinjol hanya untuk sekedar memenuhi gaya hidup. Pembelian gawai baru karena mengikuti tren, belanja pakaian terbaru, rekreasi ke tempat-tempat terpopuler hingga membeli tiket konser musik.

Tren pinjol yang semakin meningkat oleh masyarakat maupun UMKM sejatinya disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah kesulitan hidup yang menimpa sebagian masyarakat negeri ini. Pasalnya hingga hari ini lebih dari 26 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Pinjol pun menjadi jalan pintas yang dipilih untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup dan hawa nafsu belaka.

Sebagian masyarakat mencoba peruntungan di UMKM yang tentu membutuhkan modal. Alhasil pinjol pun menjadi sumber modal. Kesulitan hidup serta mindset hedonis yang melekat di masyarakat saat ini tidak lepas dari pengaruh sistem sekulerisme-kapitalisme yang di negeri ini. Sistem ini telah melegalkan liberalisasi ekonomi, alhasil segala komoditas dikapitalisasi atau dibisniskan mulai dari pendidikan, perdagangan, hingga kesehatan.

Rakyat pun menjadi kesulitan mengakses kebutuhan-kebutuhan asasinya karena harganya yang mahal. Belum lagi mindset ala sekuler kapitalis yang diadopsi masyarakat juga telah menjerat mereka pada pinjol dengan sistem ribawinya. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mengubah kehidupan masyarakat dengan gaya hidup hedonis dan materialis. Masyarakat memandang bahwa sumber kebahagiaan terdapat pada pemenuhan seluruh materi dan kesenangan jasanya semata.

Padahal untuk mengejar kesenangan materi sangat membutuhkan uang yang tak sedikit. Gaya hidup materialis masyarakat diperkuat lagi dengan gempuran serta serangan media yang secara terus-menerus mengajak masyarakat untuk hidup hedon. Masyarakat yang jauh dari pemahaman Islam tidak lagi mempertimbangkan apakah harta yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup mereka diperoleh melalui jalan halal ataukah bertentangan dengan aturan Allah, sebagaimana pinjol yang mengandung riba.

Negara pun cenderung tidak peduli terhadap persoalan ketakwaan rakyatnya termasuk kesejahteraannya. Mirisnya negara juga melegalkan praktik pinjol dengan perizinan lembaga pinjol. Astaghfirullah al azim.

Perspektif Islam

Memang untuk mewujudkan masyarakat bersih dari riba membutuhkan peran sentral negara dalam menjauhi riba dengan segala bentuknya. Sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah sebagai sistem pemerintahan berlandaskan Alquran dan As-sunnah tidak akan melegalkan praktik riba berlangsung. Penerapan syariat Islam secara Kaffah sejatinya akan menghapuskan praktik riba.

Dalam mencegah fenomena pinjam meminjam yang mengandung ribawi termasuk pinjol, Khilafah akan berupaya memenuhi kebutuhan asasi seperti kesehatan, keamanan dan pendidikan setiap individu rakyatnya. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung.

Pada mekanisme tidak langsung, khilafah akan mempermudah akses terhadap modal tanpa riba, melakukan pelatihan, dan membuka lapangan kerja seluas luasnya bagi kepala keluarga yang menjadi pihak pencari nafkah.

Seluruh kepemilikan rakyat (air, api dan padang rumput) hanya boleh dikelola oleh negara. Pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara, dalam jumlah besar akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar pula.

Jika kepala keluarga tidak mampu untuk mencari nafkah karena udzur syar’i misalnya sakit keras, cacat dan sejenisnya, kerabatnya wajib membantu. Tentunya dengan pendataan yang baik disertai aparat pemerintah yang amanah. Hal ini akan meniscayakan adanya data kekerabatan yang menunjang mekanisme ini. Jika sekiranya kerabatnya pun tidak mampu memenuhi kebutuhannya, kewajiban memberi nafkah jatuh kepada kas negara atau Baitul Mal. Sumber anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu akan diambil dari pos zakat.

Adapun pada mekanisme langsung, negara akan memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negara akan memberikan pelayanan-pelayanan berkualitas dan gratis kepada masyarakat. Sehingga harta yang dimiliki masyarakat benar-benar hanya fokus dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan ditambah kebutuhan sekunder maupun tersiernya. Jika masyarakat membutuhkan bantuan keuangan misalnya modal usaha, mahar dan lain-lain maka negara melalui lembaga Baitul Mal akan memberikan pinjaman tanpa riba. Karena Islam mengharamkan riba secara mutlak.

Khilafah akan melarang pendirian lembaga pinjol dengan riba atau aktivitas sejenis. Disisi lain sistem pendidikan Islam akan mencetak masyarakat yang memiliki Aqidah Islam yang kuat dan berorientasi akhirat. Sehingga amal-amalnya tidak hanya seputar hanya memenuhi kesenangan duniawi namun senantiasa dihiasi dengan amal solih.

Beginilah cara sistem Islam mewujudkan masyarakat tanpa riba sehingga kehidupan menjadi berkah karena diliputi ridho Allah. Beginilah Indahnya hidup di bawah sistem Islam. Maka mari bersama-sama mewujudkannya! Wallahu A’lam Bishowab.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.