Artikel

KECEWA BERHARAP PADA DEMOKRASI

Oleh : Alfisyah
Guru / tinggal di Medan

Masyarakat mulai menunjukkan taringnya. Masyarakat ogah ditipu terus oleh demokrasi melalui berbagai ajang Pilkada-nya. Pemilu dirasakan masyarakat sebagai ajang tipu-tipu untuk naiknya komunitas tertentu dalam kekuasaan yang sedang berjalan. Berbagai laporan kecurangan atas satu pasangan calon mulai dilaporkan. Pada Pilkada Medan tampak laporan dari Ahyar – Salman (AMAN). Mereka menduga ada pelanggaran secara TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) dalam Pilkada kota Medan baru-baru ini.

Tim Paslon AMAN juga menduga ada kemungkinan KPU Medan tidak bekerja secara maksimal dalam Pilkada waktu itu. Terbukti partisipan sangat rendah dalam pemilihan itu. Rakyat mulai bosan atas tipu-tipu janji pemilu yang tak terbukti.

Jumlah suara yang diperoleh paslon Bobby – Aulia sebanyak 393.533 suara. Sedangkan paslon Salman – Ahyar 342.480 suara. Jika ditotal suara hanya 736.013 saja, padahal DPT (Daftar Pemilih Tetap) di Medan mencapai 1.601.001. maka berarti ada 864.988 orang yang tidak menggunakan suaranya. Artinya yang sesungguhnya memenangkan aja demokratis ini adalah pihak ke tiga. Pihak yang bosan dengan tipuan demokrasi yang katanya demokratis. Data berbicara secara jujur (merdeka.com 16/10/2020).

Tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Medan tahun 2020 hanya 46% meskipun “naik” dibandingkan tahun 2015 yang hanya 25%. Namun tidak mencapai 50% itu menunjukkan minat masyarakat yang masih rendah akan berharap pada sistem demokrasi untuk hidup mereka. (detiknews.com, 16/12/2020)

Tidak dapat dipungkiri, sesungguhnya masyarakat hanya butuh satu hal saja. Butuh pada sistem yang berpihak kepada mereka dalam melayani mereka sebagai masyarakat yang membutuhkan kebutuhan dasarnya dipenuhi secara maksimal. Padahal itu sesuatu yang mudah dan tidak rumit. Namun berpuluh tahun berharap pada sistem demokrasi dengan Pilkada-nya telah membuat mereka apatis. Apatis berharap pada sesuatu yang diharapkan namun tidak pernah membuktikan janji-janjinya. Masyarakat tidaklah salah sebab mereka adalah manusia yang memiliki rasa dan keinginan yang wajar. Hanya berharap perbaikan dalam kehidupan mereka saja.

Oleh karena itu, masyarakat harus sadar bahwa penantian mereka kepada sistem demokrasi ini harus diakhiri. Menunggu pada sesuatu yang tak pasti itu sangat melelahkan.masih ada sistem lain yang mampu mewujudkan impian mereka. Impian yang sederhana untuk hidup lebih layak, layaknyamanusia yang normal dengan terpenuhinya kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, dan pendidikan secara mudah. Bahwa masyarakat juga berharap ada sistem yang terbaikyang dapat mewujudkan kehidupan yang baik itu. Membutuhkan pada penguasa (pemimpin) yang baik yang menjadikan amanah dan sistem yang ada untuk melayani mereka.

Adapun berharap pada sistem demokrasi hanyalah fatamorgana belaka. Ilusi demokrasi dengan kebobrokan dan kegagalannya sudah tampak jelas. Masih ada satu sistem lain yang terbukti belasan abad dalam melayani masyarakat secara baik. Sistem itu adalah yang berasal dari para nabi. Sistem syariat islam yang agung yang mampu mewujudkan mimpi masyarakat (tidak pandang bulu) dengan adil dan amanah. Mekanisme pemilihan penguasaannya yang sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah (contoh dari nabi) juga sahabat yang secara pasti meniadakan kecurangan, bebas biaya besar dan jujur terbukti belasan abad lamanya. Sistem pemilihan kepala negara yang hanya sederhana melalui fit and proper test oleh mahkamah mazhalim (qadhi mazhalim) lalu mengerucut pada enam calon, lalu dua calon, lalu satu calon. Setelah itu baiat in’iqad dan baiat tha’at dari masyarakat pun dilakukan secara tehnis dan mudah. Sangat hemat biaya dan cepat sekali. Mekanisme pemilihan gubernur dan para bupati / walikota pun juga dilakukan sederhana, karena kepala negara akan langsung menunjuknya dan mengangkatnya. Tentu karena kepala negara itu dipilih dengan cara yang amanah, maka kepala daerah yang ditunjuk pun adalah kepala negara yang amanah dan kapabel.

Berdasarkan mekanisme seperti ini negara akan banyak menghemat waktu, biaya dan meminimalkan kekurangan karena menihilkan korupsi, balas budi pada para kapital / sponsornya dan berbagai kecurangan yang lainnya. Tinggal apakah masyarakat mau mengambil sistem itu atau tidak. Keimanan menjadi dasar atas pilihannya. Oleh karena itu pembinaan masyarakat agar menjadi pemilih yang cerdas harus dilakukan.***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.