Artikel

Ketahanan Pangan Dalam Pandangan Islam

Oleh : Yuni Yartina
Aktivis Muslimah

Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan telah diterbitkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk memperkuat ketahanan pangan di Indonesia, harapannya agar mampu menekan angka stunting. Perbadan akan menyiapkan pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk menilai jumlah komposisi pangannya di setiap daerah. Setiap tahun akan dilihat apakah sudah sesuai dengan kebutuhan di daerah tersebut atau belum. (Republika, Minggu, 04 Juni 2023).

Kehidupan saat ini telah memasuki era yang semakin maju, akan tetapi Indonesia masih banyak PR dalam memenuhi kebutuhan pangan. Terlebih saat ini dengan pengaruh kapitalistik sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) menjadikan bahan pangan yang bergizi sulit digapai oleh rakyat menengah kebawah. Memang banyak produk-produk kapitalis beredar dengan harga murah, hanya saja didominasi oleh konsumsi siap saji yang nihil gizi.

Produksi pangan yang seringkali kurang, distribusinya yang belum merata, serta sulit dijangkau harganya oleh masyarakat, membuat masyarakat terbiasa mengkonsumsi pangan tanpa perduli lagi kandungan gizi. Yang penting perut kenyang terisi. Sementara, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bergantung erat dengan apa yang dikonsumsinya.

Mewujudkan ketahanan pangan oleh negara di kondisi krisis dan kesenjangan ekonomi pengaruh kapitalis tentu tidak mudah, sebab membutuhkan anggaran yang besar. Dari sisi teknologi butuh alat penunjang yang efisien. Dari segi lahan harus tersedia sarana produksi pangan. Sementara saat ini kita menyaksikan, banyak lahan-lahan pertanian yang telah dialihfungsikan menjadi perumahan, industri bahkan infrastruktur. Sehingga lahan-lahan produktif yang mampu memasok ketersediaan pangan terus berkurang. Pada akhirnya, Indonesia tertinggal dalam ketahanan pangan. Jika sudah demikian, menjaga ketahanan pangan dengan pengaruh kapitalistik sekuler akan sangat jauh bahkan seperti mustahil terwujud.

Lain halnya jika kita menggunakan sistem Islam yang tidak hanya mengatur ibadah saja, namun juga memiliki mekanisme terbaik dalam menjaga produktivitas dan distribusi pangan.

Dalam pandangan Islam, pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi. Sebab, dari pertanianlah bahan-bahan pangan akan terproduksi. Sehingga jika pertanian melemah, akan menganggu stabilitas negara yang membuatnya bergantung dengan negara lain. Islam tidak akan membiarkan negara bergantung dan menjadikan negara didominasi kebijakannya oleh segelintir orang-orang yang berkepentingan. Karena yang terpenting diatas kebijakan adalah ketaatan pada hukum Allah dan terpenuhinya hak-hak rakyat baik secara jamaah maupun individu.

Untuk menjaga lahan tetap produktif dengan aktivitas pertaniannya, negara memberikan kebebasan penggunaan lahan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk mengelola. Tanpa harus membeli ataupun menyewa lahan tersebut. Hal ini berdasarkan riwayat yang bersumber dari ucapan Umar bin Khatab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda :
“Karena itu siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu untuk dirinya (menjadi miliknya) dan tidak ada hak untuk orang yang memagari setelah tiga tahun.”.

Dalam hadist tersebut dimaksudkan bahwa siapa saja boleh memanfaatkan lahan pertanian. Ketika lahan tersebut kosong selama tiga tahun, statusnya menjadi tanah mati dan dikembalikan kepada negara untuk kemudian diserahkan kepada yang mampu mengelola. Dengan demikian, lahan akan terus berproduksi.

Kemudian dari sisi pendistribusian yang harus merata, Islam melarang melakukan penimbunan, hukumnya haram secara mutlak. Penimbunan yang dimaksudkan adalah dengan tujuan dikeluarkan/dijual menunggu harga pasar naik.

Pada masa Khilafah kepemimpinan Umar bin Khatab, pernah terjadi krisis pangan akibat kemarau panjang. Hingga selama paceklik, Umar bin Khattab memiliki suatu kebiasaan baru, yaitu setelah selesai mengimami salat isya beliau langsung pulang dan melakukan salat malam sampai menjelang subuh. Kemudian Khalifah Umar keluar menelusuri lorong-lorong jalan untuk mengontrol apakah ada rakyatnya yang kelaparan.
Kemudian Khalifah Umar mengirim surat ke beberapa Gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa’ad bin Abi waqqash di Irak.

Hal ini juga menunjukkan sekaligus memberikan contoh bahwa pemimpin dan negara wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Memastikan tiap individunya tumbuh menjadi SDM unggul dan bertakwa. Semua tentunya hanya akan terwujud dengan aturan yang pasti benar dari Allah SWT. Wallahu’alam bish shawab.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.