Seputar Madina

Korupsi DAK 11 Milyar Kian Terbongkar, Pejabat Dinas Pendidikan Madina Perang Dingin

Bangunan ruang baru SD Negeri di Desa Simpang Banyak yang tidak selesai hingga penghujung Desember 2020. Foto: Oji Lubis

PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Heboh! Kasus dugaan korupsi di Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal kian menghebohkan.

Para pejabat di instansi itu mulai perang dingin menyusul kian terkuaknya indikasi korupsi dana DAK mencapai 11 miliar Rupiah tahun 2020.

Kasus dugaan korupsi ini mencuat setelah kalangan mahasiswa beberapa kali berunjukrasa di Kejati Sumut meminta pengusutan proyek-proyek fisik sekolah di Mandailing Natal tahun anggaran 2020 bersumber dana dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Salah satu yang paling parah adalah bangunan ruang kelas baru di Desa Simpang Banyak Kecamatan Ulupungkut. Bangunan tidak siap hingga 31 Desember 2021, bahkan hingga triwulan pertama 2021.

Kepala Dinas Pendidikan Mandailing Natal, Ahmad Gong Matua saat dikonfirmasi harian Waspada.id beberapa hari lalu, tidak tahu menahu soal kasus dugaan penyalahgunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) tersebut.

Dilansir Waspada Gong mangatakan, persoalan dana DAK tersebut yang tahu hanya Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) yang juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yakni Andriansyah Siregar atau biasa disapa Andre.

Namun, Andre justru balik menyerang kepala dinas.

Itu klarifikasi bohong. Tidak logis beliau (Kadisdik) tidak tahu. Dari tahap awal saja beliau sudah terlibat, kan beliau langsung yang menandatangani pencairan termin pertama yakni 25 persennya meskipun beliau masuk menggantikan di pertengahan tahun untuk jadi Pelaksana Tugas (Plt) menggantikan Kadis lama,” ungkap Andre Kamis (14/4) dikutip Waspada.id.

Selain itu, Andre juga mengatakan, selama ini dia sudah tidak lagi bisa berkomunikasi dengan Kadisdik. Bahkan, dia juga mengaku sudah tidak lagi dilibatkan dalam program kelanjutan dana DAK tersebut.

Andre juga mengakui ada salah satu sekolah (SD) yang diambil alih langsung oleh Dinas Pendidikan, dalam hal ini mengelola secara langsung pembangunan atau pemberdayaan dana DAK tersebut. Padahal, jika mengikuti Jukdis, dana DAK tersebut merupakan kewenangan kepala sekolah dalam penggunaan anggarannya.

Seperti contoh, SD 231 di Desa Simpang Banyak yang sampai saat ini pengerjaanya terbengkalai dengan anggaran Rp200 juta tidak siap dikarenakan dana untuk pembangunannya tidak ada lagi.

Kata Andre, Kepala SD 231 Simpang Banyak mengaku hanya mengandalkan sisa anggaran yang masuk yakni termin ketiga sebesar 30 persen. Andre juga mengatakan hanya anggaran 30 persen yang diterimanya untuk melanjutkan pembangunan itu. Kepsek juga tidak tahu anggaran termin pertama dan kedua “perginya” ke mana dan yang memakai siapa?

Sumber: Waspada.id

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.