Artikel

Mangrove Untuk Ketahanan Pangan

Hutan mangrove di pinggir laut

 

Oleh: Dr. Erika Pardede

Indonesia merupakan negara ke­pu­­la­uan yang memiliki ben­tangan pantai yang sangat pan­jang mencapai 956,181 km, dimana sekitar 4,25 juta hektar terdiri dari hutan mangrove.

Hutan mangrove ada­lah tipe hutan yang terdapat di se­panjang pantai atau muara sungai yang di­pengaruhi oleh pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pa­sang dan bebas dari genangan pada waktu surut.

Mangrove merupakan kelompok tanaman yang tumbuh di hutan mangrove yang memiliki karakteristik sangat toleran dengan kondisi asin atau kadar garam atau salinitas tinggi.

Di Indonesia sendiri, dikenal hingga 202 jenis tumbuhan mangrove. Yang pa­ling sering ditemukan adalah api-api (Avi­cennia officinalis), tancang (Bru­gui­era), per­epat (Sonneratia caseolaris), kayu buta-buta (Excoecaria agallocha), nyiri batu (Xylocarpus moluccensis), ke­tapang (Ter­minalia catappa), golongan Rhizo­phora, seperti lindur (R. apiculata), Rhi­zop­hora mucronata, dan Rhizophora stylosa.

Penduduk di pesisir pantai telah memiliki kearifan untuk memanfaatkan hutan mangrove dalam mendukung kehidupan mereka. Tumbuhan mangrove dimanfaatkan sebagai bahan bakar kayu, sebagai bahan bangunan tempat tinggal dan untuk membuat peralatan penunjang kehidupan ekonomi seperti sampan/perahu.

Masyarakat juga memanfaatkan eko­sistem mangrove sebagai tempat menangkap ikan-ikan kecil, kepiting mau­pun udang. Sebagian lagi meman­faatkan ekstrak bagian-bagian tumbuhan untuk obat-obatan tradisional bahkan men­jadikannya sebagai pewarna alami.

Ditinjau dari sudut pandang ekologis, hutan mangrove berperan bagaikan benteng alami yang melindungi pantai dari dinamika laut seperti hantaman gelombang, terpaan angin, gempuran badai maupun dari gelombang pasang tsu­nami.

Mangrove juga merupakan ha­bitat dari banyak jenis fauna, mulai dari burung, serangga, reptil hingga hewan ke­cil dan berbagai jenis ikan, udang, ke­piting serta kerang-kerangan hingga plan­kton.

Maka selain untuk fungsi per­lin­dungan komunitas manusia di pesisir, dengan melakukan pelestarian hutan mangrove sekaligus berperan penting dalam mempertahankan keanekaragam hayati yang hidup di hutan mangrove.

Dalam mendukung ketahanan pangan, mangrove berkaitan erat dengan fung­si­nya terkait penyediaan bahan pangan, yakni bahan pangan yang merupakan biota laut yang hidup dalam hutan mang­rove serta bahan pangan yang diolah de­ngan menggunakan bagian tanaman mangrove itu sendiri.

Pemanfaatan potensi mangrove sebagai sumber pangan diharapkan dapat meningkatkan gizi keluarga selain untuk mengurangi konsumsi beras melalui peng­anekaragaman pangan.

Selain me­ngurangi pengeluaran rumahtangga dan melalui usaha yang dapat menambah pendapatan keluarga diharapkan men­du­kung pencapaian ketahanan pangan rumah tangga.

Hal ini terkait dengan salah satu pilar ketahanan pangan yakni aspek ketersediaan pangan, yakni ketersediaan pangan seperti diamanatkan pada Worlds Food Summit di Roma, 1999, oleh badan kesehatan dunia, WHO.

Berhubungan dengan masalah perika­nan perairan laut, mangrove sangat penting dalam siklus hidup berbagai jenis ikan, udang, kerang, moluska, dan orga­nisme aquatik lainnya. Mangrove bukan hanya memberikan tempat perlindungan untuk bertelur, pemijahan dan penga­suhan, tetapi sekaligus menyediakan ma­kanan.

Banyak jenis udang maupun ke­piting yang bernilai komersial meman­faatkan mangrove sebagai tempat penga­suhan. Mangrove mampu menyediakan ba­han organik yang sangat besar jumlah­nya sebagai bahan makanan.

Keter­gan­tu­ngan akan mangrove bukan hanya untuk spesies yang menetap hidup di mang­­rove, tetapi juga untuk spesies yang me­ng­gunakan mangrove sebagai tempat se­mentara di dalam siklus hidupnya, se­misal untuk tempat pengasuhan. Ke­bera­daan hutan mangrove yang baik akan men­dukung kehidupan dan produksi biota laut yang dapat dijadikan sumber pangan.

Pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan pangan mulai banyak dilirik dan dianjurkan dewasa ini. Dari segi keter­sediaan, buah mangrove sangat melim­pah dan bagi masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa menge­luarkan biaya yang banyak.

Manfaat mangrove harus lebih dikenalkan dan ketrampilan pengolahan ditingkatkan dalam menggalakkan pemanfaatan mangrove sebagai bahan pangan.

Konsumsi Mangrove

Sudah tentu buah atau bagian lain tanaman mangrove yang dapat dikon­sum­si tidaklah ditujukan sebagai maka­nan utama, melainkan lebih untuk tujuan penganekaragaman pangan.

Selain untuk mengurangi konsumsi makanan pokok (nasi, beras, jagung dan sagu), hasil ola­han dari buah mangrove yang berupa te­­pung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan terigu sebagai sum­­ber karbohidrat. Buah mangrove dapat diolah menjadi tepung dan beragam ba­han pangan olahan seperti sirup, keri­pik, dodol, dan olahan makanan ringan lainnya .

Dari berbagai jenis mangrove yang ada buah pedada dengan kandungan karbohidrat 19% sangat potensial untuk diolah menjadi tepung. Tepung pedada selanjutnya digunakan untuk men­sub­situsi tepung terigu dalam pembuatan aneka macam penganan.

Selain sebagai sumber karbohidrat buah mangrove umumnya memiliki kandungan mineral kalsium yang cukup tinggi. Sehingga olahan pangan dengan bahan baku mangrove dapat mendukung ke­cu­kupan mineral kalsium pada kon­sumen. Kalsium diperlukan untuk pertumbuhan tulang.

Dari segi kesehatan ternyata mangrove memiliki potensi menguntungkan sebagai pangan fungsional, sebagai contoh secara tradisional sudah banyak kelompok masyarakat pesisir meman­faatkan daun mangrove menjadi teh se­duhan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mangrove ternyata mengandung senyawa biokimia alami yang aktif antara lain flavonoids, antrokuinon, kelompok fe­nolik, alkaloid dan triterpenoid. Ke­lompok senyawaan aktif yang sangat tinggi ini membuat jenis buah mangrove memiliki aktifitas sebagai anti mikroba maupun antioksidan.

Antioksidan berhubungan dengan kesehatan manusia khususnya dihu­bung­kan dengan penyakit penuaan dan dege­neratif. Bahan-bahan aktif yang sebagai antioksidan diketahui dapat menghambat proses penuaan dan penyakit degeneratif, serta dapat mencegah kanker.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan ternyata ekstrak buah-buah mangrove memiliki ak­tifitas sebagai antioksidan yang tinggi, se­perti ekstrak buah Rhizophora dan Brug­uiera menunjukkan aktifitas antiok­sidan yang tinggi. Kedua jenis tumbuhan mang­rove ini jamak ditemukan di Indonesia.

Ekstrak buah Rhizophora mucronata, yang sering disebut sebagai mangrove Asia, menunjukkan aktifitas antimikroba yang sangat kuat terhadap beberapa jenis mikroba khususnya kelompok bakteri. Ekstrak Rhizophora mucronata dan api-api (Avicenna marina) menunjukkan aktifitas yang tinggi terhadap isolasi bak­teri.

Dari bagian-bagian tanaman yang diekstrak ditemukan bagian hipo­kotil memiliki aktifitas tertinggi diban­dingkan dengan ekstrak bunga maupun bagian ranting. Terdapat aktifitas antimikrobial dari bagian-bagian tana­man Sonneratian alba. Demikian juga pada ekstrak daun dari bakau api-api.

Dibalik potensi sebagai bahan pangan yang sedemikian besar, ada hal yang harus diperhatikan kemampuan mang­rove sebagai jenis tanaman air yang mampu mengabsorpsi garam mineral, termasuk mineral logam berat. Logam berat diabsorbsi dari sedimen tanah dan atau dari air melalui sistem perakaran dan ditransportasikan ke bagian tanaman lainnya termasuk buah hingga ke daun.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akar dan daun mangrove terdapat kandungan logam berat tembaga (Cu) dan timah (Pb) yang lebih tinggi dari kandungan tertinggi normal yang ditemukan pada spesies yang sama. Sementara konsentrasi logam Cu, Pb, kadmium (Cd), krom (Cr), dan seng (Zn) pada sedimen tanah masih berada di bawah ambang konsentrasi kritis tanah.

Logam berat secara alami terdapat di kerak bumi dan biasanya berpindah dengan sangat lambat. Masuknya logam berat ke badan air khususnya berasal dari buangan aktifitas pertambangan, pem­bakaran pada industri dan buangan ak­tifitas manusia lainnya yang masuk ke badan air seperti sungai, dan terakumulasi ketika sampai di muara sungai me­nye­babkan pantai mengalami pencemaran. Kondisi ini menyebabkan ikan di perairan pantai mengandung kadar logam berat, yang tentu saja berpotensi menyebabkan penyakit atau masalah kesehatan pada manusia sebagai konsumen.

Dari sudut pandang di atas, mangrove dengan kemampuannya mengabsorbsi lo­gam berat baik dari sedimen maupun dari air perairan berperan menjadi suatu fil­ter yang baik, yang mengurangi pen­cemaran air laut. Akan tetapi di lain pi­hak, organisme yang hidup di mang­rove yang kandungan logam beratnya tinggi akan ikut terkontaminasi dengan logam berat.

Pada habitat mangrove yang masih sedikit tereksploitasi dan terganggu oleh kegiatan manusia terjadi kondisi sebalik­nya dimana logam berat lebih sedikit di bagian tanaman mangrove di bandingkan pada sedimen tanah.

Gencarnya aksi yang mendukung pemanfaatan potensi mang­rove sebagai sumber pangan sebaiknya mewaspai hal ini. Kemampuan mangrove mengabsorpsi logam berat menyebabkan kemungkinan terakumulasinya logam berat di bagian tanaman mangrove yang dimanfaatkan untuk bahan pangan. Logam berat berbahaya bagi kesehatan manusia ketika masuk dalam sistem pencernaan dan metabolisme tubuh.

Produk olahan dari buah mangrove memiliki prospek yang bagus jika dapat diolah dengan standar mutu yang baik serta didukung oleh promosi yang baik. Dengan usaha menghasilkan produk pa­ngan yang komersil diharapkan masya­rakat dapat menambah kemam­puan finan­sial untuk akses terhadap sumber pa­ngan lainnya.

Mangrove sangat pen­ting dalam keberlanjutan ekosistem pan­tai, baik ditinjau dari segi ekologis mau­pun dari segi keberlanjutan ekonomi ma­syarakat pesisir pantai. Sayangnya di­sinyalir hanya kira-kira setengah dari hu­tan mangrove Indonesia yang berada dalam kondisi baik. ***

Penulis adalah, anggota PATPI – Medan dan dosen Universitas HKBP Nommensen Medan.

 

Dicopy dari : Analisa daily

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.