Artikel

Proyek IKN di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Negara

Oleh: Djumriah Lina Johan
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono menyampaikan, pemerintah tengah menyiapkan tiga hal untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara yang layak huni. Salah satunya dengan menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) terkait insentif bagi pelaku usaha dan investor yang akan melakukan usahanya di IKN.

Bambang mengatakan, ada beberapa insentif yakni fiskal dan non fiskal yang dirancang bersama kementerian terkait untuk menarik para investor. Hal ini disampaikan Bambang usai rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (4/10).

“Untuk membuat para investor nanti dapat menanamkan modalnya, menanamkan usahanya, melakukan usaha di IKN Nusantara dengan sebaik-baiknya. Itu akan bermanfaat buat semua pihak, mereka yang bermukim di sana ataupun oleh pelaku usaha itu sendiri,” kata Bambang saat konferensi pers di Kantor Presiden.

Analisis

Sejak awal, diskursus mengenai proyek IKN memang tidak lepas dari masalah pendanaan, terlebih di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi. Banyak pihak pesimis dengan proyek ini, kontras dengan pemerintah yang optimis. Apalagi tidak sedikit yang menilai pemindahan IKN terkesan terburu-buru dan minus pertimbangan politis dan ekonomi.

Untuk memperoleh dana pembangunan, lobi-lobi pada para investor menjadi salah satu jalan yang pemerintah tempuh. Setelah SoftBank mundur pun, pemerintah akhirnya mencoba mencari peluang lain.

Terungkap dari pernyataan Luhut Binsar bahwa saat ini Indonesia tengah berupaya melobi ke Uni Emirat Arab (UEA). Menurutnya, UEA akan masuk ke proyek IKN melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) dengan angka US$20 miliar atau setara Rp286 triliun (kurs Rp14.305 per dolar AS).
Menteri PPN Suharso Monoarfa juga pernah mengungkapkan bahwa penyerahan mandat pembangunan ke swasta adalah supaya tidak membebani APBN yang saat ini dimaksimalkan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Belakangan, beliau kembali mengusulkan bahwa APBN terbuka untuk dana pembangunan IKN yang membutuhkan dana sebesar Rp466 triliun.

Tidak Mandiri

Terlepas dari pembahasan sisi geostrategi dan geopolitik pemindahan IKN, masalah pemindahan IKN memang bukan sesuatu yang baru. Meski begitu, kesiapan dana tentu tidak boleh terlupakan.

Saat pertama kali wacana pembangunan IKN mencuat, pemerintah mengklaim pembiayaan pemindahan IKN tidak akan berasal dari utang. Skema pembiayaannya berasal dari APBN Rp 89,4 triliun (19,2%), kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sebesar Rp 253,4 triliun (54,4%), dan swasta Rp 123,2 triliun (26,4%).

Namun, menggantungkan dana pembangunan pada pihak swasta bukannya tidak berisiko. Ancaman tersebut terlihat pada aset-aset strategis negeri yang dengan mudah akan berpindah tangan ke swasta sebagai tumbal atas pembiayaan pembangunan yang telah dikeluarkan.

Selain melibatkan swasta, pemerintah juga menggunakan skema KPBU yang lebih dikenal dengan Public Private Partnership (PPP) — yang sebetulnya bukan barang baru.

Skema ini naik daun ketika banyak negara giat membangun infrastruktur, tetapi di sisi lain tidak mempunyai dana cukup untuk mendanai proyek.

Kota Ideologis Bervisi Keumatan

Sejak awal, pembangunan IKN sudah sarat nuansa kapitalisme. Kegagalan membangun Meikarta dan reklamasi Teluk Jakarta, serta perebutan pengaruh politik di Jakarta, turut mewarnai kelahiran IKN.

Pemerataan kawasan investasi pun menjadi dalih, meski akibatnya kapitalisasi kian meluas di negeri ini. Padahal, lahan calon IKN bukanlah lahan kosong tanpa pemilik. Andaikan IKN berhasil dibangun nantinya, justru rawan konflik selama sengketa lahan belum terselesaikan.

Sebagai pembanding, ingatlah kisah ketika Rasulullah saw. hendak mencari kota yang akan menjadi pusat ideologisasi umat dengan Islam. Motivasi terbesar Rasulullah saw. adalah dalam rangka mencari titik sentral dakwah, yakni agar dakwah dapat disebarluaskan dan dimonitor dari satu titik. Visi besarnya dalam rangka aktualisasi dakwah agar mampu menjangkau umat secara lebih luas.

Rasulullah saw. pun memperluas medan dakwah karena dakwah sudah sampai pada tahap membutuhkan para penolong yang bersedia menyerahkan kekuasaan pada Islam, yakni dengan Rasulullah saw. sebagai penguasanya (kepala negaranya).

Saat itu, Makkah sudah jauh dari kondusif bagi dakwah sehingga medan dakwah kian sempit, Rasulullah saw. pun mencoba mencari kawasan di luar Makkah. Beliau pun mendatangi Thaif dengan mempertimbangkan kondisi strategisnya yang akan potensial sebagai pusat dakwah.

Thaif adalah kota di puncak gunung. Keberadaan gunung menjamin perlindungan bagi siapa saja yang tinggal di sana karena gunung memiliki banyak tebing. Selain itu, Thaif juga berbenteng sehingga akan sulit bagi musuh untuk menghancurkannya. Namun, misi dakwah ke Thaif gagal.

Kegagalan di Thaif membuat beliau saw. mempertimbangkan Yatsrib (Madinah). Hal yang menjadikan Madinah strategis sebagai kota pusat dakwah adalah keberadaan dua kelompok besar manusia, yakni bangsa Arab musyrik dan kaum Yahudi yang keduanya bersaing ketat untuk memperoleh kendali kepemimpinan.

Jika Rasulullah saw. mampu menarik salah satu kelompok tersebut hingga setuju dengan ideologi Islam yang beliau bawa, akan besar potensi beliau saw. untuk menguasai situasi dan mengendalikan sebagian besar persoalan. Dengan demikian, masa depan Madinah layak menjadi kota ideologis bervisi keumatan.

Demikian halnya khulafa sepeninggal beliau, mereka memilih kawasan-kawasan terbaik saat merencanakan pemindahan ibu kota. Damaskus, Baghdad, dan Istanbul adalah contoh kota-kota yang pernah menjadi ibu kota Khilafah Islamiah. Tidak heran, visi dakwah Islam menyebar dengan sangat efektif ke seluruh dunia hingga mencapai tiga benua (Asia, Afrika, Eropa).

Jelas sekali, motivasi pembangunan kota-kota tersebut sangat jauh dari kepentingan kaum berduit semata. Tinta emas sejarah mencatat, ada visi besar bagi masa depan dakwah dan umat yang melatarbelakangi pembangunannya.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.