Budaya

Selayang Pandang Pertautan Bahasa Melayu, Bahasa Inggris, dan Lainnya

MT Dhani Iqbal
MT Dhani Iqbal

Oleh : TM. Dhani Iqbal

Tiada bahasa yang dapat berdiri sendiri lepas dari pengaruh bahasa lain. Selagi masih digunakan dan manusia masih berlalu lalang di muka bumi, tindakan pengaruh mempengaruhi pada bahasa adalah sesuatu yang niscaya.

Di Amerika Serikat, gairah keingintahuan terhadap bahasa, dan juga kesusastraan, menjadi alas berdirinya suatu lembaga yang bernama Modern Languange Association of America pada 1883. Setahun berikutnya, 1884, lembaga ini menerbitkan “Publication of the Modern Language Association of America “(PMLA). Disebut-sebut ia merupakan jurnal yang amat bergengsi dalam khazanah studi bahasa dan kesusastraan. Setiap edisinya dikirimkan kepada sekitar 26 ribu perguruan tinggi dan sekitar 1800 perpustakaan di seluruh dunia.

Pada 1895, tepatnya di Volume 10, jurnal tersebut menghadirkan satu tulisan bertajuk “Malay Words in English” yang ditulis oleh R. Clyde Food. Di sini dia menginventarisasi mana-mana kata dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Melayu. Namun, sebelum itu, dia memberikan gambaran mengenai proses masuknya bahasa Melayu ke dalam tubuh bahasa Inggris.

Clyde menulis bahwa perjumpaan bahasa Inggris dengan Melayu bermula kala penjelajah-penjelajah Eropa melakukan petualangan ke seluruh dunia. Dia menariknya sejak Vasco da Gama, 1497, yang menegakkan kekuasaan Portugal di Lautan India, yang terbentang dari Afrika Selatan hingga negeri Siam (Thailand sekarang) dan mengarah ke India Timur atau Kepulauan Melayu (the Malay Archipelago), tepatnya di Malaka, Semenanjung. Peperangan dan penaklukan Malaka oleh Portugis ini amat dikenal dan menjadi ingatan abadi oleh orang-orang muslim di seluruh Kepulauan Melayu.

Mempengaruhi

Sejak kehadiran Portugal, negeri-negeri dari Eropa pun datang silih berganti, baik Inggris maupun Belanda. Dan dalam perjalanan dan perjumpaan itulah Clyde mencatat telah terjadi penyerapan bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris.

Berikut adalah daftar kata yang dibuat oleh Clyde, yang ditulis kembali sebagaimana aslinya.

Amuck: dari a’m’k, berbunyi ämo
Bamboo: b’ m-bu, bämboo
Bankshall: b’ng-s’l, bängsäl
Bantam
Caddy: ka-ti, kätty
Cassowary: ch’-su-ar’, käsuäri
Catechu: ka-chu, kächoo
Cockatoo: k’k’tua, cockatoóah
Compound: k’m-pong, kämpong
Dammar: da-m’r, dämär
Durian: dur-y’n, doorian
Duyong & Dugong: du-y’ng, dooyong
Gambier: g’m-b’r, gäambeer
Godown: g’d’ng, gädong
Gong: gong (in Java agong)
Gutta-percha: g’t’h-p’r-cha, getta-purcha (getah dan perca-pen)
Java: ja’-w’, jäwä
Junk: j’ng, jong
Kris: kr’s, kris
Malacca: m’-la-k’, mâläka
Malay: m’-lai-y’, ma-lí-yoo
Mangrove: m’ng-gi-m’ng-gi, mängi-mängi
Mangosteen: m’ng-g’-st’n, mängostän
Orang-outang: au-r’ng hu-t’n, oräng-hootän
Paddy: pa-di, pädi
Papua: p’-pua, päpoó-ah
Proa: prah-u, prä-oo
Rattan: ro-t’n, rotän
Sapan: s’-p’ng, sepäng
Sarong: sa-r’ng, särong

Selain apa yang tertulis di atas, ada juga perbendaharaan kata lain yang ditulis oleh Clyde. Hanya saja, dia masih ragu atas asal usul atau silsilahnya. Kata tersebut adalah ‘Camphor’, ‘Cinnamon’, dan ‘Veranda’.

Penelitian mengenai relasi bahasa Melayu dan bahasa Inggris ini kemudian kian berkembang. Dan diketahui bahwa serapan bahasa Melayu oleh bahasa Inggris ini tidak terbatas pada kosa kata yang ditulis oleh Clyde pada 1895 tadi, melainkan lebih banyak lagi.

Dengan pengertian yang merujuk pada kamus Oxford atau kata aslinya, berikut adalah beberapa kata-kata serapan dari bahasa Melayu pada bahasa Inggris.

Babirusa (babiroussa dalam bahasa Perancis): seekor babi liar dengan beberapa tanduk seperti taring terbalik
Banteng: sapi hutan yang menyerupai sapi dalam negeri (negeri
Cooties: kutu
Kapok: Kapuk
Ketchup: kecap
Launch: lancar/lanchar
Mandarin: mandarin
Meranti: meranti
Pantoum: pantun
Parang: parang
Rambutan
Sambal: sambal
Satay: satai/sate
Siamang: siamang, atau
Trepang: teripang

Sebelum mendata kosa kata serapan, Clyde terlebih dahulu membuat semacam pengantar ihwal kesulitan utama dalam membuat kamus bahasa Melayu. Kesulitan itu datang dari perspektif bahasa Inggris dan aksara Latin yang berjumpa pada bahasa Melayu yang menggunakan aksara Arab-Melayu atau Jawi. Aksara Arab-Melayu yang telah digunakan berabad-abad ini adalah modifikasi dari aksara Arab atau Hijaiyah.

Aksara Arab-Melayu ini tidak menggunakan tanda baca atau huruf vokal atau harakat/harkat namun bekerja dengan konsonan yang sama. Hal ini menyebabkan terjadinya banyak keberagaman (Clyde menyebutnya keanehan) dialek di berbagai wilayah penuturnya. Dan ketika hendak ditransliterasi ke aksara Latin, hal itu membuat akurasi menjadi sulit untuk dicapai.

Clyde memberikan contoh pada kata yang dieja b’n-t’l. Ejaan itu kemudian dapat memiliki bunyi atau pengucapan yang berbeda-beda. Sebut saja ‘bantal’, ‘bentil’, ‘bintool’, ‘boontal’, ‘boontool’. Dari pengucapan itu, kata kedua dan ketiga memiliki arti yang serupa.

Ihwal harakat dari aksara Arab atau Hijaiyah yang dihapus atau digunduli, atau yang disebut aksara Arab-Melayu, ada sejumlah pandangan yang mengemuka. Di antaranya disebutkan bahwa ia merupakan kode rahasia dari para ulama atau kesultanan, yang salah satunya tercirikan dari tanda-tanda yang merujuk pada nasab penulisnya atau negerinya.

Selain itu, ada juga kisah yang berkembang bahwa aksara Arab-Melayu ini berfungsi untuk mendisiplinkan keilmuan dalam Islam. Maksudnya, aksara ini mengharuskan seseorang untuk berguru terlebih dahulu supaya dapat diberikan harakat. Dengan berguru, maka pernasaban guru atau ulamanya, juga ilmu yang diberikan, akan terjaga dan lurus. Nasab yang lurus ini berfungsi supaya ilmu yang disampaikan dan disebarkan dapat ditelusuri jejaknya.

Dipengaruhi

Sementara memberikan pengaruhnya ke luar, bahasa Melayu juga dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain. John Crawfurd, dalam bukunya A Grammar and Dictionary of the Malay Language (1852), mengidentifikasi adanya tujuh belas unsur yang mempengaruhi bahasa Melayu. Ia adalah Arabic, Malay of Batavia, Malay of Bencoolen, Malay of Bugis, Chinese, Dutch, English, European, Hindi, Javanese, Lampung, Persian, Portuguese, Rejang, Sanskrit, Sunda, dan Telinga.

Dari Arab, misalnya, Melayu mendapatkan pengaruh pada banyak kosa katanya yang bernuansakan Islam. Di antaranya:

Adab
Adil
Alam
Akal
Akhlak
Akibat
Dabus
Ilmu
Insan
Kalbu
Makhluk
Musabab
Nafas
Paham
Roh
Sadar
Sebab
Wujud, atau
Yakin

Kosa kata yang datang dari Arab ini memiliki muatan atau worldview Islam, termasuk tasawuf. Ia menjadi medium yang masuk ke dalam relung batin orang Melayu dalam menuju yang Ilahi (Hamid Fahmy Zarkasyi, Jurnal ISLAMIA Republika, Kamis, 24 Oktober, 2013 dan Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Peradaban Melayu, 1990).

Tak hanya Arab, Persia juga turut memberikan pengaruhnya pada bahasa Melayu. James Sneddon, dalam bukunya The Indonesian Language Its History and Role in Modern Society (2003), menyebutkan sejumlah kata dari bahasa Persia yang masuk ke dalam tubuh bahasa Melayu. Di antara kata-kata dari Persia itu adalah:

Anggur
Dewan
Kelasi
Medan
Nasabah
Pahlawan
Pasar, atau
Saham

Sementara itu, bahasa dari Cina juga turut memberikan pengaruhnya ke dalam bahasa Melayu. Sneddon menyebutkan sejumlah kata dari Cina tersebut, yakni:

Capcai
Mie
Bakmi
Tahu
Tauge
Teh
Teko
Becak
Cukong
Lihai
Loteng, atau
Toko

Adapun bahasa dari Portugis yang masuk ke dalam bahasa Melayu, di antaranya, adalah:

Armada: berasal dari armada
Bangku: banco
Bendera: bandeira
Bola: bola
Gereja: igreja
Jendela: janela
Natal: natal
Paskah: páscoa
Roda: roda
Sekolah: escola
Sepatu: sapato
Serdadu: soldado, atau
Tembakau: tabaco

Lalu India, dengan khazanah Buddha dan Hindu, telah pula mewarnai perbendaharaan bahasa Melayu. Di antara bahasa dari India tersebut adalah:

Agama
Bangsa
Dewa
Dosa
Guru
Menteri
Mitra
Neraka
Siswa
Siswi
Su (bermakna baik, yang kemudian kerap digabungkan dengan beberapa kata, seperti ‘su-mitro ‘berarti ‘teman/rekan yang baik’, atau ‘su-harto’ berarti ‘harta yang baik’. Dua contoh ini digunakan oleh James Sneddon. Dari situ, barangkali, dapat juga diartikan bahwa ‘su-matera’ berarti ‘ukuran yang baik’)
Surga, atau
Upacara

Terkait dengan worldview Buddha dan Hindu yang ada dalam bahasa dari India ini, Wan Mohd Wan Daud, Direktur Centre for Advance Studies on Islam, Science and Civilization (CASIS) Malaysia, mengatakan bahwa kata-kata itu kelak mengalami Islamisasi oleh para pendakwah muslim. Di antara kata yang didekonstruksi maknanya itu adalah ‘dosa’, ‘surga’, dan ‘neraka’. Kata-kata itu di kemudian hari diisi dengan worldview atau cara pandang Islam (Hidayatullah.com, 23 Mei 2014).

Sementara itu, pengaruh juga datang dari Belanda, umumnya bagi mereka yang kemudian berada di dalam Indonesia. Di antara bahasa Belanda yang masuk ke dalam bahasa Melayu adalah:

Agustus: Augustus
Handuk: berasal dari handdoek
Kamar: kamer
Karcis: kaartjes
Koper: koffer, atau
Sepeda: velocipede

Jika dipermulaan Inggris dikatakan juga mendapatkan pengaruhnya dari bahasa Melayu, kemudian hari bahasa Melayu juga dipengaruhi oleh bahasa Inggris. Hal ini terutama terjadi di wilayah yang kemudian menjadi Malaysia. Kata-kata itu di antaranya:

Polis: berasal dari police
Polisi: policy
Televisyen: television
Ogos: August
Tuala: towel
Fail: file

Keserumpunan

Dalam hal lain, ada kalanya dapat dijumpai kosa kata yang sama di antara dua bahasa yang berbeda namun tidak atau belum diketahui apakah ia saling mempengaruhi atau tidak. Dalam kasus demikian, bisa jadi kosa kata dari kedua bahasa itu diturunkan dari bahasa yang lain. Dengan kata lain, bahasa-bahasa tersebut mungkin berada dalam rumpun yang sama.

Berikut adalah beberapa kosa kata yang serupa dari bahasa Melayu, Tongan, Samoa, dan Tahiti, sebagaimana dikutip dari James Sneddon.

Tangis – tangis – tangi – ta’i
Kutu – kutu – ‘utu – ‘utu
Mata – mata – mata – mata
Dua – ua – lua – rua
Langit – langi – langi – ra’i
Ikan – ika – i’a – i’a
Hati – ‘ate – ate – –
Telinga – telinga – talinga – tari’a

Untuk sejumlah kata, masih menurut Sneddon, hal serupa juga terjadi pada bahasa Melayu, Paiwan (Taiwan), Kankanay (Filipina), Li’o (Flores), dan Numfor (Papua). Ini bisa dilihat dari kata ‘padi’.

Padi –padai – pagey – pare – fas

Upaya Penggantian Istilah

Distribusi bahasa dan penurunannya sebetulnya tidaklah pernah berhenti. Dewasa ini orang dapat merasakan betapa derasnya kosa kata baru yang mengarus dari bahasa Inggris. Hal ini terjadi seiring pencapaian bangsa-bangsa Barat atau yang berbahasa Inggris dalam hal penemuan dan penyebaran sistem, macam police atau president, atau teknologi, macam television dan file, ke seluruh dunia.

Kosa kata dari bahasa Inggris yang belakangan amat populer dalam keseharian itu, di antaranya, adalah:

Internet (internet)
Gugling (googling)
Onlain (online)
Web (web)
Henfon (handphone)
Fesbuk (facebook)
Twiter (twitter)
Donlod (download)
Aplod (upload)
Mobil (mobile, namun bermakna car/kendaraan roda empat)
Oto (auto, bermakna car)
Motor (motor, namun bermakna car atau motorcycle/kendaraan roda dua), atau
Kereta (carriage, bermakna motorcycle atau train/kereta api).

Akan tetapi, masing-masing kata yang hadir belakangan dari bahasa Inggris akibat teknologi itu tidaklah diserap secara seragam. Jika ditanya apa padanan ‘car’ atau ‘motorcycle’, misalnya, maka jawabannya akan tergantung si penanya berada dimana.

Belum begitu lama ada sejumlah pihak yang mencoba mengalihbahasakan sejumlah kosa kata yang berasal dari bahasa Inggris tersebut ke dalam apa yang disebut bahasa Indonesia (yang sebetulnya merupakan nama pengganti dari bahasa Melayu). Sebut saja ‘download’ menjadi ‘unduh,’ ‘upload’ menjadi ‘unggah’, atau ‘online’ menjadi ‘daring’. Hanya saja, pada kenyataannya bahasa pengganti itu tidak atau belum berpengaruh di masyarakat.

Sebelumnya, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), dalam bukunya Kenang-Kenangan Hidup (1979), mencatat bahwa biasanya upaya penggantian suatu kata ke dalam bahasa Melayu selalu didahului dengan mencari padanannya dalam bahasa Arab, yang memiliki muatan keislaman. Hamka mencontohkan ‘iqtishad’ untuk ‘ekonomi’, ‘siasat’ untuk ‘politik’, ‘tahniah’ untuk ‘selamat’, atau ‘ta’ziah’ untuk melayat.

Akan tetapi, keadaan hari ini telah berubah. Pikiran atau benda yang baru masuk itu tidak terlebih dahulu dicarikan padanannya di dalam bahasa Melayu atau Arab. Bahkan tidak hanya itu. Telah terjadi pengubahan pada berbagai kosa kata, Melayu maupun yang telah di-Melayukan, yang justru masih digunakan khalayak ramai.

Kata ‘iqtishad’ yang masih mengemuka pada era 1970-an, misalnya, telah diubah menjadi ‘ekonomi’ dari bahasa Inggris. Padahal, makna dari iqtishad tidak sama dengan ekonomi. Iqtishad adalah mengatur sesuatu sesuai dengan ketentuan, adil, dan seimbang. Ia memiliki muatan makna sebagai sesuatu yang lurus, mencari keuntungan tanpa menindas pihak lain, mengutamakan keadilan dan keseimbangan dalam masyarakat yang kemampuannya berbeda-beda (Anis Ayarwati, “Ekonomi Islam atau Iqtishad?” dalam Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi Islam – Imanensi, Vol. 1, No. 1).

Selanjutnya Hamka juga memberikan contoh pada telah diubahnya kata ‘pelancong’ dari bahasa Melayu atau ‘tamasya’ yang diambil dari bahasa Arab sebagai padanan ‘tourist’ dari bahasa Inggris. ‘Pelancong’ dan ‘tamasya’ itu diubah menjadi ‘pariwisata’ yang berasal dari bahasa Sansekerta (India). Upaya mempopulerkan bahasa dari India itu juga nampak pada presiden Indonesia, Joko Widodo, yang menggunakan slogan ‘nawa cita’. Sebagaimana pariwisata, nawa cita yang tak begitu dipahami maknanya ini juga berasal dari India.

Akan tetapi, meski kekuasaan politik gencar mendiktekan kosmologinya melalui bahasa, sejarah mencatat tak semuanya berhasil diaminkan masyarakatnya. Penerimaan masyarakat akan suatu bahasa biasanya ditentukan oleh penerima itu sendiri, yang disesuaikan dengan karakter lingkungannya, termasuk karakter dalam pengucapan di lidah dan keakrabannya dengan khazanah spiritual bahasa tersebut.

Untuk hal ini, James Sneddon mengatakan:

“Not all proposed borrowings from Sanskrit have found favour. As mentioned, some are refined euphemisms not used in everyday speech. Pariwisata (tourism) occurs only in official language, turisme being the everyday word. Some forms devised by planners were not accepted at all. A number of forms with the prefix nir-, from the Sanskrit for ‘with- out, free from’, such as nirleka (prehistory — Sanskrit lekha ‘writing’), were coined by the Terminology Commission, but were not accepted by the public. The base pirsa, from the Sanskrit original from which periksa (examine) also comes, occurs in pirsawan (with -wan from Sanskrit) and pemirsa (with the Malay prefix pe- ‘one who does the action’). These words were coined for ‘television viewer’; however, although heard, they are not really able to compete with the Malay penonton (viewer, spectator). Likewise, the borrowing wahana could not compete against the Malay kendaraan in the meaning ‘vehicle’.”

Meski bahasa Sansekerta telah lama bertapak di Kepulauan Melayu, seperti yang ada di Sriwijaya-Sumatera maupun Kerajaan Hindu di Borneo di masa yang amat jauh, namun sesungguhnya ia tak mengakar dalam. Bahasa yang bernuansa spiritual Buddha-Hindu lebih berpusar dalam lingkungan kecil.

“While Sanskrit was largely introduced via priests and scribes associated with royal courts, these other languages were brought by mercantile travellers to Indonesia and perhaps also by Malays who had travelled to India,” tulis Sneddon.

Mengenai agama Buddha dan Hindu, yang dibawakan dalam medium bahasa Sansekerta, pandangan serupa juga datang dari Syed Muhammad Naquib al-Attas. Dalam bukunya Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (1990), Naquib mencoba menjelaskan mengapa filosofi yang dibawakan agama-agama dari India itu tidak melekat kuat di masyarakat Sumatera – wilayah mula agama-agama itu di Kepulauan Melayu.

“Saya majukan pendapat bahwa sebab nyata keganjilan demikian itu tentulah karena kemungkinan agama Buddha itu tiada mempunyai sifat tugas menyebarkan ajaran-ajarannya seperti misi Kristen atau tabligh Islam, tiada berminat mengubah pandangan hidup masyarakat Melayu-Indonesia dengan membawa serta menanamkan ajaran baru untuk mengganti yang lama. Ada kemungkinan besar pula bahwa golongan pendeta itu semuanya terdiri bukan daripada kalangan anak negeri atau orang tempatan, akan tetapi daripada orang-orang asing yang datang dari India Selatan, yang merantau ke situ untuk mendapatkan suasana sunyi bagi ketenteraman jiwa dan keperluan melakukan semadi yang sempurna, seakan-akan sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Albert Schweitzer di Lambarene di benua Afrika,” tulis Naquib.

Sementara itu, jika ditilik dari keadaan hari ini, maka fenomena arus deras bahasa Inggris melalui kehadiran teknologi ini agaknya relatif lebih dapat dibandingkan dengan ketika permulaan bahasa Arab datang di masa silam. Jika bahasa Arab dapat berdetak di jantung bahasa Melayu karena worldview spiritual Islam, maka kali ini denyut nadi bahasa Melayu sedang dipacu dengan kehadiran bahasa Inggris melalui sistem bernegara gaya baru dan teknologi sebagai jarum suntiknya.

Atas berbagai pengaruh yang melanda bahasa Melayu ini, Tengku Amir Hamzah, seorang pangeran sekaligus penyair dari negeri Langkat, mengatakan bahwa tiap bahasa yang dikutip dari bahasa asing haruslah masak terlebih dahulu di dalam batin sehingga layak untuk dijadikan penunjang bahasa Melayu.

“… Hanya pada diri saya, saya ikatkan sengkang, jangan terlalu lekas melompat dari sebuah tempat ke tempat yang lain, dan jangan memakai sebuah kata yang belum resap – sampai artinya ke dalam tulang sungsum saya,” tulis Amir dalam surat kepada sahabatnya, Armijn Pane, November 1932.

Dicopy dari : lenteratimur.com

TM. Dhani Iqbal lahir di Medan, Sumatera Utara. Menulis sejumlah esai, feature, dan cerpen di sejumlah media massa, juga beberapa buku: “Sabda Dari Persemayaman” (novel), “Matinya Rating Televisi – Ilusi Sebuah Netralitas”, dan “Prahara Metodis”. Melewati karir jurnalistik di beberapa media massa berklaim nasional, baik cetak, televisi, dan online, di Jakarta, dengan konsentrasi sosial, politik, dan kultur. Kini berjibaku di media LenteraTimur.com.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.