Artikel

Tes Kehamilan Usai Libur Panjang, Seks Bebas Makin Meresahkan

Oleh: Dewi Soviariani
Pemerhati Umat

Kehidupan generasi muda kita tak lagi aman. Budaya Barat yang masuk ke negeri ini nyatanya tidak disaring dengan benar dan membahayakan nasib generasi ke depan. Seks bebas, salah satu budaya rusak yang lahir dari kehidupan sekuler kini memengaruhi penduduk negeri mayoritas muslim ini.

Sungguh miris, negara tak mengambil peran dengan baik untuk menyelamatkan generasi. Alih-alih masyarakat harus berjuang sendiri untuk mencegah budaya rusak tersebut menghancurkan generasi penerus bangsa. Saking meresahkan masyarakat bertindak sendiri dan menganggap efektif cara yang mereka tempuh.

Seperti video yang beredar baru-baru ini, telah dilakukan tes kehamilan terhadap siswi SMA di Kabupaten Cianjur. Pihak sekolah mengklaim jika kebijakan itu bertujuan untuk mencegah kenakalan remaja, khususnya pergaulan bebas. Video berdurasi 19 detik yang menarasikan bahwa siswi SMA di Kabupaten Cianjur menjalani tes kehamilan sempat viral di media sosial.

Di dalam tayangan tersebut memperlihatkan sejumlah siswi berseragam sekolah, ditemani guru, menjalani tes menggunakan tespek atau alat tes kehamilan di toilet. Berbagai polemik mulai bermunculan di khalayak. Sebagian ada yang mendukung kebijakan tersebut, sebagian lainnya sangat menyayangkan diunggahnya video tersebut karena dianggap melanggar privasi sekolah.

Seperti tanggapan yang diutarakan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Jawa Barat, Nonong Winarni. Beliau menyayangkan tindakan guru yang menggunggah video tersebut dan meminta pihak sekolah memberikan edukasi bermedia sosial kepada para guru. Menurutnya, sekolah memang diberikan kebijakan memiliki program internal sendiri. Namun, tidak berarti harus diekspos di tengah khalayak. Pelaksanaannya harus dilakukan secara tertutup, selektif, dan tidak mengganggu hak privasi siswa.

Pihak sekolah mengklaim bahwa kebijakan itu bertujuan untuk mencegah kenakalan remaja, khususnya pergaulan bebas. Tes ini dirasa penting untuk mencegah pergaulan bebas di tengah maraknya kebebasan pergaulan, bahkan banyak sampai terjadi kehamilan seperti kasus di sekolah tersebut. Meskipun alibi pihak sekolah bertujuan baik dengan program yang telah berjalan selama 2 tahun ini, beberapa pihak menyampaikan ketidaksetujuan atas program sekolah tersebut.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ikut menyoroti tes kehamilan puluhan siswi di SMA Sulthan Baruna, Cianjur. Bahkan tindakan tersebut dinilai diskriminatif atau menjadikan perempuan sebagai objek. Serta harus memperhatikan dampak psikologi yang menimpa para siswi tersebut.

Pihak KPAI menyayangkan, harusnya pencegahan seks bebas dilakukan dengan edukasi dan literasi terhadap siswa. Karena pelaku seks bebas ini tak hanya perempuan tetapi juga lelaki. KPAI juga meminta dinas pendidikan untuk menindaklanjuti program tes kehamilan tersebut agar tidak menjadi polemik panjang dalam dunia pendidikan.

Begitu resahnya masyarakat dalam mencari solusi untuk menghentikan terjadinya laju kehidupan seks bebas di tengah kaula muda. Tak hanya tes kehamilan, tes keperawanan dan tes keperjakaan pun pernah diusulkan sebagai syarat kelulusan siswa SMP dan SMA. Usulan ini digelindingkan salah satu anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jember, Jawa Timur. (Kompas.com, 8 /2/ 2015).

Kondisi rusaknya pergaulan generasi muda harus diselesaikan melalui ranah negara, tidak bisa hanya melalui ide atau program yang hanya berasas rasa khawatir semata. Tes kehamilan bukan solusi tepat terhadap permasalahan seks bebas, sebab tak semua yang melakukan seks bebas berujung dengan kehamilan. Tentu hal ini merupakan sesat pikir dalam menyelsaikan masalah. Apalagi pelaku laki-laki tidak bisa dibuktikan jika hanya dengan mengandalkan tes kehamilan.

Begitu juga dengan usulan tes keperawanan dan tes keperjakaan terhadap siswa SMP dan SMA. Akan membuat kesenjangan sosial serta dampak negatif lainnya. Bukan malah menyelesaikan justru menambah benang kusut persoalan seks bebas.

Pencegahan seks bebas harus menyentuh akar permasalahan sesungguhnya. Dimana kehidupan masyarakat saat ini menganut paham sekularisme yang mengusung kehidupan liberal dalam semua lini. Agama dipisahkan dalam mengatur kehidupan individu, masyarakat dan negara.

Dampaknya, tidak ada lagi kontrol dalam membatasi perbuatan manusia. Masyarakat menjadi masyarakat yang individual, tidak lagi peduli pada kemaksiatan di sekitarnya. Perbuatan zina mendapat legalisasi melalui tayangan media bahkan hukum negara.

Seperti legalisasi miras, club malam dan alat kontrasepsi. Negara telah membuka pintu masuk seks bebas terhadap generasi bangsa mayoritas muslim ini melalui undang-undang. Remaja yang melakukan perzinahan dan hamil diluar nikah pada akhirnya mendapatkan dispensasi melanjutkan pendidikan, efek jera tidak ada maka remaja lainnya pun mengikuti tren rusak tersebut.

Tayangan merusak begitu mudah lulus sensor dan digandrungi remaja. Konten vulgar tak kalah melejit menjadi candu yang diadopsi. Media bukan menjadi sarana edukasi, tapi menjadi perusak pemikiran generasi.

Apalagi kondisi keluarga muslim hari ini yang dikepung oleh himpitan ekonomi, membuat fungsi dan peran orang tua terabaikan. Kesibukan mencari nafkah hingga tak lagi sempat mendidik anak dengan pemahaman agama. Lahirlah generasi broken home yang haus perhatian dan akhirnya terjebak pada kehidupan seks bebas.

Inilah fakta jebakan kehidupan sekuler kapitalistik yang menjadikan remaja hanya FOMO (Fear of Missing Out), mengikuti hawa nafsu mereka. Mereka hidup hanya ingin bersenang-senang tanpa peduli konsep halal-haram. Lantas, solusi apa yang tepat untuk mengakhiri budaya liberal tersebut?

Solusi hakiki yang bisa memberikan efek jera sekaligus mencegah seks bebas meracuni kehidupan pemuda kita. Adapun paham sekularisme telah nyata terbukti menghancurkan generasi. Kembali pada aturan agama adalah jalan terbaik untuk menyelamatkannya.

Islam satu-satunya agama sekaligus ideologi. Islam memiliki seperangkat aturan kehidupan yang dapat menjadi solusi tuntas bagi persoalan rusaknya pergaulan generasi. Islam memiliki mekanisme yang terperinci untuk membentengi generasi dari seks bebas.

Dengan berbasis akidah Islam, setiap sekolah memiliki kurikulum yang mengokohkan keimanan setiap pelajar. Ketakwaan individu menjadi pondasi dalam pembelajaran. Ini mampu melahirkan pemahaman yang benar tentang etika pergaulan dengan lawan jenis. Sehingga output dari sistem pendidikan Islam adalah individu yang memiliki kepribadian Islam (Shaksiyyah Islam).

Islam memiliki upaya pencegahan seks bebas, dengan beberapa aturan diantaranya mengatur hubungan interaksi antara lelaki dan perempuan dimana hukum asalnya adalah hubungan yang terpisah (infishal). Dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur karya Al-‘Alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullahu dinyatakan, “Hukum asalnya laki-laki terpisah dari perempuan, dan mereka tidak berinteraksi kecuali untuk keperluan yang diakui oleh syariat dan menjadi konsekuensi logis dari interaksi itu sendiri, seperti haji dan jual beli.”

Sehingga Islam tegas melarang interaksi berdua-duan (khalwat) dan bercampur baur (ikhtilat). Sebagaimana dalam hadis, “Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang perempuan karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR Ahmad).

Namun batasan interaksi ini bukan menjadi kekangan dalam beraktivitas. Islam memperbolehkan interaksi lawan jenis dalam beberapa perkara seperti bermuamalah, berdakwah, mengikuti majelis taklim, dan sebagainya. Jadi, interaksi lawan jenis diatur berdasarkan syariat bukan terjalin atas tuntutan hawa nafsu semata.

Kemudian, Islam juga mengatur bagaimana cara berpakaian sesuai syariat. Islam memerintahkan para muslimah mengenakan kerudung dan jilbab ketika berada dalam kehidupan umum. Allah Taala berfirman, “Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka.” (QS An-Nuur [24]: 31). Juga dalam ayat, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzab [33]: 59).

Selain itu kehidupan keluarga dalam Islam memiliki peran yang kuat dalam membentuk akidah anak. Ibu berperan sebagai madrasatul ula’ ( Madrasah pertama) bagi anaknya. Begitu juga peran ayah sebagai qudwah (panutan) terbaik bagi anak-anaknya.

Negara memiliki peran penting dalam mengendalilkan informasi melalui departemen penerangan. Tayangan akan difilter sehingga media memiliki peran dalam mengedukasi masyarakat serta menjaga terpeliharanya akidah dari paham rusak seperti HAM, liberalisme, pluralisme dan sebagainya.

Inilah beberapa mekanisme untuk mencegah merebaknya seks bebas. Adapun upaya yang membuat efek jera ditunjukkan dengan hukum yang diberikan kepada pelaku perzinahan.
hukuman bagi pezina dalam Islam, sebagaimana dalam ayat, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur [24]: 2). Juga hadis, “Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.” (HR Muslim).

Di dalam penerapan Islam, kontrol masyarakat berjalan dengan landasan akidah yang kuat. Amar makruf nahi mungkar dilakukan terhadap sesama bahkan terhadap penguasa. Dengan kepedulian yang tinggi masyarakat senantiasa membentuk lingkungan yang aman dalam sistem pergaulan Islam. Ketakwaan individu, masyarakat dan negara menjadi benteng terbaik melindungi generasi dari seks bebas.

Hidup dalam naungan Islam adalah sebuah keniscayaan yang sangat dirindukan. Inilah sistem aturan kehidupan yang paripurna, perisai terbaik dalam melindungi generasi. Penerapan Islam secara kaffah adalah solusi tuntas terhadap akar permasalahan seks bebas, sebagaimana fungsi hukum Islam sebagai penebus dosa sekaligus pencegah perbuatan maksiat terulang kembali. Menjauhkan agama dari kehidupan adalah pintu masuk kerusakan. Tidak ada alasan bagi kita menolak solusi hakiki ini, karena kondisi generasi sudah sangat memprihatinkan kerusakannya. Islam adalah satu-satunya jalan terbaik menyelamatkan kehidupan.

Wallahu a’lam bishawwab

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.