Penyegelan kios di Pasar Sangkumpal Bonang terus berlanjut. Sebelumnya kios yang disegel hanya 11 unit, kemarin (27/5) jumlahnya bertambah menjadi 73 kios. Ironinya, penyegelan itu disertai pemutusan aliran listrik di masing-masing kios.
Menurut Penasehat Himpunan Pedagang Pasar Sangkumpal Bonang Erwin Saleh Nasution didampingi Wakil Ketua Lukman, Sekretaris Ashari Siregar, dan pedagang lainnya, jumlah itu sesuai laporan yang masuk kepada pihaknya pada Jumat (27/5).
Sejauh ini, kata Erwin, seluruh pedagang sepakat tidak mau membayar uang rekening listrik dan iuran jaga malam. Sebab, kenaikan iuran uang jaga malam tidak relevan sedangkan uang listrik tidak ada patokannya. Selama ini, meteran listrik tidak jadi acuan karena meterannya samasekali tidak berjalan.
“Kenapa kami bilang begitu, karena tidak ada kesamaan uang listrik yang kami bayarkan alias berbeda-beda untuk setiap pedagang. Padahal lampu yang digunakan sama. Lalu, ada yang memakai lampu hanya satu jauh lebih mahal bayarannya ketimbang yang menggunakan empat lampu. Jadi, bagaimana cara penghitungannya, kita perlu keterbukaan dari pengelola,” beber Erwin.
Erwin menambahkan, kenaikan uang rekening listrik dan iuran jaga malam tidak pernah dimusyawarahkan dengan pedagang. Selain itu, juga tidak pernah ada pemberitahuan resmi dari badan pengelola bahwa kios akan disegel dan aliran listriknya diputus.
“Bukan kita tidak mau bayar, maunya kita bayar. Tapi kenaikan ini tidak pernah dimusyawarahkan dengan pedagang. Selama pasar ini berdiri, kios ini sudah menjadi hak pakai kami karena sudah dilunasi,” ungkap Erwin.
Diterangkannya sebelum kenaikan, para pedagang membayar iuran jaga malam sebesar Rp10 ribu per bulan, namun setelah kenaikan menjadi Rp25 ribu. Sedangkan untuk uang rekening listrik, biasanya para pedagang hanya membayar Rp65 ribu per bulan, tapi setelah pihak pengelola menaikkannya, tagihan listrik menjadi Rp100 ribu per bulan.
Untuk itu, ia dan rekannya sesama pedagang meminta pemerintah agar mengambil alih sistem pengelolahan Pasar Sangkumpal Bonang. Alasannya, banyak kebijakan pihak pengelola yang merugikan para pedagang. “Kami meminta agar pasar ini diambilalih oleh pemerintah. Kami sudah tidak tahan lagi dengan sikap arogansi pengelola,” ujar mereka.
Apalagi mereka sama sekali tidak tahu keabsahan badan pengelola, karena entah siapa yang membentuk dan mengangkat badan pengelola, sedangkan sepengetahuan mereka PT ATC selaku pengelola utama sudah habis masa operasinya sejak Januari 2010 lalu.
“Kami sendiri tidak tahu siapa yang mengangkat badan pengelola ini. Sebab, masa operasi PT ATC sudah habis. Jadi, bagaimana bisa kami percaya dengan tindakan mereka,” sebut pedagang.
Jika badan pengelola masih juga melakukan aksi menyegel, maka seluruh pedagang akan mengadukan kejadian kepada aparat penegak hukum dan pemerintah agar ditindaklanjuti.
“Tapi kita masih menunggu hasil apa tindakan yang akan diambil oleh DPRD Psp beberapa hari ke depan ini,” tutur pedagang.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Pasar Sangkumpal Bonang Bahder Harahap tidak berhasil dijumpai di kantornya di lantai III Pasar Sangkumpal Bonang. Saat ditelepon, seseorang yang mengaku asistennya bermarga Hasibuan menjawab bahwa Bahder Harahap sedang melakukan rapat pertemuan dengan manajemen PT ATC.
Ia juga mengaku tidak punya haka berkomentar terkait keluhan pedagang. “Kami tidak bisa memberikan komentar tentang itu. Soalnya pak Bahder Harahap sedang pertemuan dengan manejemen PT ATC,” ujarnya sambil menutup telepon. (phn)
Sumnber :” Metrotabagsel
Pos-pos Terbaru
Most Used Categories
- Seputar Madina (4,667)
- Berita Sumut (1,417)
- Seputar Tapsel (439)
- Berita Nasional (917)
- Artikel (719)
- Berita Foto (255)
- Budaya (252)
- Politik Madina (205)
- Pendidikan (173)
- Dakwah (150)