Artikel

Narasi Deradikalisme Isu Basi Digoreng Kembali

Oleh: Nuraty S.Pd
Ibu rumah tangga, tinggal di Madina

 

Di tengah panasnya polemik soal pemindahan ibu kota negara (IKN), publik kembali disuguhi narasi soal radikalisme dan terorisme di dunia pesantren, kampus, masjid dan lain sebagainya.

Narasi perang melawan radikalisme, terorisme masih terus bergulir dari tahun ke tahun sepertinya tidak pernah selesai. Isu ini terus-menerus diopinikan di tengah umat.

Namun sampai saat ini publik belum juga mengetahui kejelasan apa dan siapa yang termasuk dalam kategori radikal. Sebab, penegak hukum dan pejabat negara ketika menyeru perang melawan kelompok radikal, mereka memberikan data dan bukti yang minim terkait narasi radikalisme itu sendiri.

Sebagaimana diketahui, baru-baru ini Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar dilansir dari Tempo.co (25 Januari 2022), beliau mengatakan masih menemukan adanya pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris. Jumlahnya mencapai ratusan pondok pesantren di berbagai wilayah.

“Ada 11 pondok pesantren yang menjadi afiliasi Jamaah Anshorut Khalifah, 68 pondok pesantren afiliasi Jamaah Islamiyah dan 119 pondok pesantren afiliasi Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS,” katanya dalam pemaparan di Komisi III DPR.

Berita yang sama terkait terorisme dilansir CNN Indonesia (26 Januari 2022), Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi mengaku bakal melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme.

Hal itu ia sampaikan dalam agenda Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI disiarkan di kanal YouTube MUI.

Aroma islamofobia terkait nerasi yg dipaparkan di atas, bagaimana tidak akhirnya umat islam jadi takut dengan agamanya sendiri, bahkan menjadi takut menunjukkan jati dirinya sebagai muslim. Hal ini akan makin memuluskan agenda moderasi beragama (MB) di tengah umat yang tengah masif diaruskan saat ini. Membuat umat jauh dari nilai-nilai dan aturan Islam. Kepribadian Islam secara pelan dan pasti akan tercerabut dari diri umat melalui moderasi beragama.

Narasi deradikalisme ini disematkan kepada mereka yang teguh pada ajaran Islam secara kaffah seolah-olah keberadaan mereka ini sangat membahayakan bagi pemerintahan. Sehingga keberadaannya harus dihilangkan dan alhasil masyarakat pun jadi takut memahami agamanya, pun takut mengamalkan ajaran islama secara kaffah dikarenakan akan dicap sebagai redikal, teroris dan lain sebagainya.

Istilah radikalisme begitu masif diopinikan oleh media dengan melekatkan pada mereka yang teguh dalam melaksanakan ajaran Islam. Mereka yang berpenampilan secara islami pun akhirnya turut dicurigai. Umat Islam yang menyerukan ajaran Islam kafah juga turut dicap sebagai muslim yang berpaham radikalisme.

Isu radikalisme terus digoreng, sementara minyak goreng yang menjadi kebutuhan rakyat kosong di pasaran setelah dipatok satu harga oleh negara.

Ketiadaan “Junnah”  Lahirkan Kriminalisasi Islam

Meski ini negeri berpenduduk mayoritas muslim, stigmatisasi dan kriminalisasi terhadap ajaran Islam dan kaum muslim terus terjadi. Sedangkan di negeri yang kaum muslimin menjadi minoritas, mereka menjadi sasaran genosida. Mereka terusir dari negerinya dan seolah setiap jengkal bumi Allah tidak boleh mereka tapaki. Negeri-negeri kaum muslim di wilayah lain pun tidak tersentuh untuk membantu. Sungguh miris.

Kondisi miris ini telah dikabarkan dalam hadis Rasulullah saw. (HR Abu Dawud 3745),

Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya, ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahn.” Seseorang bertanya, ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi  bersabda, ”Cinta dunia dan takut akan kematian.”

Allah SWT berfirman:

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS at-Taubah [9]: 32).

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.