Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik
Pendemi jadi ladang surga bisnis bagi sebagian pengusaha. Khususnya para kapitalis global termasuk China. Di tengah kondisi ekonomi global yang terus kacau, hanya negeri tirai bambu tersebut yang mampu bertahan secara ekonomi juga mengalami indeks kemajuan yang tidak dimiliki negara-negara lain bahkan AS sendiri.
China tidak kehabisan ide ataupun upaya untuk tetap bertahan untuk terus menambah income negaranya di tengah wabah yang entah sampai kapan berakhir. China menjadi salah satu negara produsen vaksin covid-19 yang diekspor ke berbagai belahan dunia. Sebut saja vaksin Sinovac yang sudah masuk ke Indonesia.
Meskipun awalnya, efektivitas vaksin buatan China ini diragukan, namun tetap saja diimpor dan sudah diberikan kepada manusia. Walhasil, wabah belum melandai dengan signifikan justru mengalami peningkatan jumlah penderita terinfeksi bahkan kematian perharinya. Hingga Indonesia kini disebut-sebut sebagai episentrum covid-19.
Bisa jadi China merasa belum puas dengan hasil vaksin awal yang diproduksi. Termasuk keuntungan yang diperkirakan belum sesuai target. Hingga China melalui pengusahanya merasa perlu untuk produksi vaksin yang baru dan jauh lebih menjanjikan secara efek dan keuntungan. Logikanya, jika vaksin tidak memberikan dampak positif, maka tidak akan ada yang mau untuk menggunakannya.
Seperti dilansir dari situs berita gelora.co, Rabu (24/08/2021), Menteri Bidang Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa China bakal bangun pabrik vaksin di Indonesia. Rencana tersebut akan mulai produksi pada April 2022. Luhut mengatakan upaya tersebut untuk menggenjot pengadaan vaksin virus covid-19 di Indonesia. Luhut juga menghimbau agar pelaku usaha ikut meramaikan investasi di sektor kesehatan.
Menurutnya, saat ini pemerintah tengah mengupayakan memperbaiki iklim investasi di sektor kesehatan. Ia mengungkapkan, sudah ada satu perusahaan asal China yang akan bekerja sama dengan perusahaan lokal guna memproduksi vaksin covid-19. Luhut menjelaskan, kerja sama dengan perusahaan asal China ini nantinya akan memproduksi vaksin dengan jenis mRNA.
Vaksin mRNA merupakan salah satu jenis vaksin yang dikembangkan untuk menangani atau mencegah penyebaran covid-19. Vaksin ini disebut sebagai vaksin jenis baru yang kandungannya berbeda dengan jenis vaksin lainnya.
Muncul pertanyaan, apakah ada masalah jika dua negara atau lebih bekerjasama dalam mengatasi pandemi? Seperti halnya mendirikan pabrik vaksin dari hasil kerjasama investasi China di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa poin penting yang perlu untuk diketahui.
Pertama, vaksin memang menjadi barang yang sangat dibutuhkan dalam situasi pandemi. Bahkan sudah seperti ketergantungan antara virus dan vaksin. Meksipun hal tersebut masih dalam perbincangan beberapa ahli sains, baik virolog, imunolog, juga medis. Ada yang setuju ada yang kurang sepakat jika vaksin dijadikan satu-satunya solusi. Karena masih ada opsi lain yang bisa dilakukan menurut sebagian mereka.
Kedua, vaksin yang telah datang ke Indonesia dikabarkan sudah melebihi jumlah penduduk negeri ini. Di atas 200 juta. Tetapi ironis, distribusi vaksin masih tidak merata. Sehingga ada yang sangat sedikit kebagian dan itupun masih dosis pertama. Masyarakat berebut, berkerumun dan berdesakan demi mendapatkan vaksin gratis tersebut. Karena masyarakat juga sudah dapat maklumat wacana-wacana vaksin berbayar nantinya bisa terjadi jika kesempatan gratis diabaikan. Dan harganya sangat fantastis. Meskipun hal itu telah ditepis dan ditarik, tetapi tidak ada yang tahu kebijakannya ke depan seperti apa.
Ketiga, kenapa harus China yang berinvestasi di Indonesia? Sementara konon, vaksin buatan Amerika dan Inggris lebih berkualitas. Kalau bicara kualitas dan tujuannya untuk memenuhi ketersediaan vaksin yang efektif untuk menangani covid-19. Selain itu, Indonesia sendiri juga punya vaksin Nusantara yang tidak kalah dengan produk China. Kenapa bukan vaksin dalam negeri, karya anak negeri sendiri yang dikembangkan? Pengusaha lain dalam negeri diajak bekerjasama mengembangkan vaksin Nusantara. Kolaborasi dengan negara misalnya. Indonesia sendiri tidak kekurangan ahli, hanya kekurangan modal dan keberanian untuk mandiri.
Keempat, alasan LBP menarik investor vaksin tersebut demi mencegah covid-19 karena akan memproduksi jenis lain. Lalu untuk apa semua vaksin yang diimpor dari luar? Vaksin yang diproduksi nanti untuk virus jenis apa? Wajar jika banyak pertanyaan spekulatif muncul dengan tingkah para penguasa yang selalu mementingkan para investor Taipan dan lainnya. Apalagi sudah bukan rahasia umum lagi, kemesraan Indonesia dengan China melalui perantara LBP dalam bidang investasi alias utang semakin rapat.
Jika demikian, maka tujuan sebenarnya adalah memasukkan investor asing seperti Taipan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Kapitalisasi segala sektor kehidupan semakin menjadi-jadi. Ujung-ujungnya kelak, yang terjadi adalah tambahan utang dan penjajahan bidang kesehatan.
Sudah jelas, kondisi kesehatan, baik pelayanan dan biaya di negeri ini sangatlah mahal dan ibarat barang tersier. Seolah-olah sektor kesehatan di negara ini melarang orang miskin sakit. Karena sudah tidak ada lagi istilah subsidi apalagi gratisan dari negara untuk rakyat di segala bidang khususnya kesehatan.
Bukan hanya itu, jika sektor kesehatan dikuasai oleh investor asing dari Taipan ataupun negara lainnya, maka kesehatan negeri ini pun tergadai dan tidak berdaulat lagi. Namanya kerjasama di bawah sistem kapitalis, tentu yang paling kuat dominasinya adalah yang paling banyak mengeluarkan modal juga piutang.
Negara-negara kapitalis global seperti China tentu sangat senang berinvestasi di Indonesia. Di samping utang yang membengkak dan tak kunjung mampu dibayar, tentunya Indonesia sulit menolak permintaan China. Selain itu, Indonesia adalah pangsa pasar yang menggiurkan. Bayangkan jika vaksin itu diproduksi dengan jumlah jutaan, berapa keuntungan yang diperoleh? Jangankan vaksin yang diaruskan untuk didapatkan semua orang, tes PCR saja yang tidak banyak memakainya bisa membuat pengusahanya meraup keuntungan hingga puluhan trliun rupiah.
Begitulah cara kerja kapitalisme dalam memandang kesehatan dan penyakit. Semua bisa diatasi jika modalnya juga mencukupi. Alih-alih untuk kepentingan rakyat menyetop penyebaran covid-19, yang ada hanyalah menyahuti hasrat kapitalis yang tidak bisa ditolak.
Pada dasarnya tidak masalah ada kerjasama dengan negara asing dalam mengatasi pandemi dari sudut pandang kemanusiaan. Namun, kerjasama bentuk kapitalisme adalah kerjasama dengan prinsip utama “No free lunch”. Jadi, tidak ada yang gratis atau cuma-cuma.
Oleh karena itu, sudah saatnya rakyat terus bersuara mengajukan penolakan terhadap investasi asing, baik Taipan maupun negara lainnya di sektor kesehatan maupun lainnya. Karena semakin hari, Indonesia bisa jadi mangsa yang terus dicengkram dan tidak bisa melawan sedikitpun.
Sebelum negeri ini hancur dengan penjajahan asing melalui ideologi kapitalis, maka bersegeralah menyampaikan kebenaran ideologi Islam yang mampu menyelesaikan persoalan hidup, tidak terkecuali soal pandemi. Karena Islam adalah agama yang sempurna secara hukum-hukumnya dan paripurna dalam menyelesaikan persoalan hidup seluruh manusia juga alam semesta ini. Wallahu a’lam bissawab.