Artikel

Pemerkosaan Inses di Mandailing Natal dan Tinjauan Hukum Pidana

Oleh: Rabiah Al-Husna Nasution dan Khofifah Indah Al-Husna

Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan Program Studi PAI

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang terjadi dewasa ini telah membawa perubahan pada pola perilaku manusia di dalam masyarakat. Pola perilaku ini ada yang membawa pada kebaikan dan ada yang membawa pada perilaku yang menyimpang dari norma yang ada dalam masyarakat. Kita mengamati tayangan di berbagai media massa, memberikan informasi yang menyajikan kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual. Tindak pidana pemerkosaan tidak saja terjadi dengan orang lain, bahkan sering dilakukan dengan sesama anggota keluarga, tetangga bahkan antara bapak dan anak.

Sebagaimana yang terjadi di Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Seorang anak diperkosa oleh ayah tirinya berinisial AN terhadap anak beriusia 6 tahun. Sang ayah tega melancarkan aksi kejinya tersebut berulang kali kepada sang anak sehingga membuat alat vital anak mengalami luka yang serius.

Aksi bejat yang dilakukan oleh AN terhadap sang anak tiri dilancarkan pada saat sang istri tidak di rumah atau sedang bekerja sebagai buruh di kebun. AN juga mengancam anak itu untuk tidak memberitahukan kejadian tersebut kepada siapapun. Namun, sebagaimana kata pepatah “sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tercium juga”.

Dikutip dari lingkaran.id sejak kasus ini dilaporkan pada Senin 21 November 2022 pelaku telah ditangkap oleh Satresekrim Polres Mandailing Natal. (iNewsMedan.id).

Kasus ini bukanlah yang pertama terjadi dalam kurun waktu 2022 di Kabupaten Mandailing Natal. Sebelumnya pada 22 Juli 2022 seorang pria inisial MJ asal Kecamatan Sinunukan, memperkosa adik iparnya berkali-kali. MJ melakukan aksinya saat sang istri tidak berada di rumah. Aksi bejat itu kerap kembali diulang di malam hari. Kejadian ini terungkap setelah korban kabur dari rumah sang kakak kemudian menghubungi orang tuanya di kabupaten lain via telepon. Sebelumnya korban tidak berani mengadu kepada kakaknya karena diancam akan dibunuh oleh pelaku. Akibat perbuatan bejatnya, MJ kini ditahan di Mapolres Mandailing Natal. Pelaku dijerat Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (Lensakini.com)

Dalam konsepsi pidana fikih (al-Hudud), pemerkosaan digolongkan tindak pidana kejahatan atas kehormatan (hak al-‘ardh), yang berupa perzinahan dengan ancaman hukum cambuk 100 kali atau rajam sampai mati. Perzinaan dilarang agama juga bertentangan dengan hukum dan adat istiadat masyarakat. Selain itu, dampaknya sangat besar, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat. Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Al-Qur’an melarang kita mendekati zina (pemerkosaan), apalagi melakukannya terhadap anak sendiri merupakan salah satu kejahatan kemanusiaan yang merusak tatanan kehidupan keluarga, rumah tangga dan kehidupan sosial masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Isra’: 32.

Larangan mendekati zina (pemerkosaan) khususnya perilaku pelecehan seksual terhadap keluarga sendiri, termasuk yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya, dalam ilmu psikologi disebut dengan inses (incest). Korban perilaku inses akan mengalami luka fisik dan psikologis yang amat mendalam. Luka psikologis yang mungkin dialami antara lain mereka umumnya merasa sangat ketakutan, kesakitan, membenci ayahnya dan bisa saja membenci orang sewasa di sekitarnya. Merasa benci pada diri sendiri karena merasa bingung dan risau, kecewa, marah dan dendam. Akibatnya akan lahir perilaku yang tidak mudah dipahami, menarik diri, melawan, kasar, ketakutan, impulsif, gangguan tidur bahkan dapat berdampak pada prestasi akademik yang akan terganggu. Bila gangguan psikologis akibat kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse tidak segera ditangani, maka semakin anak tumbuh menjadi besar akan mengalami gejolak diri di mana merasa harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.

Beberapa ahli menyatakan bahwa perkawinan untuk korban inses bukan jalan keluar. Korban-korban yang tidak mendapat penanganan yang baik bisa menjadi korban kekerasan seksual berkelanjutan, bisa juga menjadi pelaku balas dendam.

Dari kasus pemerkosaan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal khususnya dan umumnya di Indonesia, dianggap sebagai salah satu indikator kurangnya kualitas perlindungan anak, walaupun sudah jelas agama telah melarang perbuatan zina apalagi pemerkosaan yang dilakukan oleh orang tua karena keberadaan lemahnya iman, tidak bertanggung jawab dan kondisi kehidupan keluarga yang tidak baik. Dengan demikian, dibutuhkan penerapan sanksi hukum yang lebih berat lagi.

Dalam Islam sanksi terhadap pelaku zina/pemerkosaan sudah sangat jelas, akan tetapi penerapannya yang belum ada, karena Indonesia belum memberlakukan hukum pidana Islam, sehingga yang terjadi penerapan hukum Islam hanya terbatas pada masalah ibadah sedangkan pada persoalan tindak pidana penerapannya belum ada. Pada penerapan sanksi berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, sanksi pelaku tindak pidana pemerkosaan, masih dianggap ringan apalagi resiko yang dialami oleh korban sangatlah besar. Oleh sebab itu perlu adanya tinjauan terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia pada umumnya.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.