PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Semakin halus wujud korupsi dan gratifikasi, makin jauh dari perhatian masyarakat dan pengawasan institusi terkait. Karena itu, silut atau bahkan mustahil terbongkar.
Kadang, dorongan untuk menghaluskan (bahkan hingga menghilangkan) alibi dan potensi-potensi bukti dari tindak pidana korupsi itu yang merangsang inisiatif nakal untuk memainkan jurus-jurus gratifikasi (sogok).
Salah satu lembaga yang punya position dan coverage anti-korupsi adalah Indonesian Corruption Wacht (ICW). Dalam wawancara dengan Malintang Pos, Ketua ICW Madina, Parwis Lubis, SHI, SPd.I bersama Sekretaris ICW Madina, Isman Hussairi Nasution, SPd.I belum lama ini, sejak enam bulan ini, ICW Madina sedang menyoroti beberapa kasus penyimpangan dan sangat mungkin diduga sebagai tindak pidana korupsi.
Selain mengandalkan beragam data dan catatan hasil investigasi, analisis ICW Madina merujuk pada banyak fakta-fakta menegangkan sekaligus bisa melegakan.
Dalam pendangannya, ICW Madina dapat memastikan sejumlah fenomenan dan potensi penyimpangan sebagai alat bukti. Karena itu, seseorang atau pihak-pihak terkait dapat dilaporkan untuk ditindak sebagai tersangka, dijerat pengadilan sebagai tervonis dan sebagai terpidana dijebloskan ke penjara. Tujuannya, supaya muncul efek ngeri dan jera (losi).
Akan tetapi, Parwis Lubis mengatakan, "Sekalipun kami punya data dan fakta tentang penyimpangan di beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah, red) yang dapat dijadikan alat bukti, sampai hari ini, kami belum bisa mengungkapkannya ke luar."
Karena itulah, Isman Nasution menambahkan, ada posisi yang dilematis dalam pemberantasan korupsi. "Di satu sisi, ICW adalah lembaga pemantau yang punya kewajiban eksistensial. Tetapi, problemnya, tidak semua temuan dapat kami tindak lanjuti hingga tuntas. Tidak semua dugaan penyimpangan dapat kami ungkap. Ada tehnik-tehnik investigasi yang, umpamanya, harus melalui konfirmasi kepada beberapa pihak, terutama SKPD terkait," lanjut Isman Hussairi.
Parwis Lubis juga memaparkan, "Kami juga gak mau, temuan-temuan kami itu, terkesan mengancam dalam konotasi negatif, apalagi cuma sekedar konsumsi media di Madina. Yang kami mau, karena sudah jadi kewajiban eksistensial tadi, temuan-temuan itu harus terungkap tuntas."
Semuanya mesti terungkap jelas, apakah memang ada tanda-tanda pelanggaran. Kalau betul ada, sebesar apa pelanggarannya? Apakah bukti-buktinya cukup? Siapa-siapa yang diduga terlibat sebagai pelaku?
Selain itu, yang sering menjadi faktor penentu apakah suatu dugaan korupsi itu bisa diselidiki lebih lanjut, harus ada orang-orang yang berani menjadi saksi.
"Karena itulah, kadang jadi mustahil bisa menyingkap korupsi atau gratifikasi kalau cuma berharap pengakuan atau pengaduan saksi. Artinya, wujud kasus-kasus gratifikasi itu kan selalu sangat halus. Jangankan terlihat secara tangkap tangan, kedengaran dari bisik-bisik pun sulit," sela Parwis Lubis.
Parwis dan Isman bukan tak berani, apalagi dibilang gertak sambal. Mereka mengakui, upaya-upaya pencegahan dan penindakan dugaan-dugaan korupsi dan gratifikasi, justeru bisa menjadi bumerang.
"Kita kan sudah tahu, sudah sering dengar, gimana akhirnya konfirmasi itu. Kalau gak direspon dengan tawaran-tawaran gratifikasi, bisa juga didiamkan sama sekali," ungkap Parwis Lubis dengan mimik geram yang tak bisa disembunyikan.
Selain persoalan waktu karena kepengurusan ICW Madina periode sekarang baru berumur enam bulan, beberapa sinyalemen korupsi dan gratifikasi itu sangat halus.
"Sanking halusnya, beberapa konfirmasi ICW Madina pada 2014 kemarin belum mendapat tanggapan hingga sekarang. Karena itulah kami mengkatakan, kami masih pesimis atas semangat dan progres pemberantasan korupsi di Madina," tegas Parwis.
Menanggapi pertanyaan lebih lanjut, Isman Nasution mengatakan, "Yang jelas, kita gak mau layu sebelum berkembang. Kita gak mau konyol dalam arti belum apa-apa sudah terkooptasi. Tanpa indikasi, dugaan bisa berbalik jadi fitnah."
Betul sekali, konflikasi KPK dan Polri saja pun bisa sepelik itu. Bahkan makin melebar. Saling serang, bahkan sampai saling mengungkit aib personal dan main jalur praperadilan. Siapa yang tak gentar?
Yang jelas, penting menghindari kejadian-kejadian yang bisa mengakibatkan lumpuh-layu, tambah Parwis Lubis, ICW Madina juga tidak akan berkompromi, misalnya dengan mengulur waktu, untuk mengubur kasus-kasus yang sudah masuk kajian dan target pemberantasan.
Dalam prakteknya, ICW tak mesti mengarah pada penindakan melalui peradilan. Bisa juga dengan langkah pencegahan. Bahkan, punya ruang untuk menegur dan meluruskan prosedur menyimpang.
Sayang sekali, ICW Madina belum berkenan menunjukkan indikasi-indikasi temuan dan SKPD mana saja yang masuk daftar hitam.
Lebih dari itu, untuk pemberantasan korupsi di masa-masa mendatang, ICW Madina melihat urgensi pencanangan SKPD bersih. Setidaknya, ada satu instansi yang berani dinyatakan atau menyatakan diri sebagai SKPD bersih, bersinerji dan teruji.
Parwis mengiyakan, itu memang target minimal. Setidaknya, tidak semuanya SKPD dianggap kotor.
Peliput : Ludfan Nasution
Editor : Dahlan Batubara