Budaya

RAMADHAN DI KAMPUNG KAMI (bagian tiga)

Diceritakan Tagor Lubis dari Pojok Kedai Lontong Medan (kenangan masa kecil di Mandailing 1970 – 1980)

Kampung kami di belah oleh sungai Batanggadis, airnya deras berbatu dan berkerikil. Masa itu kami bebas mencari ikan di sungai  dengan berbagai cara. Untuk mendapatkan ikan aporas dan sulum, kami cukup membawa jala dengan jaring kecil. Untuk mendapatkan ikan siduri, kami cukup menanam bubu di petang hari dan menjelang sahur kami angkat.

Untuk mendapatkan incor kami bikin kolam kolam kecil di pinggir sungai. Sorenya kami airi dan kami tutup dengan dedaunan. Besoknya menjelang pagi kami keringkan. Kegiatan kegiatan ini cukup mengasikkan untuk menghabiskan waktu sambil menunggu berbuka. 

Cara lain untuk mendapatkan ikan siduri,  bisa juga dengan menggunakan tangan kosong.  Biasanya ikan siduri ini sembunyi di bawah batu di tengah arus deras.  Satu satu bawah batu kami raba, kalau ada ruang kosong di bawah batu, yakinlah bahwa ada ikan siduri sedang baca-baca Kho Ping Hoo di situ. Ambillah dan masukkanlah ia kedalam baluang.

Hhhmmmm….Keahlian mendapatkan ikan  dengan tangan kosong, tak akan didapat di bangku sekolah kawan. Kegiatan seperti ini biasa kami lakukan saat mandi petang menjelang berbuka.

Sebaik kami mandi di sungai, biasanya kami ngumpul bergerombol di depan masjid, menunggu beduk. Begitu melihat petugas pemukul beduk ambil ancang ancang, segera kami berhamburan menuju rumah masing masing.

Sekali waktu, mungkin karena petugas beduk merasa kesal dengan keributan anak anak di depan mesjid. Petugas siap siap ambil ancang ancang,  padahal waktu berbuka masih jauh. Dapat dibayangkan apa yang terjadi.  Begitu sampai di rumah, napas  ngos ngosan beduk belum juga bertalu. Sial… Kami dikerjain. (bersambung)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.